Tuesday, June 19, 2012

The Fallen Princess Chapter 5 : Sang Eksekutor

“Mang…beneran Mang gak inget siapa yang bawa Putri waktu itu?”.

“bener non…waktu itu Mang Sapto lagi ada di dapur…”.

“lho? terus gimana caranya Putri di bawa ke kamar?”, kata Putri sambil terus memainkan jemarinya di sekitar penis Sapto yang sudah loyo itu.

“kalo soal pintu depan…emang Mang Sapto lupa kunci…’n kalo soal kamar non…mungkin orang itu nemu kunci kamar non di tas non…”.

“mm…bener juga…ya kali ya Mang…”. Putri semakin penasaran dan ingin tahu siapa yang menolongnya. Putri memeluk Sapto lebih erat seolah-olah gadis cantik itu tidak ingin Sapto lepas dari pelukannya. Sapto pun merangkul Putri lebih erat. Sapto sangat suka jika Putri sudah memeluknya karena tubuh Putri begitu hangat dan wangi. Seperti biasa, mereka berdua melewati masa-masa intim setelah bersenggama dengan saling berpelukan dan diam menikmati kesunyian malam. Dan kadang mereka berciuman dengan sangat mesra dan penuh rasa kasih sayang sebelum akhirnya mereka berdua tidur. Sudah 2 minggu setelah Putri masuk sekolah lagi.

Dan selama itu pula, Putri tetap mencari-cari jawaban atas pertanyaannya itu. Tapi, tak tahu harus mulai darimana, Putri akhirnya menyerah.

“non Putri…Mang Sapto sebentar lagi mau pergi…”.

“emang Mang Sapto mau pergi ke mana?”.

“mau perpanjang KTP abis itu mau ke rumah saudara Mang…”.

“lama nggak?”.

“ya mungkin sore ato malem baru pulang…”.

“yah lama banget…kalo gitu Putri ikut aja…yah? yah?”, kata Putri memegang tangan Sapto.

“aduh non…Mang sih emang pengen ngajak non Putri…tapi ntar sodara Mang ngomongin kalo non Putri ikut…”.

“yah…Mang Sapto jahad ah…”, Putri manyun. Sapto mengangkat dagu Putri.

“jangan marah dong non…”. Sapto mengelus-elus pipi Putri.

“iya Mang…Putri nggak marah kok…Mang Sapto mau pergi jam berapa?”.

“sekarang non…”.

“o ya udah…bentar…Putri ambilin bajunya…”. Putri membuka lemarinya yang kini tak hanya ada bajunya saja yang ada di sana, tapi juga pakaian Sapto.

“nih Mang…”.

“makasih non…”. Sapto mengenakan pakaian yang diberikan Putri.

Putri pun merapihkan pakaian Sapto. Sapto iseng, dia menarik lubang leher baju Putri ke depan sehingga dia bisa mengintip payudara Putri.

“Mang Sapto ngintip-ngintip nih…”, ujar Putri manja sambil terus mengancingkan baju Sapto seolah tak terjadi apa-apa.

“hehe…”.

“nah…udah Mang…udah rapih..”.

“makasih ya non…”. Putri dan Sapto keluar kamar.

“pulangnya jangan lama-lama ya Mang…awas kalo ngayap…”, ancam Putri, sudah seperti istri beneran Sapto saja.

“iya non…tenang aja…abis selesai di rumah sodara…Mang Sapto langsung pulang..”. Tentu saja, buat apa Sapto ngelayap kalau di rumah sudah ada gadis cantik yang setia menunggunya.

“yaudah Mang…ati-ati ya Mang…”.

“iya non…”. Sebelum membuka pintu depan, mereka berdua berciuman lagi, penuh kehangatan dan mesra, lama sekali.

Keduanya sama-sama tidak mau melepas ciumannya. Padahal hanya beberapa jam saja mereka akan berpisah, tapi ciuman yang mereka lakukan seperti pasangan yang akan berpisah bertahun-tahun. Akhirnya mereka berdua saling menjauhkan bibir mereka masing-masing.

“udah ya non…Mang pergi dulu…ati-ati di rumah…kunci pintunya…”.

“iya..iya…Mang juga jangan lupa pesen Putri tadi ya…”.

“tenang aja non…daahh..”.

“daahhh…”. Putri tetap berdiri di ambang pintu sampai Sapto belok dan tak terlihat lagi. Putri menutup dan mengunci pintu. Dia bingung mau apa, Putri akhirnya duduk di sofa saja sambil menonton tv. Dan tanpa sadar Putri tertidur karena kurang tidur tadi malam.
Putri terbangun sendiri, segar sekali rasanya setelah ngulet beberapa kali. Jam menunjukkan pukul 10 pagi, sperma Sapto bekas tadi malam yang ada di beberapa bagian tubuh Putri kini sudah benar-benar mengering dan menjadi kerak membuat Putri jadi agak tidak nyaman dengan tubuhnya sendiri. Putri mandi membersihkan tubuhnya yang belum di bersihkan sejak ‘dipinjam’ Sapto tadi malam. Biasanya hari Sabtu dan Minggu pada jam segini, Putri belum bisa mandi karena masih ‘sibuk’ di ranjang bersama Sapto.

“ting tong…ting tong…”.

“siapa pagi-pagi gini?”, tanya Putri sambil bergegas mengenakan baju rumahnya dan segera berlari ke pintu depan.

“iya..iya…”.

“ha..hai…Putri…”. Putri terbengong tak percaya siapa yang ada di depannya sekarang.

“ka..kak..Anita?”.

“gue mau ngomong sesuatu ke lo, Put…lo mau gak dengerin gue?”. Putri jadi bingung harus bilang apa, salah satu dari daftar orang yang dibencinya kini ada di depannya.

“Put?”.

“eh…iya..kak..ayo masuk…”. Putri belum membuat rencana balas dendamnya, tapi 1 dari 3 orang yang dibencinya sudah ada di depannya.

“sebentar..kak..”. Rasa benci yang besar tak membuat Putri jadi tidak santun. Sebagai tuan rumah, dia tetap membuatkan minuman untuk Anita.

“kak Anita..mau ngomong apa?”. Putri jadi agak canggung, padahal dulu dia dan Anita lumayan dekat dibanding ke Renata dan Nadya. Anita langsung jongkok di depan Putri dan menangis di paha Putri.

“maafin gue Put…maafin gue Put…gara-gara gue, Rena, ‘n Nadya…lo udah gak perawan lagi…”.

“….”.

“pasti lo susah payah jaga keperawanan lo…maaf banget…gue ngerti kalo lo nggak mau maafin gue…”. Tiba-tiba rasa benci Putri jadi hilang.

“iya kak…gak apa-apa…”, jawab Putri tenang. Anita menatap Putri, tak percaya jawaban yang keluar dari mulut Putri. Putri membuat Anita duduk di sebelahnya lagi.

“lo..maafin gue, Put?”.

“mm…sebenernya gue gak bisa maafin juga..tapi…semuanya gak bisa balik lagi…”.

“gue bener-bener minta maaap banget ama lo…gue gak bisa ngentiin Nadya ‘n Rena ngancurin cewek polos kayak lo…”.

“iya kak iya…semua udah lewat..”.

“makasih banget Put…gue ngomong gini karena gue takut lo mau bunuh diri lagi..kayak waktu itu…”.

“bunuh diri?? jangan-jangan…”.

“iya, Put…gue yang nolong lo…”.

“nggak mungkin?”.

“bener, Put..gue yang nolong lo…”.

“gak mungkin !!”, Putri masih menolak kalau orang yang selama ini ia cari-cari adalah orang dalam daftar balas dendamnya.

“suer, Put…gue nolong lo karena gue takut merasa bersalah banget kalo lo ampe bunuh diri…”.

“…”.

“lo masih gak percaya? nih…”. Tiba-tiba Anita langsung memagut bibir Putri dan memperagakan saat dia memberi nafas buatan ke Putri waktu itu.

“gimana, Put?”.

