Saya seorang pemain bola di kesebelasan tempat tinggal saya. Karena
terjadi tabrakan dengan teman, kaki saya mengalami patah tulang ringan.
Dan saya harus dirawat di rumah sakit. Saya berada di kamar kelas VIP.
Jadi saya bebas untuk melakukan apa saja. Saya sebetulnya sudah sehat,
tetapi masih belum boleh meninggalkan rumah sakit. Makanya saya bosan
tinggal disitu.
Pada pagi hari ketika saya sedang tidur, saya terkejut pada saat
dibangunkan oleh seorang suster. Gila..! Suster yang satu ini cantik
sekali.
“Mas Sony udah bangun ya..? Gimana tadi malam, mimpi indah..?” katanya.
“Ya Sus, indah sekali. Saya lagi bercinta dengan cewek cantik berbaju putih Sus..? Dan mukanya mirip Suster lho..!” kata saya menggodanya.
“Ah.. Mas Sony ini bisa aja.., habis ini mas mandi ya..?” katanya lembut.
Lalu dia membawa handuk kecil, sabun, wash lap, dan ember kecil. Suster itu mulai menyingkap selimut yang saya pakai, serta melipatnya di dekat kaki saya. Terbuka sudah seluruh tubuh telanjang saya. Saya dengan sengaja tadi melepaskan semua baju dan celana saya. Ketika dia melihat daerah di sekitar kemalua saya, terkejut dia, karena ukuran kelamin saya serta kepalanya yang di luar normal. Sangat besar, mirip helm tentara NAZI dulu.
“Mas Sony udah bangun ya..? Gimana tadi malam, mimpi indah..?” katanya.
“Ya Sus, indah sekali. Saya lagi bercinta dengan cewek cantik berbaju putih Sus..? Dan mukanya mirip Suster lho..!” kata saya menggodanya.
“Ah.. Mas Sony ini bisa aja.., habis ini mas mandi ya..?” katanya lembut.
Lalu dia membawa handuk kecil, sabun, wash lap, dan ember kecil. Suster itu mulai menyingkap selimut yang saya pakai, serta melipatnya di dekat kaki saya. Terbuka sudah seluruh tubuh telanjang saya. Saya dengan sengaja tadi melepaskan semua baju dan celana saya. Ketika dia melihat daerah di sekitar kemalua saya, terkejut dia, karena ukuran kelamin saya serta kepalanya yang di luar normal. Sangat besar, mirip helm tentara NAZI dulu.
Lalu dia mengambil wash lap dan sabun.
“Sus… jangan pake wash lap.., geli… saya nggak biasa. Pakai tangan suster yang indah itu saja…” kata saya memancingnya.
Suster itu mulai dengan tanganku. Dibasuh dan disabuninya seluruh tangan saya. Usapannya lembut sekali. Sambil dimandikan, saya pandangi wajahnya, dadanya, cukup besar juga kalau saya lihat. Orangnya putih mulus, tangannya lembut. Selesai dengan yang kiri, sekarang ganti tangan kanan. Dan seterusnya ke leher dan dada. Terus diusapnya tubuh saya, sapuan telapak tangannya lembut sekali saya rasakan, dan tidak terasa saya memejamkan mata untuk lebih menikmati sentuhannya.
“Sus… jangan pake wash lap.., geli… saya nggak biasa. Pakai tangan suster yang indah itu saja…” kata saya memancingnya.
Suster itu mulai dengan tanganku. Dibasuh dan disabuninya seluruh tangan saya. Usapannya lembut sekali. Sambil dimandikan, saya pandangi wajahnya, dadanya, cukup besar juga kalau saya lihat. Orangnya putih mulus, tangannya lembut. Selesai dengan yang kiri, sekarang ganti tangan kanan. Dan seterusnya ke leher dan dada. Terus diusapnya tubuh saya, sapuan telapak tangannya lembut sekali saya rasakan, dan tidak terasa saya memejamkan mata untuk lebih menikmati sentuhannya.
Sampai juga akhirnya pada batang kejantanan saya, dipegangnya dengan
lembut ditambah sabun. Digosok batangnya, biji kembarnya, kembali ke
batangnya. Saya merasa tidak kuat untuk menahan supaya tetap lemas.
Akhirnya batang kemaluan saya berdiri juga. Pertama setengah tiang,
lama-lama akhirnya penuh juga dia berdiri keras.
Dia bersihkan juga sekitar kepala meriam saya sambil berkata lirih, “Ini kepalanya besar sekali mas… baru kali ini saya lihat kaya gini besarnya. Dikasih makan apa sih koq bisa gini mas..?” katanya manja.
