Tuesday, April 30, 2013

Din...

Kehidupan aku mulai berubah sejak Din mulai pindah ke rumah sebelah menjadi tetangga baru aku. Dia tinggal membujang seorang diri. Bekerja sebagai mekanik mobil. Oleh karena kami duduk di rumah flat, maka selalu juga kami bertemu dan berbicara ramah. Terkadang di dalam lift dan kadang di kaki lima.

Aku rasa senang dan gembira ketika berdua ngobrol dengan. Tak tahulah kenapa, mungkin cara dan kelakuannya yang menyenangkan diri ku. Usianya sangat muda. Ketika itu baru berusia 28 tahun.

Orangnya sedang-sedang saja. Tak kurus, tidak pula gemuk. Tingginya sekitar setengah kaki lebih tinggi dari ku. Wajahnya yang bisa tahan juga tampannya seringkali memikat perhatian gadis-gadis yang lalu-lalang atau ketika kami sedang berdua ngobrol di dalam lift.

Malah, terkadang hati aku terdetik sendiri. Jika aku belum menikah dan juga sebaya dengannya, mungkin aku juga akan menjadi salah seorang penggemarnya. Tapi hakikatnya, aku sudah berumah tangga, malah dah ada seorang anak lelaki yang dah besar. Sekarang sedang bekerja di salah sebuah bank dan tinggal di hostel yang tersedia. Jadi tinggallah aku berdua bersama suami di rumah yang kami diami.

Lagi pun, nak ke Din kat aku yang dah semakin gemuk ni. Perut makin buncit dengan lemak. Peha makin besar dan bontot makin lebar. Malah semakin bulat dan tonggek, hasil dari lemak yang semakin mengisi tubuh wanita berisi ini, yang berusia 42 tahun ketika itu. Banyak baju-baju dan kain-kain aku yang sudah tidak muat untuk ku pakai. Pakaian saat bujang memang dah lama aku berikan kepada anak-anak yatim. Sayang, dari terbuang lebih baik aku nafkahkan.

Sedangkan tetek aku pula semakin MELAYUT, namun aku sadar, ia lebih besar dibandingkan dahulu. Lebih-lebih lagi sewaktu di zaman puncaknya dulu, ketika anak ku masih bayi dan menyusu, ketika itulah tetek ku yang besar membusung ini sering menjadi fokus mata-mata pria.

Malah, sejak aku mulai pindah ke rumah flat ini, aku dapati, tiada seorang pun perempuan yang memiliki tetek sebesar aku tinggal di sini. Bahkan sewaktu aku bekerja dahulu, memang akulah seorang yang memiliki tetek sebesar ini di tempat kerja. Jika tidak, masakan aku sering melihat pria-pria menelan ludah menatap tetek ku yang membuai di dalam baju ini.

Punggung ku juga sering menjadi objek yang menjadi perhatian pria-pria yang memandang penuh geram setiap kali ia berayun di dalam kain.

Pernah sekali ketika aku pulang dari membeli sedikit barang dapur di toko di lantai bawah, aku menjadi bahan seorang budak lelaki melancap di dalam lift. Ketika itu aku sendirian di dalam lift. Kemudian masuk seorang anak lelaki, aku rasa dalam tingkatan 2 agaknya, Akses lift dan berdiri di belakang aku.

Aku yang tidak diragukan apa-apa biarkan lah. Tetapi, sedang lift bergerak naik ke tingkat yang ku diami, tiba-tiba aku merasakan ada sesuatu menyentuh punggung ku. Pertama aku biarkan, tetapi lama-lama makin kuat rasanya.

Aku toleh kebelakang dan punyalah terkejut bila aku tengok, budak lelaki tu tengah tekan balak dia yang tengah keras kat punggung aku sambil tangannya merocoh balaknya tak henti. Belum sempat aku nak marah, berdas-das air mani anak lelaki tu memancut pada bontot aku. Habis basah kain batik yang aku pakai.