“mm…”. Anita berpikir Putri belum percaya jadi dia memagut bibir Putri lagi. Tapi, kali ini, Anita dan Putri sama-sama memejamkan matanya. Putri merasa memang benar Anita yang menolongnya karena rasanya sama seperti waktu itu. Tapi, ada perasaan aneh yang muncul tiba-tiba. Anita merasa bibir Putri sangat lembut, Anita pun tergoda memagut bibir Putri lebih. Dan tanpa sadar, Putri membalas Anita. Mereka berdua pun jadi saling melumat bibir. Kadang Anita yang mengulum bibir Putri, dan kadang sebaliknya. Lidah mereka pun juga sudah saling belit-membelit. Begitu nikmat ciuman mereka. Putri sadar, tak seharusnya ia menyukai ciuman Anita, tapi Anita sangat ahli mencumbu Putri. Anita menuruni leher Putri.

“ehhh…”. Anita mencumbui bahkan menjilati leher Putri. Putri melirih pelan, menikmati rangsangan dari Anita.

“nggak…”. Putri mendorong Anita. Wajah Anita memerah, ditolak Putri. Anita sendiri juga tidak tahu kenapa tiba-tiba muncul nafsu saat mencium Putri tadi.

“maaf, Put…”, keadaan pun jadi canggung lagi. Mereka berdua diam dan memandang ke arah lain.

“lo percaya Put sekarang?”, Anita memecah keheningan.

“mm…”.

“o ya waktu itu…gue pakein cardigan ke lo…warna item ‘n celana jeans…”.

“cardigan?”. Putri mulai percaya karena dia ingat cardigan itu.

“coba lo cek…”.

“bentar, kak…”. Putri kembali dengan membawa cardigan hitam yang dimaksud.

“yang ini?”.

“coba lo liat…ada inisial AI di label kerah…”.

“jadi…ini emang cardigan kak Anita…kenapa? kenapa kak Anita nolong Putri? kenapa kak Anita gak biarin Putri mati aja?”. Air mata keluar dari sela-sela mata Putri. Anita memegang kedua bahu Putri.

“maaf Put…gue gak bisa ngebiarin lo…soalnya lo sama ama gue…terjebak Renata ‘n Nadya…”.

“maksud kak Anita?”.

“iya…lo ngingetin gue dulu…nasib gue juga kayak lo sebenernya…tapi gue gak mau nyerah ‘n mau balas dendam ke mereka…”.

“jadi…kak Anita gak suka sama kak Rena ‘n kak Nadya?”. 





“iya…gue benci banget ama mereka…”.

“terus kenapa kak Anita masih jadi anak buah mereka?”.

“gue nunggu waktu yang tepat…tapi sampe sekarang..gue gak pernah dapet kesempatan…’n malah ada lo..korban baru mereka…maafin gue…gak bisa nolong lo..”.

“gak apa-apa kak…kayaknya emang udah takdir Putri…”. Putri hampir menangis lagi.

“tenang Put…mulai sekarang…gue bakal ngelindungin lo dari 2 cewek sialan itu…”. Anita merangkul Putri untuk membuatnya merasa nyaman. Putri menyandarkan kepalanya ke pundak Anita. Anita membelai rambut Putri. Lalu mereka berhadap-hadapan, saling bertatapan. Putri menutup matanya dan mendekatkan bibirnya ke bibir Anita. Ciuman hangat itu terjadi lagi, tapi keduanya menyadari sepenuhnya ciuman kali ini. Dan keduanya juga sama-sama menginginkannya. Setelah berciuman lumayan lama, bibir mereka pun terlepas. Mereka berdua saling bertatapan lagi.

“Putri…lo emang bener-bener cantik…”.

“makasih kak…”. Anita menciumi leher Putri lagi.

“hmmhhh…”, lirih Putri mendongakkan kepalanya memberi keleluasaan bagi Anita. Tangan Anita menyingkap kaos Putri secara perlahan. Putri tak menunjukkan penolakan, Anita kini beralih ke dada Putri. Anita kaget karena mengetahui Putri tidak memakai bh saat dia meremas payudara Putri perlahan. Dengan bantuan Putri, Anita melepas kaos Putri. Payudara Putri yang bulat dan putih mulus itu menjadi sasaran ciuman Anita. Anita gemas sekali dengan kedua buah payudara Putri yang begitu bulat dan kenyal itu. Ciuman dan jilatan mendarat di sekujur kedua buah payudara Putri.

“kaakhh…”, lirih Putri saat Anita mulai menjilati dan mengemuti kedua putingnya. Tangan Anita menyelinap ke dalam celana Putri. Anita menyelipkan jari tengahnya ke belahan vagina Putri dan menggosok-gosoknya secara perlahan untuk membangkitkan gairah Putri sambil menciumi leher Putri lagi. Tubuh Putri terasa semakin panas, begitu juga dengan udara di sekitarnya.

Semakin Putri merasa ‘panas’, secara alami tubuhnya seperti mengeluarkan aroma wangi yang menenangkan bagaikan aroma terapi. Itu terjadi tanpa Putri sadari, tapi Putri tahu hal itu karena Sapto bilang kepada Putri. Setelah meraba-raba sebentar, akhirnya Anita menemukan lembah kenikmatan Putri. Tubuh Putri bergetar dan kedua pahanya sedikit menutup merasakan sensasi jari tengah Anita yang mulai memasuki vaginanya. Mulut Putri terbuka sedikit, desahan lembut keluar dari mulut mungil Putri dan perlahan dia melebarkan kedua pahanya, mulai terbiasa dan merasa nyaman dengan keberadaan jari tengah Anita yang terus bergerak keluar masuk liang vaginanya. Anita menjilati telinga kiri Putri, membuat Putri menurunkan kepalanya ke kiri menutupi kupingnya karena rasanya geli. Tak salah kalau Sapto sering menyebut Putri ‘si pancingan hawa nafsu’ karena wajah imutnya, kulitnya yang putih mulus, dan tubuhnya yang mungil nan sexy itu tidak hanya bisa memancing nafsu para pria, tapi juga wanita seperti Anita sekarang. Apalagi, Putri sangat mudah terangsang karena tubuhnya yang memang sensitif terhadap sentuhan. Untungnya, setelah kehilangan kesuciannya, Putri bisa menjaga dirinya dan berhati-hati dengan tubuhnya sendiri karena dia tahu kalau dia sangat ‘sensitif’. Sejak dinodai Arman, si bandar narkoba, Putri tidak pernah membiarkan ada laki-laki yang menyentuhnya selain kedua punggung tangannya atau pundaknya. Telapak tangan Putri pun bisa membuat Putri jadi ‘aneh’ sehingga Putri tak membolehkan satu pun temannya yang pria menyentuhnya. Tak ada pria yang bisa menyentuh Putri, tak ada satu pun kecuali Sapto. Sebenarnya Sapto juga tidak terlalu ‘menguasai’ Putri, Sapto membolehkan Putri untuk pacaran atau setidaknya punya teman dekat pria karena Sapto tahu Putri masih remaja yang sedang gemar-gemarnya pacaran lagipula secara tidak resmi, Putri itu adalah adik ipar Sapto meski Sapto belum menikah dengan Reisha secara resmi dan meski Sapto bisa bebas meniduri Putri. Tapi, Putri tidak mau pacaran, baginya Sapto itu kakak ipar, ayah, dan sekaligus pacarnya. Sapto memang benar-benar beruntung, awalnya dia hanya penasaran ingin mencicipi tubuh Putri, tapi kini sama seperti kakaknya, Putri sudah bertekuk lutut dan tidak mau lepas dari Sapto.

“kaaakkhhh !!!”, erang Putri mengejang mendapat orgasmenya. Anita sengaja ‘menggaruk’ liang vagina Putri agar orgasmenya benar-benar maksimal.

Tubuh Putri mengedut-edut menuntaskan gelombang orgasmenya yang tersisa. Mereka berdua sama-sama diam. Anita merangkul Putri, tangannya tetap bersemayam di dalam celana Putri.

“maaf ya Put…gue ngelakuin tadi…dari dulu gue suka sama lo….”, bisik Anita lembut…”.

“hmm…”. Putri merasa seperti sedang berada di pelukan kakaknya, nyaman dan hangat sehingga dia betah bersandar di bahu Anita.

“kak Anita suka ama Putri?”.

“iya Put…”.

“kenapa?”.

“lo cantik Put…”.

“jadi…kak Anita..?”, Putri bangun dan menatap Anita.

“oh bukan Put…gue tau yang lo pikirin…gue bukan lesbi..”.

“jadi maksudnya?”.

“gue normal…gue masih suka sama cowok…tapi pas liat lo…gue langsung suka sama lo…”.