Dia bersihkan juga sekitar kepala meriam saya sambil berkata lirih, “Ini kepalanya besar sekali mas… baru kali ini saya lihat kaya gini besarnya. Dikasih makan apa sih koq bisa gini mas..?” katanya manja.
“Sus… enak dimandiin gini…” kata saya memancing.
Dia diam saja, tetapi yang jelas dia mulai mengocok dan memainkan batang kemaluan saya. Sepertinya dia suka dengan ukurannya yang menakjubkan.
“Enak Mas Sony… kalo diginikan..?” tanyanya dengan lirikan nakal.
“Ssshh… iya terusin ahhh… sus… sampai keluar…” kata saya sambil menahan rasa nikmat yang tidak terkira.
Tangan kirinya mengambil air dan membilas batang kejantanan saya yang sudah menegang itu, kemudian disekanya dengan tangan kanannya. Kenapa kok diseka pikir saya. Tetapi saya diam saja, mengikuti apa yang mau dia lakukan, pokoknya jangan berhenti sampai disini saja. Bisa-bisa saya pusing nantinya menahan nafsu yang tidak tersalurkan.
Dia diam saja, tetapi yang jelas dia mulai mengocok dan memainkan batang kemaluan saya. Sepertinya dia suka dengan ukurannya yang menakjubkan.
“Enak Mas Sony… kalo diginikan..?” tanyanya dengan lirikan nakal.
“Ssshh… iya terusin ahhh… sus… sampai keluar…” kata saya sambil menahan rasa nikmat yang tidak terkira.
Tangan kirinya mengambil air dan membilas batang kejantanan saya yang sudah menegang itu, kemudian disekanya dengan tangan kanannya. Kenapa kok diseka pikir saya. Tetapi saya diam saja, mengikuti apa yang mau dia lakukan, pokoknya jangan berhenti sampai disini saja. Bisa-bisa saya pusing nantinya menahan nafsu yang tidak tersalurkan.
Lalu dia dekatkan kepalanya, dan dijulurkan lidahnya. Kepala batang
kejantanan saya dijilatinya perlahan. Lidahnya mengitari kepala senjata
meriam saya. Semilyard dollar… rasanya… wow… enak sekali. Lalu
dikulumnya batang kejantanan saya. Saya melihat mulutnya sampai penuh
rasanya, tetapi belum seluruhnya tenggelam di dalam mulutnya yang
mungil. Bibirnya yang tipis terayun keluar masuk saat menghisap maju
mundur.
Lama juga saya dikulumi suster jaga ini, sampai akhirnya saya sudah tidak tahan lagi, dan, “Crooott… crooott…” nikmat sekali.
Sperma saya tumpah di dalam rongga mulutnya dan ditelannya habis. Sisa pada ujung batang kemaluan pun dijilat serta dihisapnya habis.
“Sudah ya Mas, sekarang dilanjutkan mandinya ya..?” kata suster itu, dan dia melanjutkan memandikan kaki kiri saya setelah sebelumnya mencuci bersih batang kejantanan saya.
Badan saya dibalikkannya dan dimandikan pula sisi belakang badan terutama punggung saya.
Sperma saya tumpah di dalam rongga mulutnya dan ditelannya habis. Sisa pada ujung batang kemaluan pun dijilat serta dihisapnya habis.
“Sudah ya Mas, sekarang dilanjutkan mandinya ya..?” kata suster itu, dan dia melanjutkan memandikan kaki kiri saya setelah sebelumnya mencuci bersih batang kejantanan saya.
Badan saya dibalikkannya dan dimandikan pula sisi belakang badan terutama punggung saya.
Selesai acara mandi.
“Nanti malam saya ke sini lagi, boleh khan Mas..?” katanya sambil membereskan barang-barangnya.
Saya tidak bisa menjawab dan hanya tersenyum kepadanya. Saya serasa melayang dan tidak percaya hal ini bisa terjadi. Terakhir sebelum keluar kamar dia sempat mencium bibir saya. Hangat sekali.
“Nanti malam saya kasih yang lebih hebat.” begitu katanya seraya meninggalkan kamar saya.
“Nanti malam saya ke sini lagi, boleh khan Mas..?” katanya sambil membereskan barang-barangnya.
Saya tidak bisa menjawab dan hanya tersenyum kepadanya. Saya serasa melayang dan tidak percaya hal ini bisa terjadi. Terakhir sebelum keluar kamar dia sempat mencium bibir saya. Hangat sekali.