Aku seolah terpukau melihat kayu budak lelaki tu menyemprotkan air maninya yang putih dan kental serta banyak melimpah pada bontot ku. Aku biarkan dia puas menyemprotkan air maninya dan lalu dah habis, dia yang tersipu malu minta maaf. Aku pun seolah macam dikejutkan, terus je aku marah budak tu.

Lalu dah tiba di lantai yang aku diami, aku pun mencoba tutup efek basah di kain batik yang aku pakai dengan mencoba menurunkan baju t aku agar ia menutupi punggung ku, namun ternyata ukuran punggung ku yang besar itu tidak mampu untuk diselindungkan. Baju yang aku turunkan itu akan kembali ternaik ke pinggang mengungkapkan punggung aku yang sendat berkain batik yang basah dengan efek air mani di bagian punggung.

Aku menjeling tajam kepada budak lelaki itu. Dia terlihat sedikit ketakutan dan aku kembali menuju ke rumah dengan kain batik di bagian punggung yang jelas terlihat bertompok basah dengan air mani anak lelaki tadi.

Sejak dari hari tu, aku dah jarang nampak budak lelaki tu. Kapan kami bertemu, pasti dia akan ikut jalan lain. Malu lah tu. Alah, budak-budak. Tapi setidaknya bangga juga aku, masih laku lagi rupanya body aku yang makin gemuk ni.

Sebenarnya itu bukan kali pertama aku mengalami peristiwa seperti itu. Sebenarnya aku pernah mengalami peristiwa yang begitu sewaktu pertama pindah ke rumah flat. Masa tu hari dah malam. Anak aku yang sorang tu kat rumah tengah buat kerja sekolah, dia masih sekolah waktu tu. Suami aku pulak belum balik kerja. Aku yang risau pasal dia belum balik tu pun terus terniat ingin menelifon ke tempat kerjanya.

Dengan hanya berbaju t dan menggunakan kain batik, aku turun ke lantai bawah menuju ke pondon telepon. Pondok telepon banyak yang dah rusak, yang masih elok cuma satu je, itu pun tengah dikerumun oleh beberapa orang bangla. Dah lah tempat tu gelap sikit, aku tak kira, aku selamba je.

Lama jugak menunggu budak-budak bangla tu siap guna telepon. Lalu tu mereka pandang-pandang aku atas bawah pulak. Aku yang dah biasa macam tu biar je lah sampailah salah seorang dari mereka mengajak aku untuk menggunakan dahulu telepon itu.

Aku pun tampil la ke depan menuju ke pondok telepon sementara dia orang beralih ke belakang massal. Aku tak perasan, ternyata mereka tengah mengerumuni aku. Walau pun tak rapat, tetapi aku dapat merasa panas tubuh mereka yang agak banyak tu. Aku sadar bila aku toleh kebelakang setelah memanggil dan menunggu panggilan ku terjawab.

Aku lihat mereka tertarik melihat punggung aku yang sendat berkain batik ni. Punggung aku yang besar dan lebar ni di tatap mata mereka macam nak telan je. Cuak juga aku waktu tu. Aku nekad, kalau dia orang apa-apakan aku, aku nak jerit je. Aku pun biar je lah.

Paling aku tak bisa lupa, aku menunggu lama untuk panggilan dijawab. Macam tak ada siapa yang nak jawab panggilan. Macam semua orang dah balik. Aku pun ambik keputusan memanggil sekali lagi. Sedang aku khusyuk memanggil, tiba-tiba aku rasa punggung aku macam disiram sesuatu yang hangat.

Kapan aku toleh, aku tengok salah seorang bangla tu tengah masturbasi menyemprotkan air maninya ke punggung aku. Dengan mukanya yang berkerut kenikmatan, tangannya merocoh balaknya yang tengah menyemprotkan air mani ke punggung aku.

Aku mencoba menghindari dengan beralih sedikit ke tepi, tetapi sekali lagi aku disirami oleh semburan air mani bangla yang berdiri di tepi ku. Semburan mereka sangat kuat. Meskipun jarak kami tidak rapat, ada lah sekitar 2 setengah kaki, tapi air mani yang mereka lepaskan benar-benar padu dan banyak.