“….”. Putri masih bingung dengan jawaban Anita. Tiba-tiba hp Putri berbunyi.

“bentar ya kak…”. Putri pun menjauh dari Anita.

“ya halo Mang?”.

“halo non…lagi apa?”.

“lagi ngobrol aja ama temen…Mang Sapto lagi ada dimana? kok belum pulang sih? Mang Sapto ngayap ya?”.

“nggak..nggak..non…nggak…gini non…Mang Sapto diajak jenguk paman Mang Sapto yang lagi sakit…jadi Mang Sapto gak bisa pulang sekarang…”.

“ah..Mang Sapto jahad ah..”, protes Putri dengan nada manja.

“ya abisnya gimana dong non?”.

“yaudah gak apa-apa…tapi besok Mang Sapto mesti pulang ya…”.

“iya non pasti…Mang Sapto gak bakal tega biarin non Putri tidur sendirian lebih dari 1 hari…hehe…”.

“janji ya? awas lho…kalo besok gak pulang..Putri kunciin pintunya biar Mang Sapto gak bisa masuk…”.

“aduh..jangan non…iya non iya…Mang Sapto janji deh…”.

“yaudah…Mang Sapto ati-ati ya…”.

“oke non…non Putri tidurnya jangan malem-malem ya…”.

“iya…Mang Sapto juga…daah…mmuuaahh…”.

“mmuuah…daah…”. Putri kembali duduk di samping Anita.

“kak Anita…”.

“iya…Put…kenapa?”.

“kak Anita malem ini ada acara gak?”.

“mm…kayaknya nggak ada Put…kenapa?”.

“kak Anita mau nggak nginep di sini? Putri nggak berani sendirian?”.

“emang pembantu lo ke mana?”.

“lagi jenguk saudaranya…kak Anita mau ya nginep di sini?”.

“o yauda deh…oke…gue nginep di sini…”.

“makasih banget kak…”. Mereka pun menghabiskan waktu dengan mengobrol bagai tak pernah terjadi apa-apa. Segala rahasia saling mereka beberkan. Putri pintar, tanpa Anita sadari, Putri merekam segala omongan Anita, untuk jaga-jaga kalau Anita cuma pura-pura dan ini semua hanya tipuan dari Renata, Anita, dan Nadya (disingkat bisa jadi RAN ya? hihi). Anita beberkan semua rahasianya sendiri mulai dari kebenciannya terhadap Renata dan Nadya sampai masalah pribadinya.

“tapi Put…gue gak bawa baju nih…”.

“pake punya Putri aja…kan badan Putri ama kak Anita sama..”.

“oh iya ya…”.

“kak Anita udah makan?”.

“belum…kita makan di luar yuk…”.

“baru Putri pengen ajakkin…ayo kak…”.

“yaudah..sana lo…ganti baju…”.

“oke..bentar ya kak..”. Putri menaruh hasil rekamannya tadi di tempat yang menurutnya paling aman di dalam kamarnya. Setelah merasa aman, barulah Putri mengganti pakaiannya. Mereka berdua pergi makan di luar sambil refreshing. Mereka pulang sekitar jam 9 malam.

“egghh…gila capek…”, kata Putri ngulet di atas kasurnya.

“Put…ntar gue tidur di mana nih?”.

“bareng Putri aja ya kak?”, pinta Putri dengan wajah imutnya.

“gak apa-apa emang?”.

“ya gak apa-apa…kan kakak ama Putri sama-sama cewek…lagian emang kak Anita mau ngapain Putri sih?”, goda Putri.

“oh iya..ya…”, jawab Anita bingung, Putri sudah berubah 180 derajat.

“yaudah Put…gue minjem baju lo ya…”.

“iya kak…pilih aja yang ada di lemari…”.

“oke…tapi gue mandi dulu ah…”. Anita pun pergi ke kamar mandi.

Tak lama kemudian, Anita keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit tubuhnya.

“Put…sabun mandi lo enak banget wanginya…gue make tadi…”.

“iya kak…pake aja…”. Setelah mendapatkan baju Putri yang sesuai dengan seleranya, tanpa ragu-ragu Anita meloloskan handuk dari tubuhnya. Putri memandangi tubuh Anita bagian belakang. Terlihat jelas kalau Anita sangat merawat tubuhnya. Kulitnya yang putih meski tak seputih kulit Putri terlihat berkemilauan dan berkesan halus walaupun belum disentuh. Apalagi kedua bongkahan pantat Anita yang kelihatan enak untuk ditabuh (emangnya gendang..hihi). Sebenarnya Anita memang sengaja mempertontonkan tubuhnya ke Putri, maklum namanya cewek, Anita ingin Putri tahu kalau tidak hanya dia yang bertubuh bagus. Anita sengaja memutar tubuhnya. Putri mengagumi tubuh Anita. Payudaranya bulat dan tak ada cacat sama sekali. Dan rambut kemaluannya begitu rapih tercukur, seperti bentuk segitiga di atas bibir vaginanya. Anita pun memakai pakaian dan segera bergabung dengan Putri. Curhat dan senda gurau mereka bagi di atas tempat tidur sambil berselimutan bagai teman yang sangat akrab. Padahal, tadinya Putri dendam kesumat ke Anita, tapi entah, rasa itu lenyap tak bersisa seperti terbawa arus sungai.

“Put…maapin gue ya..”, kata Anita mengelus pipi Putri.

“iya kak…”, nada Putri pelan. Anita pun mencium Putri lagi. Mereka berdua bercumbu dengan mesra lagi, kedua gadis cantik itu berciuman dan pelukan mereka semakin erat satu sama lain. Seperti tak ada hari esok bagi mereka, keduanya saling melumat bibir dan saling membelit lidah dengan nafsu yang menggebu-gebu. Padahal jenis kelamin mereka sama, tapi kenapa mereka begitu bernafsu. Meski gadis normal, Anita begitu semangat melumat bibir Putri karena bibir Putri yang lembut serta wajah cantik nan imut Putri yang memang dikagumi Anita dari dulu. Sedangkan Putri, begitu bergairah karena Anita benar-benar lihai mencumbunya. Tangan Anita merayap menuruni punggung Putri dan mengenggam kedua bongkahan pantat Putri yang langsung diremas-remas Anita. Putri langsung sadar dan tidak ingin celananya ‘dirogoh’ duluan seperti tadi, Putri pun langsung menuju langkah berikutnya. Putri menciumi leher Anita untuk melemahkan Anita. Tapi, ciuman, jilatan, dan cupangan di leher sepertinya tidak berpengaruh ke Anita. Putri langsung berpindah ke telinga Anita. Tubuh dan Anita sedikit bergetar ketika Putri mulai menjilati telinga Anita. Putri langsung fokus menjilati kedua telinga Anita. Anita menggeliat-geliat sambil mendesahkan nama Putri dengan manja karena rasanya 51% geli dan 49% nikmat.

Tangan Anita pun sudah berhenti, tapi tetap menggenggam pantat Putri yang bulat itu karena Putri memang tidak pernah atau lebih tepatnya tidak diperbolehkan memakai cd dan bh oleh Sapto baik mau tidur ataupun aktivitas sehari-hari. Putri mendorong Anita sehingga dari tidur menyamping, kini Anita tidur terlentang, Putri langsung menaiki tubuh Anita. Putri begitu agresif menciumi wajah, kuping, dan leher Anita. Sangat agresif, seperti bukan Putri saja. Sisi liar Putri keluar. Beda sekali dengan sehari-harinya. Mungkin karena biasanya dia yang berada di bawah dan di dominasi Sapto jadi ketika ada kesempatan seperti ini Putri langsung membebaskan sisi agresifnya. Dengan bantuan Anita, Putri melepaskan kaosnya yang baru saja menempel di tubuh Anita. Dengan gemasnya, Putri mencubiti kedua buah payudara Anita. Anita dan Putri malah tertawa kecil. Lalu Putri menarik, mencubit, dan memilin kedua puting Anita. Setelah asyik memainkan kedua puting Anita, Putri melayangkan ciuman demi ciuman ke sekujur payudara Anita.

“mmmm….teeruss Puuthh…”, Anita membelai-belai rambut Putri yang mulai mengemuti kedua putingnya.

“aw..uuhh..uhh…”, lirih Anita. Putri menggigiti kedua puting Anita dengan gemasnya.