“Nanti malam saya kasih yang lebih hebat.” begitu katanya seraya meninggalkan kamar saya.
Saya pun berusaha untuk tidur. Nikmat sekali apa yang telah saya
alami sore ini. Sambil memikirkan apa yang akan saya dapatkan nanti
malam, saya pun tertidur lelap sekali. Tiba-tiba saya dibangunkan oleh
suster yang tadi lagi. Tetapi saya belum sempat menanyakan namanya. Baru
setelah dia mau keluar kamar selesai meletakkan makanan dan
membangunkan saya, dia memberitahukan namanya, rupanya Vina. Cara dia
membangunkan saya cukup aneh. Rasanya suster dimanapun tidak akan
melakukan dengan cara ini. Dia sempat meremas-remas batang kemaluan saya
sambil digosoknya dengan lembut, dan hal itu membuat saya terbangun
dari tidur. Langsung saya selesaikan makan saya dengan susah payah.
Akhirnya selesai juga. Lalu saya tekan bel.
Tidak lama kemudian datang suster yang lain, saya meminta dia untuk
menyalakan TV di atas dan mengangkat makanan saya. Saya nonton
acara-acara TV yang membosankan dan juga semua berita yang ditayangkan
tanpa konsentrasi sedikit pun.
Sekitar jam 9 malam, suster Vita datang untuk mengobati luka saya,
dan dia harus membuka selimut saya lagi. Pada saat dia melihat alat
kelamin saya, dia takjub.
“Ngga salah apa yang diomongkan temen-temen di ruang jaga..!” demikian komentarnya.
“Kenapa emangnya Sus..?” tanya saya keheranan.
“Oo… itu tadi teman-teman bilang kalau punya mas besar sekali kepalanya.” jawabnya.
Setelah selesai dengan mengobati luka saya, dan dia akan meninggalkan ruangan. Tetapi dia sempat membetulkan selimut saya, dia sempatkan mengelus kepala batang kejantanan saya.
“Ngga salah apa yang diomongkan temen-temen di ruang jaga..!” demikian komentarnya.
“Kenapa emangnya Sus..?” tanya saya keheranan.
“Oo… itu tadi teman-teman bilang kalau punya mas besar sekali kepalanya.” jawabnya.
Setelah selesai dengan mengobati luka saya, dan dia akan meninggalkan ruangan. Tetapi dia sempat membetulkan selimut saya, dia sempatkan mengelus kepala batang kejantanan saya.
“Hmmm… gimana ya rasanya..?” manjanya.
Dan saya hanya bisa tersenyum saja. Wah suster di sini gila semua ya pikirku. Jam 22:00, kira-kira saya baru mulai tertidur. Saya mimpi indah sekali di dalam tidur saya karena sebelum tidur tadi otak saya sempat berpikir hal-hal yang jorok. Saya merasakan hangat sekali pada bagian selangkangan, tepatnya pada bagian batang kemaluan saya, sampai saya jadi terbangun. Ternyata suster Vina sedang menghisap senjata saya. Dengan bermalas-malasan, saya menikmati terus hisapannya. Saya mulai ikut aktif dengan meraba dadanya. Suatu lokasi yang saya anggap paling dekat dengan jangkauan tangan saya.
Dan saya hanya bisa tersenyum saja. Wah suster di sini gila semua ya pikirku. Jam 22:00, kira-kira saya baru mulai tertidur. Saya mimpi indah sekali di dalam tidur saya karena sebelum tidur tadi otak saya sempat berpikir hal-hal yang jorok. Saya merasakan hangat sekali pada bagian selangkangan, tepatnya pada bagian batang kemaluan saya, sampai saya jadi terbangun. Ternyata suster Vina sedang menghisap senjata saya. Dengan bermalas-malasan, saya menikmati terus hisapannya. Saya mulai ikut aktif dengan meraba dadanya. Suatu lokasi yang saya anggap paling dekat dengan jangkauan tangan saya.
Saya buka kancing atasnya, lalu meraba dadanya di balik BH hitamnya.
Terus saya mendapati segumpal daging hangat yang kenyal. Saya menelusuri
sambil meremas-remas kecil. Sampai juga pada putingnya. Saya memilin
putingnya dengan lembut dan Suster Vina pun mendesah.
Entah berapa lama saya dihisap dan saya merabai Suster Vina, sampai dia akhirnya bilang, “Mas… boleh ya..?” katanya memelas.
“Mangga Sus, dilanjut..?” tanya saya bingung.