Bangla yang seorang lagi tu, yang baru je menyemprotkan air maninya tu aku lihat menggigil masturbasi sambil membiarkan air maninya memancut ke tepi punggung ku.

Aku dah tidak sabar, aku tengking mereka semua. Tapi masing-masing cuma tersenyum sambil sebagian lagi yang masih tak semprotkan air mani masih masturbasi sambil menatap seluruh tubuh ku yang montok. Aku pun mencoba keluar dari kerumunan mereka tetapi cara mereka berdiri seolah tidak mengizinkan aku keluar dari kepungan itu.

Aku nekad, aku harus keluar sebelum sesuatu yang buruk terjadi. Aku pun berjalan sambil menabrak tubuh mereka. Aku berhasil tetapi seluruh tubuh ku menjadi korban rabaan mereka. Terutama tetek aku yang besar MELAYUT ini dan punggung ku yang besar dan tonggek.

Paling yang aku geram adalah salah seorang dari mereka meramas tetek ku dengan agak kuat membuat tetek ku keluar dari BH yang aku pakai. Malah, kain batik aku juga terlucut ikatannya. Terlondeh kain aku, nasib baik aku sempat tarik ke atas, kalau tidak, alamatnya separuh bogellah aku malam tu. Cuma punggung je lah yang aku tak dapat selamatkan, kain yang terlondeh itu mengungkapkan punggung aku yang tidak memakai celana dalam.

Akibatnya,, salah seorang dari mereka mengambil kesempatan menjolok balaknya ke lurah punggung aku yang dalam. Walau pun sekejap, tetapi aku dapat merasakan kehangatan balaknya yang terbenam ke lurah punggung aku yang tonggek dan besar ni.

Aku berlari anak menyelamatkan diri sambil memperbaiki kain dan setelah itu memperbaiki balutan coli di dalam baju. Sejak dari malam tu, aku tak lagi keluar sorang-sorang ke tempat yang banyak pria macam tu, lebih-lebih lagi dalam kondisi gelap.

Aku bukan perempuan murahan yang bisa disentuh dan diraba sesuka hati. Memang aku marah betul dengan kejadian-kejadian yang telah terjadi. Memang, aku akui bahwa aku sebenarnya pernah curang kepada suami ku. Ini terjadi sewaktu aku masih bekerja di pabrik sebagai operator sewaktu anak ku masih bersekolah menengah.

Hubungan sulit ku dengan Bapak Adnan dimulai setelah aku bekerja satu syif dengannya. Sikapnya yang sangat baik kepada ku akhirnya memerangkap diri ku sampai aku akhirnya menjadi istri part-time kepadanya. Berbagai teknik-teknik kotor dalam persetubuhan dapat ku nikmati saat bersama dengannya. Dari menghisap balaknya sampai air maninya ku telan hingga tergadainya keperawanan lubang bontot ku kepadanya. Semua itu tidak pernah ku kecapi sewaktu bersama suami ku.

Walau pun pada mulanya aku merasa jijik dan kepedihan, namun, akhirnya ia menjadi satu kenikmatan baru pada ku. Terus terang aku katakan, semakin lama aku menjalin hubungan dengannya, semakin aku kecanduan punggung ku diliwat olehnya.

Untuk wanita yang masih berpikiran negatif tentang seks memalui dubur ini, Anda sebenarnya silap. Pertama memang sakit, macam biasa lah. Tetapi setelah dah biasa, kenikmatannya memang sulit digambarkan. Lebih-lebih lagi di saat lubang bontot ku di semprot air mani yang hangat dan pekat.

Pernah juga aku meminta suami ku melakukannya tetapi permintaan ku di tolak. Hubungan ku dengan Bapak Adnan berakhir setelah aku berhenti kerja dan menjadi suri rumah sepenuh masa. Sehingga kini, aku masih merahasiakan hal ini sampai hari ini aku dedahkannya untuk tatapan anda semua lantaran inilah bidang yang sesuai untuk ku menceritakan segala pekung yang selama ini memenuhi pikiran ku dengan selamat. Terima kasih seks fantasia karena menyediakan bidang celoteh yang cukup efektif ini ..