Putri menuruni tubuh Anita dan kini dia menjilati pusar Anita. Lalu Putri menarik celana Anita ke bawah dengan mudah karena bagian pinggang celananya terbuat dari karet. Padahal baru saja Anita memakai pakaian, kini dia sudah telanjang lagi. Putri mengusap-usap dan menekan-nekan klitoris Anita dengan ibu jarinya sebelum akhirnya Putri ciumi klitoris Anita berkali-kali membuat tubuh Anita sedikit kejang-kejang. Putri julurkan lidahnya dan ditempelkan ke lubang pantat Anita lalu ditarik lidahnya ke atas sampai klitoris Anita ikut terjilat.

“eemmmhhh !!”, erang Anita setiap kali Putri menyapu belahan bibir vaginanya berulang kali. Putri terlihat tidak kegok ‘berhadapan’ dengan daerah pribadi Anita. Bagaimana tidak, selama pelatihan waktu itu, kakaknya selalu menghidangkan ‘hidangan spesial’nya ke Putri karena Reisha tidak hanya mengajari Putri bagaimana caranya memuaskan pria, tapi juga memuaskan wanita.

Putri melebarkan bibir vagina Anita, Putri selipkan jari telunjuknya masuk ke dalam vagina Anita. Setelah puas mengorek

“Puuuuthhh !!!”, tubuh Anita menegang, kedua kakinya otomatis merapat membuat kepala Putri terjepit di antara paha Anita. Putri dengan tenang menyeruput cairan vagina Anita.

“uuummhhh…yeesshh..Puuth..”, lirih Anita. Putri menggunakan lidahnya untuk mengais-ngais sisa cairan yang mungkin masih ada di liang vagina Anita. Setelah yakin tak ada lagi cairan vagina Anita untuknya, Putri mengangkat kepalanya dan tersenyum ke Anita. Anita membalas senyum Putri. Putri bangun dan tidur di samping Anita yang belum menutup ‘warung’nya. Anita mengatur nafasnya yang belum beraturan. Sementara Putri asik memainkan puting Anita dengan jari-jarinya. Tiba-tiba Anita langsung bangun, mendorong Putri dan langsung naik ke atas Putri yang kini tidur terlentang. Anita mencumbui Putri, bibir Putri diserbu habis-habisan oleh Anita. Dicium, dijilat, dan diemuti Anita. Begitu puas, Anita mencupangi leher Putri dengan ganas. Putri terkekeh-kekeh kegelian dicupangi Anita. Sepertinya Anita ingin ‘balas dendam’ atas yang tadi. Anita menyingkap kaos Putri ke atas dan langsung menikmati kedua buah kembar Putri lagi. Anita membuat celah di antara kedua buah payudara Putri basah karena air liurnya. Anita menurunkan celana Putri dan langsung ‘menyantap’ vagina Putri.

“ooohhh !! heemmhhh !! nngghhh !!!”, ‘nyanyian’ yang keluar dari mulut Putri semakin membakar nafsu Anita untuk membuat Putri orgasme. Matanya terpejam, tubuhnya menggelinjang, desahan-desahan keluar dari mulut mungilnya, Putri mengulum bibirnya sendiri merasakan kenikmatan di bagian bawah tubuhnya. Anita begitu lihai menggunakan jari telunjuk dan lidahnya bergantian untuk mengorek-ngorek vagina Putri. Putri menekan kepala Anita ke selangkangannya. Tak lama kemudian, Putri melenguh panjang dan tubuhnya sedikit melengkung ke atas, tak tahan lagi menerima serbuan lidah Anita di ‘lembah’nya.

“srrppphh…”. Bunyi Anita yang sedang menyeruput cairan Putri sangat kencang. Meskipun ‘lelehan’ vagina Putri sudah habis, Anita tetap mengobok-obok vagina Putri. Putri tidak keberatan Anita tetap berada di selangkangannya karena begitu nikmat terasa. Dan akhirnya, Putri pun kembali merasakan puncak kenikmatannya untuk yang kedua kali.

Anita meluruskan kedua kaki Putri lalu mulai menelanjangi Putri. Kini, 2 gadis cantik itu sama-sama tak berbusana. Begitu putih dan mulus kulit mereka berdua, tak ada lecet sedikit pun di tubuh mereka. Pemandangan yang sangat erotis saat Anita mulai merangkak menaiki tubuh Putri dengan perlahan. Anita menindih tubuh Putri dan mencium bibir Putri. Kedua payudara gadis cantik saling menempel erat. Kedua puting Anita menindih puting Putri. Lalu Anita melepaskan bibirnya dan menggerakkan tubuhnya maju mundur sehingga kedua puting 2 gadis cantik itu saling bergesekkan.

“mmmhhh…”, lirih Putri menikmati sensasi putingnya yang bergesekkan dengan puting Anita. Bagai mendapat mainan baru, Anita mengeksplorasi setiap bagian dari tubuh Putri. Bukan salah Anita jika dia begitu betah mengeksplorasi tubuh Putri karena wajah Putri yang cantik nan imut serta tubuhnya yang putih, sexy, dan mungil itu tentu akan membuat siapa saja ‘gemas’ melihatnya apalagi sudah telanjang seperti sekarang. Meski malam ini vaginanya tidak ‘ditusuk’, sama saja seperti malam-malam sebelumnya bersama Sapto, Putri merasa sangat kelelahan karena Anita rajin sekali membuatnya orgasme terus menerus. Sekitar jam 23.23, Anita dan Putri sudah sama-sama kelelahan. Mereka berdua pun tidur dengan saling berpelukan untuk saling menghangatkan karena mereka berdua terlalu lelah untuk memakai pakaian mereka lagi. Keesokan paginya, Putri bangun lebih dulu daripada Anita karena dia sudah terbiasa bangun pagi setelah melayani Sapto semalaman untuk menyiapkan sarapan. Tangan Anita masih memeluk tubuh Putri. Putri mengangkat tangan Anita perlahan sambil bangun dari tempat tidur. Putri memungut dan mengenakan pakaiannya kembali lalu menuju dapur. Dia menyiapkan sarapan. Saat sedang memasak telur, tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang.

“halo non…”, kata Sapto sambil menciumi tengkuk leher Putri.

“eh…Mang..udah pulang…”, Putri langsung tahu kalau orang yang memeluknya adalah Sapto karena cuma Sapto yang berani langsung memeluknya seperti ini.

Putri mulai ‘terganggu’ dengan ciuman bertubi-tubi dari Sapto di tengkuk lehernya.

“non…tau aja Mang Sapto mau pulang jam segini…dibikinin sarapan..hehe”, Sapto berhenti menciumi tengkuk leher Putri dan menaruh dagunya di pundak kanan Putri sambil tetap melingkarkan tangannya di pinggang Putri dari belakang seperti suami yang sedang menemani istrinya memasak di dapur.

“yee…ini bukan buat Mang Sapto…”, ledek Putri.

“lho? terus buat siapa? buat non sendiri?”.

“iya…ama buat temen Putri…”.

“temen non? mana?”.

“masih tidur di kamar Putri, Mang…”.

“jadi non…tidur bareng ama temen non itu?”, tanya Sapto mulai cemburu.

“iya Mang…emang kenapa?”, pancing Putri.

“…”.

“hihi…Mang cemburu ya? tenang aja Mang…temen Putri cewek kok…”.

“oh…kirain cowok…”.

“iya Mang…si Anita yang waktu itu Putri ceritain…”.

“Anita? salah satu dari genk cewek yang udah ngerjain non?”.

“iya Mang…Anita yang itu…”.

“kok non Putri ngebolehin dia nginep?”.

“iya abisnya Mang kan gak pulang…Putri kan paling takut di rumah sendirian…dan kebetulan dia dateng..”.

“tapi bukannya non benci banget ama dia?”, tangan Sapto pun menampung kedua buah payudara Putri.

“iya…tadinya Putri udah mau ngusir dia..tapi Mang…ternyata dia yang nolongin Putri waktu itu…”.

“oh si Anita itu yang nolongin non Putri…wah…berarti Mang mesti ngucapin terima kasih ke dia juga…”.

“emang kenapa Mang?”.

“ya kalau non Putri gak ditolongin…Mang Sapto gak bisa kayak sekarang…hehe…”.