Dan tanpa menjawab dia pun meloloskan CD-nya, dilemparkan di sisi ranjang, lalu dia naik ke ranjang dan mulai mengangkangkan kakinya di atas batang kejantanan saya.
Entah berapa lama saya dihisap dan saya merabai Suster Vina, sampai dia akhirnya bilang, “Mas… boleh ya..?” katanya memelas.
“Mangga Sus, dilanjut..?” tanya saya bingung.
Dan tanpa menjawab dia pun meloloskan CD-nya, dilemparkan di sisi ranjang, lalu dia naik ke ranjang dan mulai mengangkangkan kakinya di atas batang kejantanan saya.
Dan, “Bless…” dia memasukkan kemaluan saya pada lubangnya yang hangat dan sudah basah sekali.
“Aduh.. Mas.., kontolnya hangat dan enak lho… ohhhh…”
Lalu dia pun mulai menggoyang perlahan. Pertama dengan gerakan naik turun, lalu disusul dengan gerakan memutar. Wah.., suster ini rupanya sudah profesional sekali. Lubang senggamanya saya rasakan masih sangat sempit, makanya dia juga hanya berani gerak perlahan. Mungkin juga karena saya masih sakit. Lama sekali permainan itu dan memang dia tidak mengganti posisi, karena posisi yang memungkinkan hanya satu posisi. Saya tidur di bawah dan dia di atas tubuh saya.
“Aduh.. Mas.., kontolnya hangat dan enak lho… ohhhh…”
Lalu dia pun mulai menggoyang perlahan. Pertama dengan gerakan naik turun, lalu disusul dengan gerakan memutar. Wah.., suster ini rupanya sudah profesional sekali. Lubang senggamanya saya rasakan masih sangat sempit, makanya dia juga hanya berani gerak perlahan. Mungkin juga karena saya masih sakit. Lama sekali permainan itu dan memang dia tidak mengganti posisi, karena posisi yang memungkinkan hanya satu posisi. Saya tidur di bawah dan dia di atas tubuh saya.
Sampai saat itu belum ada tanda-tanda saya akan keluar, tetapi kalau
tidak salah, dia sempat mengejang sekali. Tadi di pertengahan dan lemas
sebentar, lalu mulai menggoyang lagi. Sampai tiba-tiba pintu kamarku
dibuka dari luar, dan seorang suster masuk dengan tiba-tiba. Kaget
sekali kami berdua, karena tidak ada alasan lain, jelas sekali kami
sedang main. Apalagi posisinya baju dinas Suster Vina terbuka sampai
perutnya, dan BH-nya juga sudah terlepas dan tergeletak di lantai.
Ternyata yang masuk suster Vita, dia langsung menghampiri dan bilang, “Teruskan saja Vin… gue cuman mau ikutan… memek gue udah gatel nich..!” katanya dengan santai.
Ternyata yang masuk suster Vita, dia langsung menghampiri dan bilang, “Teruskan saja Vin… gue cuman mau ikutan… memek gue udah gatel nich..!” katanya dengan santai.
Suster Vita pun mengelus dada saya yang agak bidang, dia ciumi
seluruh wajah saya dengan lembut. Saya membalasnya dengan meremas
dadanya. Dia diam saja, lalu saya buka kancingnya, terus langsung saya
loloskan pakaian dinasnya. Saya buka sekalian BH-nya yang berenda tipis
dan merangsang. Dadanya terlihat masih sangat kencang. Tinggal CD minim
yang digunakannya yang belum saya lepaskan.
Suster Vina masih saja dengan aksinya naik turun dan kadang berputar.
Saya lihat dadanya yang terguncang akibat gerakannya yang mulai liar.
Lidah Suster Vita mulai memasuki rongga mulut saya dan langsung saya
hisap ujung lidahnya yang menjulur itu. Tangan kiri saya mulai meraba di
sekitar selangkangan Suster Vita dari luar. Basah sudah CD-nya, dengan
perlahan saya tarik ke samping dan saya mendapatkan permukaan bulu halus
menyelimuti liang kewanitaannya. Saya elus perlahan, baru kemudian
sedikit menekan. Ketemu sudah klit-nya. Agak ke belakang saya rasakan
semakin menghangat. Tersentuh olehku kemudian liang nikmat tersebut.
Saya raba sampai tiga kali sebelum akhirnya memasukkan jari saya ke
dalamnya. Saya mencoba memasukkan sedalam mungkin jari telunjuk saya.
Kemudian disusul oleh jari tengah. Saya putar jari-jari saya di
dalamnya. Baru kemudian saya kocok keluar masuk sambil memainkan jempol
saya di klit-nya.