Baiklah, dah terlalu panjang pengenalan rasanya. Baik aku ceritakan kisah antara aku dan Din yang terus mengubah haluan hidup aku setelah aku berkenalan dengannya.

Terkadang, ketika berbicara dengan Din, aku dapat perhatikan dia gemar mencuri pandang tetek aku yang sering terbuai-buai setiap kali aku bergerak. Matanya juga gemar menatap perut dan tundun ku yang membuncit gebu di balik kain batik yang ku pakai.

Aku yang merupakan suri rumah sepenuh masa, meluangkan waktu yang banyak di rumah. Aku berhenti kerja setelah anak ku memutuskan untuk bekerja setelah sekolah dan juga pada saran suami ku. Jadi bisa katakan setiap sore aku dan Din akan berbicara di kaki lima sambil memandang pemandangan yang saujana mata memandang di bawah sana.

Aku akui, terkadang aku juga nakal kepada Din. Sengaja aku biarkan dia menatap tubuh aku ketika aku melemparkan pandangan ke arah pemandangan yang menyerikan percakapan kami. Biasanya aku akan berdiri mengiringinya dan sudah tentu aku mengizinkan mata Din menatap tubuh gebu ku ini dari sisi. Sesekali aku lentikkan punggung ku membuat bontot besar ku yang tonggek ini semakin tonggek. Malah kain batik yang sendat itu seakan nak terkoyak membaluti punggung ku.

Aku tak tahu kenapa aku melakukan begitu. Terus terang aku katakan, aku bukan perempuan gatal. Tetapi, perasaan aku yang semakin hari semakin meminati Din mendorong aku untuk sengaja memancing nafsunya.

Kena pulak tu Din memperlakukan aku tidak seperti seorang kakak, tetapi seperti memperlakukan seseorang yang sangat istimewa. Hanya kata kak atau kakak sajalah yang menjadi perantara antara aku dan dia dan mungkin juga menjadi satu benteng ke hubungan dan pergaulan antara aku dan Din seharian.

Tibalah satu hari, seperti biasa, setelah Din pulang dari kerja, dia biasanya akan masuk ke rumahnya dahulu, mandi dan setelah itu dia akan keluar ke kaki lima menikmati pemandangan kota sambil ngobrol bersama aku.

Aku yang seperti biasa, seperti menanti kehadirannya berdiri di kaki lima sambil ngobrol dengan. Kemudian terlintas di pikiran aku untuk mempelawanya Akses rumah. Din pun menurut saja.

Kami berdua melanjutkan percakapan di dapur rumah ku, sementara aku membuat air untuknya dan Din duduk di kursi meja makan. Ketika itulah terpacul pertanyaan dari mulutku kepada Din. Ini berbunyi lebih kurang macam ini.

"Din bila nak berumah tangga?" Tanya ku.

"Belum ada calon lah kak. Tengoklah nanti .. kalau ada saya akan jemput akak .." jawab Din sambil membiarkan aku meracik air di dalam kole untuknya.

"Kalau ada nanti harus cantik kan .. Tak lah gemuk macam akak ni .. Hi hi hi ..." kata ku sambil tertawa kecil.

"Alah akak ni ... akak cantiklah .." kata Din memuji sambil matanya menatap tetek ku yang berayun ketika aku menapak menuju ke meja makan.

"Akak dah gemuk Din, tak macam dulu. Lagi pun, orang kata dah second hand .." kata ku sambil di iringi tawa kami berdua.

"Second hand yang mempertimbangkan tu kak .. Yang mahal tu lah yang saya nak ..." kata Din.

Aku terdiam sejenak mendengar kata-katanya. Terasa seperti ia terkena batang hidung ku sendiri. Nak aku betah balik kata-katanya takut dia kata aku perasan pulak. Aku biarkan saja perasaan ku itu berkecamuk sendiri di pikiran.