“dasar…mendingan bantuin Putri nyiapin sarapan buat kita…”.

“oke non…”.

“Mang..ntar kalau ada dia…Mang jangan deketin Putri ya…soalnya dia taunya Mang Sapto itu pembantu Putri…”.

“yah non…Mang Sapto kan sengaja pulang secepet mungkin soalnya udah kangen…”.

“ya abisnya gimana donk…selama dia belum pulang doang Mang…”.

“yah…yaudah deh…”, Sapto menghela nafas, nafsunya menyetubuhi Putri terpaksa harus di-pending dulu.

“tenang aja Mang…ntar sore Putri suruh pulang…”.

“oke non..”.

“tapi maap lagi nih Mang…Mang Sapto gak bisa sarapan bareng ama Putri”.

“o yaudah…gak apa-apa non…Mang Sapto makan di kamar Mang Sapto aja…”.

“tar kalo udahan…Putri ke kamar Mang Sapto deh…”.

“oke…Mang Sapto tunggu ya non…”. Sapto pun membawa sarapannya ke kamarnya. Tak lama kemudian, Anita datang dengan muka yang sudah segar.

“ayo kak Anita sarapan…”.

“oke Put…oh iya..manggil gue Nita aja…gak usah pake kak…”.

“iya ka…eh…Nit..”.

“nah gitu…”. Mereka berdua pun sarapan dengan lahap karena mereka lapar sekali.

“gue aja Put..”.

“gak apa-apa…lo kan tamu…eh maap…”.

“gak apa-apa Put..pake gue lo aja biar lebih akrab…tapi beneran gak apa-apa lo yang cuci piring, Put?”.

“iya…gak apa-apa…”.

“nggak…gue mau bantuin…”.

“yaudah…”.

“Put…gue mau mandi ya…”, kata Anita setelah selesai mencuci piring.

“oke…”. Putri pun langsung berjalan menuju kamar Sapto.

“tok…tok…”.

“ya masuk…”.

“udah di makan belom Mang?”. 





“udah non..tinggal dikit lagi…”.

“sini…”.

Putri duduk di samping Sapto dan mengambil piring Sapto. Putri menyuapi Sapto dengan penuh kelembutan. Benar-benar seperti pasangan suami istri yang sedang mesra-mesranya. Sapto dan Putri terlihat begitu serasi meski keduanya berbeda jauh satu sama lain. Putri, seorang gadis cantik dan kaya. Sedangkan Sapto hanyalah pembantu yang tidak tampan. Tapi, sejak peristiwa Sapto menangkap basah Putri sedang masturbasi, kini keduanya tidak bisa terpisahkan. Hubungan fisik yang mereka lakukan setiap hari menambah kemesraan mereka.

“enak gak Mang?”.

“enak non…non yang bikin sih..jadi enak..hehe..”.

“alah..Mang Sapto bisa aja…”. Sapto merapat ke Putri, dia merangkul Putri dan mengarahkan wajah Putri ke arahnya.

“hhmm…cccpphhh…ccpphh…”. Mereka berdua bercumbu.

Tangan Sapto pun langsung menggerayangi payudara kiri Putri. Diremas-remasnya payudara Putri yang sangat empuk itu dengan lembut. Sapto tidak bisa lagi menahan hasratnya untuk menikmati tubuh Putri. Dan Putri pun tidak kuasa menahan rangsangan dari Sapto. Tubuhnya sudah terlalu terbiasa menerima rangsangan dari Sapto sehingga dia tidak bisa menolak Sapto yang mulai menjamahnya. Lidah mereka sudah saling mengait dan saling membelit.

Tangan Sapto menyusup ke dalam kaos Putri. Sapto putar ke kanan kiri kedua puting Putri bergantian seperti sedang mencari frekuensi radio lalu dia memelintir dan memilin-milin kedua puting Putri menambah sensasi nikmat yang dirasakan Putri. Puas ‘men-setting’ payudara Putri, tangan Sapto pun merayap turun dan kini menyusup masuk ke dalam celana tidur Putri. Sapto mengelus-elus daerah pribadi Putri itu. Meski namanya daerah pribadi, tapi kini daerah Putri yang itu sudah tidak pribadi lagi karena Sapto sudah mempunyai izin 24 jam dari sang pemiliknya. Sapto pun melepaskan bibir Putri, Putri memeluk Sapto dengan erat sambil merasakan kenikmatan yang sedang melanda selangkangannya.

“mmhhh…Maangg…terusshh !!”, desah Putri pelan. Mendengar desahan Putri, Sapto pun semakin semangat mengobel-ngobel vagina Putri.

Dekapan Putri semakin kencang dan lenguhan panjang keluar dari mulutnya. Sapto mengeluarkan tangannya yang basah dari celana Putri. Sapto menarik kaos Putri ke atas dan Putri pun meluruskan kedua tangannya ke atas. Sapto pun langsung menyusu ke Putri. Sapto mengenyoti kedua puting Putri bergantian dengan sangat kuat. Puas menyusu, Sapto jongkok di hadapan Putri setelah membuka bajunya sendiri. Sapto menarik celana Putri, sudah tak sabar ingin melihat ‘tempat’ favoritnya.

“eits…”, Putri meledek Sapto dengan merapatkan kedua pahanya seolah tak mengizinkan Sapto. Sapto tersenyum melihat tingkah Putri karena gemas. Sapto menciumi kedua lutut Putri, kedua tangannya merayap maju ke paha Putri. Sapto mengelus-elus pangkal paha Putri.

“ayo dong non…buka..”, rayu Sapto.

“iya Mang iya…”. Putri pun melebarkan kedua pahanya, membuka ‘toko’nya untuk pelanggan setianya, Sapto. Semerbak harum langsung tercium oleh Sapto.

Sapto hapal betul dengan aroma ini, hanya satu yang wanginya seperti. Tentu saja, sumbernya dari daerah kewanitaan gadis cantik yang mengangkang lebar di depannya. Sapto diam sejenak mengagumi keindahan kelamin Putri. Begitu terawat, dan bentuk serta warnanya yang agak kemerah-merahan begitu menggunggah selera. Sapto pun mendekatkan hidungnya ke vagina Putri.

“non..tumben…biasanya punya non..wangi banget…kok sekarang gak terlalu wangi?”.

“ya kan Putri belum mandi…jadi Mang Sapto gak mau nih…”, ledek Putri pura-pura menutupi vaginanya dengan tangannya.

“eh jangan non…siapa bilang Mang Sapto gak mau..hehe…”, ujar Sapto menyingkirkan tangan Putri dan langsung menyerbu selangkangan Putri.

Putri hanya bisa mendesah dan melirih keenakan. Lidah Sapto bergerak begitu tepat memberikan kenikmatan untuk Putri karena Sapto sudah hapal betul seluk beluk liang vagina Putri dan di bagian mana harus dijilatnya sehingga tak butuh lama bagi Putri mencapai puncak kenikmatannya. Meski tak seharum seperti biasanya, Sapto tetap betah berlama-lama berada di selangkangan Putri. Putri pun sampai 3x orgasme karena Sapto terus menerus ‘menyerbu’ vaginanya.

“OOUUHH !!! MAANNGGHHH !!!”, lenguh Putri lagi mendapatkan orgasmenya untuk yang keempat kali. Setelah ‘menguras’ vagina Putri sebanyak 4 kali, Sapto pun akhirnya berhenti. Tapi, kepala Sapto tetap berada di antara kedua paha Putri, tak mau pergi dari sana.

“hehe..maap ya non…Mang Sapto kangen banget ama non soalnya..”, kata Sapto sambil mengelus-elus paha Putri yang sangat halus.

“iya Mang…gak apa-apa…”, jawab Putri pelan. Sapto tersenyum mendengar jawaban Putri, dia bangun dan membuka celananya sendiri, kini dia hanya tinggal memakai kolor saja. Sapto duduk di sebelah Putri.

“non…gantian dong…hehe…”.

“iya Mang…”. Kini, Putri sudah berdiri di depan Sapto. Sapto menarik pinggang Putri dan menciumi perut Putri yang rata itu.

“kenapa, Mang? kok perut Putri diciumin?”, tanya Putri tersenyum sambil mengelus-elus kepala Sapto.

“nggak non…Mang Sapto pengen nanya…kalo misalnya non Reisha ngebolehin Mang Sapto bikin non Putri hamil..non Putri mau gak sih?”.