Dia mendesah ringan, sementara Suster Vina rebahan karena lelah di
dadaku dengan pinggulnya tiada hentinya menggoyang kanan dan kiri.
Suster Vita menyibak rambut panjang Suster Vina dan mulai menciumi
punggung terbuka itu. Suster Vina semakin mengerang, mengerang, dan
mengerang, sampai pada erangan panjang yang menandakan dia akan orgasme,
dan semakin keras goyangan pinggulnya. Sementara saya sendiri mencoba
mengimbangi dengan gerakan yang lebih keras dari sebelumnya, karena dari
tadi saya tidak dapat terlalu bergoyang, takut luka saya menjadi sakit.
Suster Vina mengerang panjang sekali seperti orang sedang kesakitan,
tetapi juga mirip orang kepedasan. Mendesis di antara erangannya. Dia
sudah sampai rupanya, dan dia tahan dulu sementara, baru dicabutnya
perlahan. Sekarang giliran Suster Vita, dilapnya dulu batang kemaluan
saya yang basah oleh cairan kenikmatan, dikeringkan, baru dia mulai
menaiki tubuh saya.
Ketika Suster Vita telah menempati posisinya, saya melihat Suster
Vina mengelap liang kemaluannya dengan tissue yang diambilnya dari meja
kecil di sampingku. Suster Vita seakan menunggang kuda, dia menggoyang
maju mundur, perlahan tapi penuh kepastian. Makin lama makin cepat
iramanya. Sementara kedua tangan saya asyik meremas-remas dadanya yang
mengembung indah. Kenyal sekali rasanya, cukup besar ukurannya dan lebih
besar dari miliknya Suster Vina. Yang ini tidak kurang dari 36C.
Sesekali saya mainkan putingnya yang mulai mengeras. Dia mendesis,
hanya itu jawaban yang keluar dari mulutnya. Desisan itu sungguh manja
kurasakan, sementara Suster Vina telah selesai dengan membersihkan liang
hangatnya. Kemudian dia mulai lagi mengelus-elus badan telanjang Suster
Vita dan juga memainkan rambutku, mengusapnya. Kemudian karena sudah
cukup pemanasannya, dia mulai menaiki ranjang lagi. Dikangkangkannya
kakinya yang jenjang di atas kepala saya. Setengah berjongkok gayanya
saat itu dengan menghadap tembok di atas kepala saya. Kedua tangannya
berpegangan pada bagian kepala ranjang.
Mulai disorongkannya liang kenikmatannya yang telah kering ke mulut
saya. Dengan cepat saya julurkan lidah, lalu saya colek sekali dan
menarik nafas, “Hhhmmm…” bau khas kewanitaannya. Saya jilat liangnya
dengan lidah saya yang memang terkenal panjang. Saya mainkan lidah saya,
mereka berdua mengerang bersamaan, kadang bersahutan. Saya lihat lubang
pantatnya yang merah agak terbuka, lalu saya masukkan jari jempol ke
dalam lubang pantatnya.
Suster Vina merintih kecil, “Auuww… mas nakal deh..!”
Lalu saya jilati lubang pantatnya yang sudah mulai basah itu, tapi kemudian, “Tuuuttt..!”
Saya kaget, “Suster kentut ya..?” tanya saya.
Suster Vina tertawa kecil lalu minta maaf. Lalu kembali saya teruskan jilatan saya.
Suster Vina merintih kecil, “Auuww… mas nakal deh..!”
Lalu saya jilati lubang pantatnya yang sudah mulai basah itu, tapi kemudian, “Tuuuttt..!”
Saya kaget, “Suster kentut ya..?” tanya saya.
Suster Vina tertawa kecil lalu minta maaf. Lalu kembali saya teruskan jilatan saya.
Lama sekali permainannya, sampai tiba-tiba Suster Vita mengerang
besar dan panjang serta mengejang. Setelah Suster Vita selesai, dia
mencabut batang kejantanan saya, sedang lidah saya tetap menghajar liang
kenikmatan Suster Vina. Sesekali saya menjilati klit-nya. Dia
menggelinjang setiap kali lidah saya menyentuh klit-nya. Mendengar
desisan Suster Vina sudah lemas dan beranjak turun dari posisinya, saya
menyudahi permainan ini. Saya lunglai rasanya menghabisi dua suster
sekaligus.
“Kasihan Mas Sony, nanti sembuhnya jadi lama… soalnya ngga sempet istirahat..!” kata Suster Vina.