"Din nanti nak bakal isteri yang macam mana?" Tanya ku mencoba mengalihkan perhatiannya.

"Saya nak kata pun malu lah kak ... takut akak tak percaya je nanti .." jawab Din.

Matanya masih mencuri pandang tetek ku yang berayun sewaktu aku sengaja mengikat rambut ke belakang.

"Ehh .. nak malu apa .. untuk tahulah akak .. akak pun nak tahu jugak .." aku mencoba mengorek jawaban darinya.

Din terdiam sejenak. Matanya dilemparkan ke arah jendela, memperhatikan pemandangan awan yang jauh nun di sana. Aku tahu, dia tengah mengatur ayat untuk menjelaskan sesuatu yang malu untuk diucapkan kepada ku. Kondisi sepi sekejap.

"Kak .. jangan marah ye ... Kalau bisa, saya nak calon istri yang sama dengan akak. Baik rupanya, baik suaranya, baik tubuhnya ... semualah ...." Kata Din mengejutkan ku.

Aku seperti terpukul dengan kata-katanya. Rasa malu yang amat sangat tiba-tiba timbul dalam diri aku. Rasa macam tebal sangat muka aku saat itu. Tetapi tidak dipungkiri, perasaan bangga semakin menyerlah di sanubari.

Aku terdiam setelah mendengar kata-katanya. Mata Din merenung dalam biji mata ku. Aku seperti terpaku dengan renungan matanya yang seakan dingin itu.

Din aku lihat tiba-tiba bangkit dari kursi dan berdiri lalu menapak ke belakang ku. Bahu ku terasa di sentuh tangannya perlahan-lahan. Jari jemarinya pembaruan menautkan bahu ku sambil mengurutnya perlahan.

Aku kaget, namun perasaan ku untuk mencegah perbuatannya itu seolah terhalang oleh perasaan yang sulit untuk aku ucapkan. Aku membiarkan saja perbuatan Din.

Kemudian aku dapat rasakan hembusan nafasnya di telinga ku, segera menaikkan bulu roma ku. Pipi ku terasa menyentuh pipinya. Tangan Din semakin turun dari bahu ke lengan ku sambil memijat-mijat lengan ku yang gebu berlemak ini.

 "Kak ..." Din berbisik halus ke telinga ku.

Aku seolah terpanggil dengan bisikannya itu perlahan-lahan memalingkan muka ke arahnya. Wajahnya yang menyejukkan hati ku itu berada hampir dengan wajah ku. Senyuman di bibirnya mengukir senyuman di bibir ku. Hampir wajahnya ke wajah ku, semakin berat mata ku rasakan.

Akhirnya mata ku terpejam, menandakan aku merelakan segala tindakan yang ingin Din lakukan pada ku. Bibir kami bersatu, penuh ramah dan kerelaan. Meskipun aku masih terkeliru dengan tindakan ku itu, namun naluri ku untuk merasainya begitu kuat sampai tanpa ku sadari, seluruh tubuh ku dijamah tangan Din sepuas hatinya.

Apa yang aku ingat, sedang aku berkucupan penuh perasaan dengannya, tetek ku merasakan remasan yang lembut dari tangannya. Kulit tetek ku yang lembut dan gebu itu jelas merasakan telapak tangan Din meramas dan memainkan dengan puting ku yang semakin mengeras. Nafas ku semakin tidak teratur akibat perbuatan Din. Tetapi aku masih membiarkannya, karena aku nyaman dan suka dengan apa yang aku alami itu.

Tiba-tiba Din melepaskan mulutnya dari bibir ku. Dia menarik tubuh ku agar sama-sama berdiri dan kemudian kami kembali berkucupan penuh mesra. Aku membiarkan tubuh ku di peluk dan diraba oleh Din. Aku hanya merasakan seperti berada di awang-awangan di dalam dekapan seorang pria.