“mau Mang…mau banget malah..hehe..”.

“ah yang bener non ?!”.

“iya Mang…beneran…”.

“makasi ya non…”.

Sapto meremas-remas pantat Putri dan membenamkan wajahnya ke perut Putri.

“ayo non..”. Putri pun langsung jongkok di depan Sapto. Sapto membuka kedua pahanya lebar-lebar.

“ih…pasti punya Mang Sapto bau nih…”, canda Putri sambil mengelus-elus tonjolan yang timbul di celana Sapto.

“iya non..dari kemaren Mang Sapto kan gak ganti kolor…”.

“iiih…Mang Sapto jorok…”.

“hehe…makanya non…bersihin punya Mang Sapto ya…hehe…”.

“Putri siap melayani Anda…hihi…”. Kedua tangan Putri menyusup melalui kedua sisi lubang dari celana Sapto. Putri pun akhirnya menemukan ‘kunci’ Sapto.

“aduh…tangan non Putri makin halus aja ya..”.

“hehe…bisa aja Mang Sapto…”. Putri meremas-remas dan memijit-mijit penis Sapto dengan lembut dan penuh perasaan.

Sapto tersenyum ke arah Putri. Putri semakin telaten ‘memelihara’ burungnya. Tahu cara memijit penis dengan benar. Putri mengeluarkan kedua tangannya dan mengendus-endus kedua tangannya.

“tuh kan…punya Mang Sapto bau ih…”.

“bau sih bau…tapi non Putri suka kan?”, ledek Sapto.

“ih..Mang Sapto…”. Putri memukul pelan tonjolan celana Sapto.

“aww…sakit non…”.

“hehe…maap..maap…”. Putri menciumi tonjolan Sapto.

“gimana, Mang? udah gak sakit kan?”.

“iya non…hehe…”. Putri menarik celana kolor Sapto. Kini, dua-duanya sama telanjang bulat. Putri memandangi penis Sapto yang sudah mengacung ke arahnya. Penis yang selama ini sudah sangat sering mengait vaginanya. Di mata Putri, penis Sapto sudah terlihat bagai ‘kunci’. Kunci untuk daerah kewanitaannya. Putri mendekatkan wajahnya ke selangkangan Sapto. Putri menjilati kedua pangkal paha Sapto serta daerah ‘berambut’ Sapto. Lidah Putri bergerak menyibak bulu kemaluan Sapto sampai daerah itu benar-benar basah kuyup oleh air liur Putri.

Putri lebarkan lagi kedua paha Sapto sehingga dia semakin jelas melihat kantung buah zakar Sapto yang menggantung. Putri menciumi kantung zakar yang keriput itu dengan mesra sambil mengocok batang penis Sapto. Tidak ada rasa jijik bagi Putri, sudah biasa baginya berhadapan dengan ‘tongkat’ ini karena setiap harinya Sapto selalu menyuguhkan batangnya ke Putri.

“aduh non…enak non…hehe..terus non…”. Lidah Putri bergerak menyapu setiap inci dari pangkal paha dan kantung buah zakar Sapto. Putri memberi kecupan-kecupan mesra di sekujur batang penis Sapto mulai dari pucuk sampai ke pangkal penis Sapto seolah-olah Putri ingin menunjukkan kalau dia begitu ‘menyayangi’ batang yang sedang ada di hadapannya, batang yang sudah membuat Putri bertekuk lutut sampai Putri jadi merasa ada yang kurang jika sehari saja tak bertemu dengan Sapto dan ‘peliharaan’nya.

“rrr…mhh…”, Sapto bergetar saat Putri ‘mengulik’ lubang kencingnya.

“duh non…udaah non…”, Sapto sampai minta ampun karena Putri terus ‘mengulik’ lubang kencingnya.

“kenapa, Mang ? bukannya enak ?”.

“iya non…tapi kalo terus-terusan…ngilu juga…”.

“maap ya Mang…Putri gak tau…”. Untuk menebus kesalahannya, Putri mulai mengemuti ‘topi’ merah muda Sapto.

“mm…”. Tubuh Sapto menggelinjang keenakan. Putri membuka mulut mungilnya lebar-lebar. Dia memajukan kepalanya sendiri sampai bibir atasnya menyentuh rambut kemaluan Sapto dan langsung menutup rapat-rapat mulutnya untuk mengunci posisi penis Sapto yang ada di dalam mulutnya. Putri mendongak ke atas dan tersenyum. Sapto membalas sambil membelai rambutnya. Sapto tertawa kecil dalam hati melihat Putri seperti ikan yang tersangkut di ‘kail’. Putri memulai tugasnya dengan begitu bersemangat. Kepalanya maju mundur dengan cepat untuk memberi kocokan yang sesuai dengan selera Sapto di penisnya. Dan kadang Putri dengan gemasnya menggelitik lubang kencing Sapto lagi. Tangan kanan Putri begitu aktif meremas-remas zakar Sapto dengan lembut. Sapto mengangkat tangan kiri Putri ke atas dan dikulumnya jari-jari Putri satu per satu serta menjilati telapak dan punggung tangan Putri. Sapto memang sangat mengagumi keindahan tubuh Putri, meski kini setiap hari dia bisa merengkuh kenikmatan dari tubuh Putri dengan mudah, tapi Sapto tidak pernah ada rasa bosan bahkan dia semakin tergila-gila melihat tubuh Putri yang begitu putih, mulus, dan halus. Saking tergila-gilanya, Sapto pun sering mengulumi jari-jari kaki Putri meski Putri baru saja seharian memakai sepatu setelah pulang sekolah.

Awalnya, Putri tidak enak juga Sapto mengulumi dan menjilati kedua kakinya, tapi lama kelamaan Putri mulai terbiasa dan senang mengetahui kalau Sapto tidak hanya memuja bagian tertentu saja dari tubuhnya melainkan seluruh tubuhnya. Tentu, banyak lelaki yang ingin menjadi Sapto saat ini. Duduk santai dan hanya tinggal membuka pahanya dan membiarkan seorang gadis cantik yang bekerja ‘membersihkan’ selangkangannya. Putri terlihat begitu menikmati ‘sosis’ berurat milik Sapto dengan sepenuh hati.

“mmhh…nonhh….”. Zakar Sapto telah memproduksi ‘tinta putih’ dan menyalurkannya menuju ke lubang keluarnya. Putri pun bisa merasakan penis Sapto yang mulai berdenyut-denyut di dalam mulutnya. Putri pun semakin aktif menghisap dan mengulum kuat-kuat.

“eeeehhh…UUUHHH NONNNHH !!!”, erang Sapto tak bisa menahan lagi keinginan ‘ular’nya untuk muntah padahal dia masih ingin berlama-lama merasakan nikmatnya permainan lidah Putri. Putri dengan sigap menampung semua sperma Sapto dan sedikit meremas zakar Sapto untuk ‘menguras’ penis Sapto. Putri masih asik mengemuti kepala penis Sapto.

“Putri ! Putri !”.

“waduh..Anita udahan mandinya…”, Putri panik mencari baju dan celananya.

“ini bajunya non…”. Putri langsung memakai baju dan celananya dan bergegas keluar kamar Sapto.

“eh disini lo Put…”. Putri berpura-pura keluar dari kamar mandi dekat dapur.

“udahan mandinya, Nit?”.

“udah…”. Putri berbicara agak jauh dari Anita sambil sedikit menutup mulutnya.

Putri tahu mulutnya pasti masih kental dengan aroma sperma dan takut tercium Anita.

“Put..gue balik ya…”.

“oh..lo mau balik? yaudah…”.

“ati-ati ya Nit…”.

“iya, Put…”. Putri berdiri di ambang pintu rumahnya.

“non…lanjutin yang tadi yuk…”, kata Sapto berbisik di telinga Putri dari belakang.

----------

“ayo…siapa takut…”. Semenjak kejadian itu, Anita dan Putri semakin hari semakin akrab. Tapi, mereka berdua sepakat jika di sekolah, mereka biasa-biasa saja. Anita sering main dan menginap di rumah Putri. Sapto merasa terganggu karena tak bisa berduaan bersama Putri dengan bebas, akhirnya Putri pun melarang Anita main ke rumahnya kecuali hari Minggu.