“Iya dan kayanya kita akan setiap malam rajin minta giliran kaya malem ini.” sahut suster Vita.
“Kalo itu dibuat system arisan saja.” kata Suster Vina sadis sekali kedengarannya.
“Emangnya gue piala bergilir apa..?” kata saya dalam hati.
“Iya dan kayanya kita akan setiap malam rajin minta giliran kaya malem ini.” sahut suster Vita.
“Kalo itu dibuat system arisan saja.” kata Suster Vina sadis sekali kedengarannya.
“Emangnya gue piala bergilir apa..?” kata saya dalam hati.
Malam itu saya tidur lelap sekali dan saya sempat minta Suster Vina
menemaniku tidur, saya berjanji tiap malam, mereka dapat giliran
menemani saya tidur, tetapi setelah mendapat jatah batin tentunya. Malam
itu kami tidur berdekapan mesra sekali seperti pengantin baru dan
sama-sama polos. Sampai jam 4 pagi, dia minta jatah tambahan dan kami
pun bermain one on one (satu lawan satu, tidak keroyokan seperti
semalam). Hot sekali dia pagi itu, karena kami lebih bebas tetapi yang
kacau adalah setelah selesai. Saya merasa sakit karena luka kaki saya
menjadi berdarah lagi. Jadi terpaksa ketahuan dech sama Suster Vita
kalau ada sesi tambahan, dan mereka berdua pun ramai-ramai mengobati
luka saya, sambil masih ingin melihat kejantanan dasyat yang meluluh
lantakkan tubuh mereka semalaman.
Setelah itu, sekitar jam 5:00, saya kembali tidur sampai pagi jam
7:20. Saya dibangunkan untuk mandi pagi. Mandi pagi dibantu oleh Suster
Vita dan sempat dihisap sampai keluar dalam mulutnya.
Pada pagi harinya, Dokter Vivi melihat keadaan saya.
“Gimana Mas Sony, masih sakit kakinya..?” katanya.
“Sudah lumayan Dok..!” kata saya.
Lalu, “Sekarang coba kamu tarik nafas lalu hembuskan, begitu berulang-ulang ya..!”
Dengan stetoskopnya, Dokter Vivi memeriksa tubuh saya. Saat stetoskopnya yang dingin itu menyentuh dada saya, seketika itu juga suatu aliran aneh menjalar di tubuh saya. Tanpa saya sadari, saya rasakan batang kejantanan saya mulai menegang. Saya menjadi gugup, takut kalau Dokter Vivi tahu. Tapi untung dia tidak memperhatikan gerakan di balik selimut saya. Namun setiap sentuhan stetoskopnya, apalagi setelah tangannya menekan-nekan ulu hati, semakin membuat batang kejantanan saya bertambah tegak lagi, sehingga cukup menonjol di balik selimut.
“Gimana Mas Sony, masih sakit kakinya..?” katanya.
“Sudah lumayan Dok..!” kata saya.
Lalu, “Sekarang coba kamu tarik nafas lalu hembuskan, begitu berulang-ulang ya..!”
Dengan stetoskopnya, Dokter Vivi memeriksa tubuh saya. Saat stetoskopnya yang dingin itu menyentuh dada saya, seketika itu juga suatu aliran aneh menjalar di tubuh saya. Tanpa saya sadari, saya rasakan batang kejantanan saya mulai menegang. Saya menjadi gugup, takut kalau Dokter Vivi tahu. Tapi untung dia tidak memperhatikan gerakan di balik selimut saya. Namun setiap sentuhan stetoskopnya, apalagi setelah tangannya menekan-nekan ulu hati, semakin membuat batang kejantanan saya bertambah tegak lagi, sehingga cukup menonjol di balik selimut.
“Wah, kenapa kamu ini..? Kok itu kamu berdiri..? Terangsang saya ya..?” katanya.
Mati deh! Ternyata Dokter Vivi mengetahui apa yang terjadi diselangkangan saya. Aduh!
Lalu dia dengan tiba-tiba membuka selimut sambil berkata, “Sekarang saya mau periksa kaki mas…” katanya.
Dan, “Opsss… i did it again..!” terpampanglah kemaluan saya yang besar dihadapannya.
Gila! Dokter Vivi tertawa melihat batang kejantanan saya yang besar dan mengeras itu.
“Uh, kontol mas besar ya..?” kata Dokter Vivi serasa mengelus kemaluan saya dengan tangannya yang halus.