“Nit…lo beneran mao jadi anak buah gue ‘n bales dendam ke Nadya ‘n Renata?”.

“iya, Put…”.

“oke kalo gitu lo besok ke sekolah gak pake cd ‘n bh..”.

“tapi, Put…”. Anita merasa cemas juga, dulu Renata dan Nadya tidak menyuruhnya ke sekolah tanpa cd dan bh karena waktu itu Renata dan Nadya baru kelas 2 sehingga mereka belum terlalu kejam seperti sekarang.

“gak ada tapi-tapian..lo mesti nurutin gue…”.

Keesokan harinya, Anita menuruti perintah Putri. Anita tak pernah merasa sangat ‘terbuka’ seperti ini. Daerah pribadinya dengan dunia luar hanya dipisahkan oleh rok abu-abunya yang mini itu. Anita selalu merasa ada yang memperhatikan selangkangannya dan semua orang mengetahui kalau dia tidak memakai celana dalam. Anita jadi mengerti perasaan Putri sewaktu pertama kali di suruh begini. Dag dig dug sekaligus merasa sangat terekspos yang Anita rasakan, tapi Anita juga merasakan perasaan menggelitik seperti terangsang jika berpikir siapa saja, dimana saja, dan kapan saja seseorang bisa tahu dia tidak memakai celana dalam dan bisa menyusupkan tangan ke dalam roknya dan memainkan ‘surga kecil’nya. Anita sering menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghilangkan fantasinya itu karena vaginanya terasa lembap dan ada sedikit cairan terasa meleleh keluar dari sela-sela bibir vaginanya.

“Nit…gue tunggu di gerbang ya…”. Seperti mendapat perintah dari bos, Anita yang tadi di dalam wc bergegas keluar menuju gerbang.

Saat Anita keluar dari kamar mandi dan berbelok ternyata ada 2 cowok sehingga tabrakan pun tak dapat dihindari. Anita jatuh ke belakang.

“aduuhh…”.

“ma..maa…”. 2 cowok itu terbelalak melihat pemandangan yang ada di depan mereka. Anita jatuh ke belakang dan kakinya terbuka lebar sehingga roknya terangkat ke atas dan memperlihatkan isinya yang indah. Anita langsung sadar dan bangun. Dia langsung berlari ke gerbang dengan muka memerah sementara dua cowok itu masih terbengong tak percaya dengan apa yang baru saja mereka saksikan. Putri hanya tersenyum saja melihat Anita yang malu dan langsung masuk ke dalam mobil.

“gimana? enak jadi gue?”.

“mm…”. Putri duduk di sebelah Anita dan menyingkap rok Anita.

“wah..lo horny ya Nit..gak pake cd ke sekolah?”, ejek Putri.

“…”.

“ok Nit..mulai sekarang lo ke sekolah kayak gini terus…”.

“mmhh…”. Putri mulai mengelus-elus vagina Anita dengan lembut.

“mulai sekarang…gue bos lo..lo harus nurutin gue…”.

“ii..yaa..hh…”.

“V lo punya gue…mau gue apain aja..terserah gue..ok?”.

“oo..keehh Puut..”. Tiba-tiba pintu mobil terbuka, dan Anita merasa belaian lain. Beda dengan tangan Putri yang halus, kali ini tangan satu lagi agak kasar. Anita melihat ke arah kanan. Pandangan matanya tajam menatap Sapto seolah tak rela Sapto ikut membelai vaginanya. Tapi, Anita tidak bisa menghentikannya karena belaian Sapto begitu tepat mengenai daerah-daerah yang paling nikmat di selangkangannya sementara Putri sudah berhenti.

“oh ya Nit…bukan cuma gue yang punya V lo…tapi Mang Sapto juga…terserah dia mau ngapain…”.

“mm..hh…”, Anita mengangguk pelan.

“hhhnnn !!!”, lenguh Anita setelah beberapa menit Sapto memainkan vaginanya.

Usai membuat Anita orgasme, Sapto duduk di kursi pengemudi dan mengemudikan mobil. Putri pun senang, Anita kini menjadi bonekanya. Putri sering memanggil Anita ke wc hanya untuk memainkan vaginanya. Anehnya, Anita malah senang dikuasai Putri dan melakukan semua perintah Putri dengan senang hati. Karena Putri sudah yakin, Putri tidak memberikan hukuman apa-apa lagi ke Anita, status mereka kini malah seperti adik kakak. Putri pun membuka rahasianya ke Anita soal hubungannya dengan Sapto. Dan tentu saja Sapto yang beruntung, Anita malah tertarik ingin bergabung ke percintaan Putri dengan Sapto.

“gimana, Put? udah kamu lakuin rencana kakak?”.

“udah kak…berhasil..sekarang si Anita udah jadi anak buah Putri…malah katanya dia pengen bantuin bales dendam ke Renata ‘n Nadya, kak..”.

“wah bagus itu…kamu bisa manfaatin Anita…jadiin dia boneka kamu…buat ngerjain Nadya ‘n Renata…”.

“mm..bener juga..”.

“ok…target kita selanjutnya Nadya…begini….”. Putri mendengarkan semua perkataan Reisha lewat telpon dengan seksama.

“gimana? jelas, Put?”.

“oh gitu ya, kak..jadi Putri harus punya rekaman video buat jaminan…”.

“iya..biar kamu aman..”.

“ok, kak…”.

“Mang Sapto mana?”.

“nih…lagi tiduran di paha Putri…”.

“halo non Reisha…”.

“Mang Sapto…lagi tidur di pahanya Putri ya?”.

“iya non…malah non Putri gak pake celana..padahal Mang Sapto suruh pake celana…”.

“boong…Putri gak dibolehin pake celana ama Mang Sapto…”, teriak Putri. Mereka bertiga bercengkrama lewat telpon. Sambil terus berbicara dengan Reisha, Sapto memiringkan tubuhnya sehingga wajahnya menghadap ke perut Putri. Putri menonton tv dengan biasa seperti tidak ada apa-apa karena dia sudah terbiasa dengan ‘kehadiran’ Sapto di selangkangannya.

“bos..film kedua udah selesai..”, Anita berbicara lewat telpon.

“bagus…sekarang lo ke rumah gue…”.

“ok bos…”. Dalam waktu singkat, Anita sampai di rumah Putri. Kini, Nadya sudah berada di genggaman Putri. Putri dan Anita mengerjai Nadya terus sampai akhirnya Nadya melaporkan Anita ke polisi.

“tenang saja nona Nadya…kami akan tahan Anita ini..”.

“makasih, Pak…MAMPUS LO, NIT !!”. Begitu mobil Nadya sudah menjauh dari kantor polisi itu, borgol yang membelenggu kedua tangan Anita dilepaskan.

“makasih ya, Pak Bambang…”.

“iya neng Anita…untung aja si Nadya itu lapornya ke sini…”.

“iya…Anita juga gak nyangka kalo si Nadya itu berani lapor polisi…liat aja nanti…”.

“nah neng Anita…mana nih ucapan terima kasihnya?”, bisik Untung memeluk Anita dari belakang dan mengelus-elus paha Anita.

“iya..Pak Untung..tenang aja…ada kok ucapan terima kasihnya…”, balas Anita manja.

“bapak juga dapet kan?”, tanya Bambang mendekati Anita yang sedang dipeluk Untung.

“iya…”. Untung mengangkat rok Anita ke atas, Bambang jongkok dan memperhatikan vagina Anita yang sangat bersih dan harum.

“ini ya ucapan terima kasihnya?”, tanya Bambang mengelus belahan bibir vagina Anita.

“iya..Anita cuma punya ini…”. Bambang dan Untung pun bekerja sama menelanjangi Anita, mereka sudah tak sabar ingin menerima ‘balas budi’ Anita.

“oh iya Pak…Pak Alex, Jody, Udin, ‘n Pak Jamal dibebasin juga kan?”.

“kenapa, neng? kok dibebasin juga? neng Anita kan gak kenal banget ama mereka?”, jawab Bambang sambil melepaskan kaos kaki Anita, satu-satunya yang masih menempel di tubuh Anita.

“ya tapi…kasihan kan…”.

“yaudah neng…tenang aja…ntar mereka dibebasin kok…”. Untung sudah meremas-remas kedua buah payudara Anita, sepertinya dia sudah tidak sabar ingin mendengar lenguhan, rintihan, dan desahan manja keluar dari mulut Anita.

“nah ini baru neng Anita yang kita kenal…hehe…”, komentar Bambang setelah berdiri dan memandangi Anita yang sudah telanjang, tak ada satu pun yang menempel di tubuhnya kecuali kalungnya. Mereka berdua langsung ‘menggiring’ Anita ke kamar yang biasa digunakan untuk istirahat sebentar di kantor polisi itu. Kedua polisi itu pun bisa menikmati ‘hadiah’ mereka tanpa diundi lagi.

“halo, Nit…”.

“haa..ha..loo…”.

“gimana, Nit…lo udah bebas kan?”.

“i..iyaa..”.

“bagus deh…gue takut aja lo kenapa-kenapa…”.

“mmhhh…”.

“lo kenapa sih?”.

“i…iniii…Paakk..Bambanghh..eemmhhh…”. Putri langsung mengerti.

“oh…yaudah deh…ntar gue telpon lagi…tuuut..”.

“gimana si neng Anita, non?”.

“udah bebas…kayaknya sekarang lagi ngelayanin Pak Bambang…”.

“oh..”.

Setelah menaruh hpnya di meja samping tempat tidur, Putri kembali menyenderkan kepalanya ke bahu kanan Sapto karena tadi mereka berdua sedang asik menonton tv.

“awas aja Nadya…ntar kita kerjain ya Mang…”.

“iya non…tunggu tanggal mainnya..”, balas Sapto sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua sampai pinggang. Sambil terus menonton, tangan Sapto menyelinap ke dalam selimut lalu menuntun tangan kiri Putri ke ‘tongkat’ penakluk wanita miliknya, ‘tongkat’ yang telah merubah nasib Sapto dari pembantu biasa menjadi seperti raja dengan 3 permaisuri cantik yang rela kapan saja melayaninya di atas ranjang karena telah membuat Reisha, Putri, dan kini Anita bertekuk lutut kepadanya. Tanpa basa-basi, Putri mulai memijat, mengocok, dan mengelus-elus benda tumpul kebanggaan Sapto itu. Setelah menuntun tangan Putri, Sapto menaruh tangan kanannya di paha kiri Putri.

“eh..tangannya ngapain?”, ujar Putri sambil tetap serius menonton tv seperti tidak terjadi apa-apa padahal tangan Sapto semakin aktif ‘bergerilya’ di daerah selangkangannya.

“hehe…iseng non…”.

“mmhh..”, desah Putri pelan. Konsentrasinya mulai terganggu. Putri langsung bangun dan mereka berdua saling bertatapan. Tangan Putri dan Sapto masih berada di alat kelamin satu sama lain. Vagina Putri terasa panas dan lembab kembali. Dan penis Sapto sudah kembali keras dan kekar, mengacung tegak. Artinya, ‘roket’ Sapto sudah siap mendarat lagi di ‘pangkalan’nya yaitu liang vagina Putri. Sapto memberi isyarat dengan mengangguk. Putri mengulum bibir bawahnya dan mengangguk seperti malu-malu mengakui kalau dia sudah siap untuk ronde kedua. Malam itu, meski mereka terpisah jarak dan tempat yang jauh, kedua gadis cantik itu, Putri dan Anita, sama-sama sedang ‘sibuk’. Putri sibuk bercinta dengan penuh gairah bersama Sapto, sedangkan Anita sibuk melayani Bambang dan Untung sebagai ucapan terima kasihnya. 2 minggu telah berlalu, hubungan Anita, Putri, dan Sapto semakin dekat akibat ‘kontak fisik’ yang sering mereka lakukan.

“Anita?!”, Nadya kaget melihat Anita berada di ujung meja makan.

“anjrit Nad !! demen juga lo dikeroyok?? hahaha…”, teman-temannya menertawakan Nadya. Nadya malu setengah mati, wajahnya merah seperti tomat. Nadya langsung berlari keluar dan berlari menuju ke parkiran.

“Putri?!”. Putri berdiri menyender ke mobil Nadya sambil tersenyum.

“udah gue bilang kan Nad…kalo lo macem-macem bakal gue sebar tuh filem lo…”. Nadya menengok ke belakang, Anita yang berbicara sambil berjalan ke arahnya.

“enak Nad? gue permaluin lo di depan temen-temen lo?”.

“gue sama Anita udah bikin vcd bokep lo…’n video bokep lo bakal kesebar…dan yang pasti ortu lo yang bakal dapet pertama…”.

“pleaassee Put…jangan Put..tolong Put…gue gak bakal macem-macem lagi…”, pinta Nadya sambil menangis dan memeluk kaki Putri.

“oke…sekarang buka baju lo !!”, teriak Anita sedangkan Putri hanya diam saja. Dengan pasrah, Nadya melepas gaunnya sendiri dan pakaian dalamnya. Nadya merasakan dinginnya malam dengan tubuhnya yang sudah tak tertutup apa-apa lagi.

“mana kunci mobil lo?”.

“sekarang lo masuk mobil…”.

“duduk di tengah !!”, tambah Anita.

“tunggu…”.

Nadya pasrah saja menuruti semua perintah Anita dan Putri dan duduk di kursi tengah mobilnya sendiri tanpa busana. Lalu secara serempak, 4 pintu mobil Nadya terbuka. 4 lelaki masuk dan duduk. Nadya kaget saat melihat wajah keempat pria itu. Alex, Jody, Udin, dan Jamal.

“halo neng Nadya…”. Nadya refleks merapatkan pahanya dan menutupi payudara serta vaginanya dengan kedua tangannya.

“kenapa sih neng Nadya pake ngelaporin kita ke polisi segala? bukannya neng demen maen ama kita? HAHAHA !!”, ledek Jody yang duduk di jok depan.

“tau neng…awas kita bales…nanti kita sodomi terus ampe neng Nadya gak bisa jalan…”.

“SETUJU !!”, teriak Alex dan Jamal yang duduk di samping kanan dan kiri Nadya. Mereka berdua menarik dan memasukkan tangan Nadya ke celana mereka masing-masing. Alex dan Jamal menahan tangan Nadya agar tetap di dalam celana mereka sementara mereka melebarkan kedua kaki Nadya.

Jody menengok ke belakang dan mengulurkan tangannya ke selangkangan Nadya. Nadya hanya bisa pasrah saja, vaginanya menjadi ‘tempat kobokan’ Alex, Jody, dan Jamal.

“nah Pak Alex..Pak Jody..Pak Jamal sama Pak Udin…boleh bawa Nadya kemana aja selama 2 minggu…”.

“kemana aja neng?”, tanya Jody.

“iya kemana aja…terserah..jadi bapak-bapak bisa bales dendam ke cewek belagu ini…”.

“gimana kalo 4 minggu aja neng…biar satu orang satu minggu jatahnya..hehe…”.

“yaudah terserah aja…asal jangan ampe ada lecet di badannya dia…’n dia harus minum ini terus…”.

“apaan nih neng?”.

“obat anti hamil…biar bapak-bapak bisa keluar di dalem rahimnya dia…”.

“yah…tapi kan seru kalo ampe neng Nadya hamil gara-gara kita berempat…”.

“perintahnya Putri begitu…”.

“oh..oke deh…”. Mobil Nadya pun menjauh dari parkiran itu. Putri dan Anita masuk ke dalam mobil Putri. Sapto langsung mengendarai mobil menjauh. Tak lama jalan, Anita dan Putri duduk semakin mendekat. Dekat, dekat, dan akhirnya mereka berciuman.

Tangan Anita pun langsung menggerayangi tubuh Putri. Tidak Anita, tidak Sapto, keduanya sama-sama mudah terpancing nafsu jika berada di dekat Putri. Keduanya saling melucuti pakaian satu sama lain. Begitu Anita melepas celana Putri, Sapto yang sudah terganggu konsentrasinya sedari tadi langsung mengendus-endus aroma yang muncul. Sapto dan batang kejantanannya sudah hafal aroma ini, apalagi penis Sapto seperti langsung bereaksi dan bangun dari tidurnya.

“aduh…curang nih…masa Mang Sapto nyetir…non Putri sama neng Anita asik di belakang…”.

“tenang aja Mang…sampe rumah…kita keroyok deh..”.

“wah asik…hehe…”.

sumber : www.meremmelek.net

No comments:

Post a Comment