Wajah saya menjadi bersemu merah dibuatnya, sementara tanpa dapat dicegah lagi, senjata saya semakin bertambah tegak tersentuh tangan Dokter Vivi. Dokter Vivi masih mengelus-elus dan mengusap-usap batang kejantanan saya itu dari pangkal hingga ujung, juga meremas-remas biji kembar saya.
Mati deh! Ternyata Dokter Vivi mengetahui apa yang terjadi diselangkangan saya. Aduh!
Lalu dia dengan tiba-tiba membuka selimut sambil berkata, “Sekarang saya mau periksa kaki mas…” katanya.
Dan, “Opsss… i did it again..!” terpampanglah kemaluan saya yang besar dihadapannya.
Gila! Dokter Vivi tertawa melihat batang kejantanan saya yang besar dan mengeras itu.
“Uh, kontol mas besar ya..?” kata Dokter Vivi serasa mengelus kemaluan saya dengan tangannya yang halus.
Wajah saya menjadi bersemu merah dibuatnya, sementara tanpa dapat dicegah lagi, senjata saya semakin bertambah tegak tersentuh tangan Dokter Vivi. Dokter Vivi masih mengelus-elus dan mengusap-usap batang kejantanan saya itu dari pangkal hingga ujung, juga meremas-remas biji kembar saya.
“Mmm… mas pernah bermain..?” katanya manja.
Saya menggeleng. Saya pura-pura agar ya…ya…ya….
“Aahhh…” saya mendesah ketika mulut Dokter Vivi mulai mengulum kemaluan saya.
Lalu dengan lidahnya yang kelihatannya sudah mahir, digelitiknya ujung kemaluan saya itu, membuat saya menggerinjal-gerinjal. Seluruh kemaluan saya sudah hampir masuk ke dalam mulut Dokter Vivi yang cantik itu. Dengan bertubi-tubi disedot-sedotnya kemaluan saya. Terasa geli dan nikmat sekali.
Saya menggeleng. Saya pura-pura agar ya…ya…ya….
“Aahhh…” saya mendesah ketika mulut Dokter Vivi mulai mengulum kemaluan saya.
Lalu dengan lidahnya yang kelihatannya sudah mahir, digelitiknya ujung kemaluan saya itu, membuat saya menggerinjal-gerinjal. Seluruh kemaluan saya sudah hampir masuk ke dalam mulut Dokter Vivi yang cantik itu. Dengan bertubi-tubi disedot-sedotnya kemaluan saya. Terasa geli dan nikmat sekali.
Dokter Vivi segera melanjutkan permainannya. Ia memasukkan dan
mengeluarkan kejantanan saya dari dalam mulutnya berulang-ulang,
naik-turun. Gesekan-gesekan antara kemaluan saya dengan dinding mulutnya
yang basah membangkitkan kenikmatan tersendiri bagi saya.
“Auuh… aahhh…” akhirnya saya sudah tidak tahan lagi.
Batang kemaluan saya menyemprotkan sperma kental berwarna putih ke dalam mulut Dokter Vivi. Bagai kehausan, Dokter Vivi meneguk semua cairan kental tersebut sampai habis.
“Duh, masa baru begitu saja mas udah keluar.” Dokter Vivi meledek saya yang baru bermain oral saja sudah mencapai klimaks.
“Auuh… aahhh…” akhirnya saya sudah tidak tahan lagi.
Batang kemaluan saya menyemprotkan sperma kental berwarna putih ke dalam mulut Dokter Vivi. Bagai kehausan, Dokter Vivi meneguk semua cairan kental tersebut sampai habis.
“Duh, masa baru begitu saja mas udah keluar.” Dokter Vivi meledek saya yang baru bermain oral saja sudah mencapai klimaks.
“Dok.., saya… baru pertama kali… melakukan ini…” jawab saya
terengah-engah (kena dia, tetapi memang saya akui hisapannya lebih hebat
dari kedua suster tadi malam). Dokter Vivi tidak menjawab. Ia mencopot
jas dokternya dan menyampirkannya di gantungan baju di dekat pintu.
Kemudian ia menanggalkan kaos oblong yang dikenakannya, juga celana
jeans-nya. Mata saya melotot memandangi payudara montoknya yang
tampaknya seperti sudah tidak sabar ingin meloncat keluar dari balik
BH-nya yang halus. Mata saya serasa mau meloncat keluar sewaktu Dokter
Vivi mencopot BH-nya dan memelorotkan CD-nya. Astaga! Sungguh besar
namun terpelihara dan kencang. Tidak ada tanda-tanda kendor atau
lipatan-lipatan lemak di tubuhnya. Demikian pula pantatnya. Masih
menggumpal bulat yang montok dan kenyal. Benar-benar tubuh paling
sempurna yang pernah saya lihat selama hidup ini. Saya merasakan batang
kejantanan saya mulai bangkit lebih tinggi menyaksikan pemandangan yang
teramat indah ini.
Dokter Vivi kembali menghampiri saya. Ia menyodorkan payudaranya yang
menggantung kenyal ke wajah saya. Tanpa mau membuang waktu, saya
langsung menerima pemberiannya. Mulut saya langsung menyergap payudara
nan indah ini. Sambil menyedot-nyedot puting susunya yang amat tinggi
itu, mengingatkan saya ketika menyusu pada kedua suster tadi malam.
“Uuuhhh… Aaah…” Dokter Vivi mendesah-desah tatkala lidah saya menjilat-jilati ujung puting susunya yang begitu tinggi menantang.
Saya permainkan puting susu yang memang amat menggiurkan ini dengan bebasnya. Sekali-sekali saya gigit puting susunya itu. Tidak cukup keras memang, namun cukup membuat Dokter Vivi menggelinjang sambil meringis-ringis.
“Uuuhhh… Aaah…” Dokter Vivi mendesah-desah tatkala lidah saya menjilat-jilati ujung puting susunya yang begitu tinggi menantang.
Saya permainkan puting susu yang memang amat menggiurkan ini dengan bebasnya. Sekali-sekali saya gigit puting susunya itu. Tidak cukup keras memang, namun cukup membuat Dokter Vivi menggelinjang sambil meringis-ringis.
Tidak lama kemudian, saya menarik tangan Dokter Vivi agar ikut naik
ke atas tempat tidur. Dokter Vivi memahami apa maksud saya. Ia langsung
naik ke atas tubuh saya yang terbaring telentang di tempat tidur.
Perlahan-lahan dengan tubuh sedikit menunduk, ia mengarahkan kemaluan
saya ke lubang kewanitaannya yang di sekelilingnya ditumbuhi bulu-bulu
lebat kehitaman. Lalu dengan cukup keras, setelah batang kejantanan saya
sudah masuk 2 cm ke dalam liang senggamanya, ia menurunkan pantatnya,
membuat senjata saya hampir tertelan seluruhnya di dalam lubang
surganya. Saya melenguh keras dan menggerinjal-gerinjal cukup kencang
waktu ujung kepala kemaluan saya menyentuh pangkal rahim Dokter Vivi.
Menyadari bahwa saya mulai terangsang, Dokter Vivi menambah kualitas
permainannya. Ia menggerak-gerakkan pantatnya, berputar-putar ke kiri ke
kanan dan naik turun ke atas ke bawah. Begitu seterusnya berulang-ulang
dengan tempo yang semakin lama semakin tinggi. Membuat tubuh saya
menjadi meregang merasakan nikmat yang bukan main.
Saya merasa sudah hampir tidak tahan lagi. Batang keperkasaan saya
sudah nyaris menyemprotkan cairan kenikmatan lagi. Namun saya mencoba
menahannya sekuat tenaga dan mencoba mengimbangi permainan Dokter Vivi
yang liar itu.
Akhirnya, “Aaahh…” jerit saya.
“Ouuhhh..!” desah Dokter Vivi.
Dokter Vivi dan saya menjerit keras. Kami berdua mencapai klimaks hampir bersamaan. Saya menyemprotkan air mani saya di dalam liang rahim Dokter Vivi yang masih berdenyut-denyut menjepit keperkasaan saya yang masih kelihatan tegang itu.
Akhirnya, “Aaahh…” jerit saya.
“Ouuhhh..!” desah Dokter Vivi.
Dokter Vivi dan saya menjerit keras. Kami berdua mencapai klimaks hampir bersamaan. Saya menyemprotkan air mani saya di dalam liang rahim Dokter Vivi yang masih berdenyut-denyut menjepit keperkasaan saya yang masih kelihatan tegang itu.
Lalu, wajah, mata, dahi, hidung saya habis diciumi oleh Dokter Vivi sambil berkata, “Terima kasih Mas Sony, ohhh… endanggg..!”
Kami tidak lama kemudian tertidur dalam posisi yang sama, yaitu kakinya melingkar di pinggang saya sambil memeluk tubuh saya dengan hangat. Nah itulah cerita saya.
Kami tidak lama kemudian tertidur dalam posisi yang sama, yaitu kakinya melingkar di pinggang saya sambil memeluk tubuh saya dengan hangat. Nah itulah cerita saya.
sumber:www.ceritapanas.com
No comments:
Post a Comment