Tangan Din tak melepaskan kesempatan meraba-raba punggung ku sambil dia semakin menekan tubuhnya ke tubuh ku. Dapat aku rasakan balaknya yang semakin keras di dalam celana pendeknya itu menekan rapat ke perut ku. Kehangatan yang aku rasa dari balaknya mendorong aku untuk menekan perut ku agar rapat menghimpit balaknya. Tangan ku pula tanpa disuruh memeluk tubuh Din. Kami berkucupan sambil berpelukan erat di dapur. Agak lama juga kami dalam keadaan itu.

Kemudian kecupan Din download ke leher ku. Aku menjadi khayal dengan kucupannya. Misainya yang menyapu kulit leher ku seolah memberikan perasaan yang sulit untuk ku gambarkan. Geli ada, sedap pun ada. Aku sadar, nafsu gatal ku semakin meningkat. Kelengkang ku terasa semakin licin dengan air nafsu ku.

Sambil mengecup dan menggigit halus leher ku, tangan Din menyelak baju t ku ke atas. Coli yang masih membalut tetek ku, malah semakin longgar akibat dari rabaannya tadi disingkap ke bawah dan daging kembar ku itu kembali menjadi sasaran nakal tangan Din.

Kucupan di leher ku pun turun ke dada ku. Sedikit demi sedikit bibir nakalnya mengucupi dada ku sampai ia sampai ke puncak bukit yang besar membusung. Puting dada ku dihisap lembut. Sungguh sedap puting ku di hisap sebegitu rupa. Suami ku pun tidak pernah menghisapnya selembut dan sesedap itu.

Aku semakin bergairah, membiarkan tetek ku dihisap pria semuda itu. Sambil menghisap tetek ku, tangan Din mulai menjalar ke punggung dan paha ku. Kain batik lusuh ku yang sendat membalut tubuh sedikit demi sedikit di naikkan sampai aku dapat merasakan sentuhan tangannya di paha ku tidak lagi terhalang oleh kain batik ku.

Tangan Din merayap menuju lubuk kewanitaan ku yang semakin licin dengan air nafsu ku sendiri. Dalam kondisi masih berdiri, aku melebarkan kelengkang, memudahkan tangan Din menyentuh bibir cipap ku. Aku lemas akibat setiap perbuatan Din.

Dalam kondisi berdiri, Din menghisap tetek ku dan tangannya menggosok cipap ku sambil sesekali meremas biji kelentit ku yang ku rasakan semakin keras menegang. Aku mendengus kesedapan tanpa kontrol, merelakan tubuh ku dijamah Din tanpa bantahan dan halangan.

Kemudian Din memegang tangan ku dan menghalakannya ke sebatang daging yang hangat dan keras serta yang cukup aku kenali. Balak Din yang sudah keras aku pegang. Entah bila dia keluarkan dari celananya aku pun tak pasti, karena aku khayal dalam gairah yang semakin menaklukkan diri ku.

Aku rocoh balak Din dan aku usap-usap kepala takuknya yang mengembang pesat. Dapat aku rasakan urat-urat yang timbul di balaknya semakin galak mengembang, seiring dengan kerasnya balaknya yang ku pegang itu.

Din berhenti menghisap tetek ku, begitu juga tangannya yang memainkan di cipap ku. Dia menolak bahu ku lembut sampai aku terduduk di kursi. Balaknya yang masih di tanganku itu ku tatap penuh asyik. Warnanya yang kemerahan kembang berkilat, segera air liur ku telan. Din tersenyum sambil melihat aku merocoh balaknya. Kemudian dia mengusap rambut ku.

"Saya suka akak ... tapi ... akak suka tak kat saya?" Tanya Din dalam nada yang cukup romantis kepada ku.

Aku masih ingat, aku tak mampu untuk berkata apa-apa ketika itu. Aku hanya tersenyum kepadanya meskipun hati ku meronta-ronta untuk mengatakan bahwa aku juga menyukainya. Malah, agak malu juga untuk aku katakan, bahwa aku juga sebenarnya secara tidak sadar telah menyintainya. Mungkin karena umur kami jauh berbeda dan karena tubuh ku yang semakin gempal ini melemahkan naluri ingin mencintai dirinya, meskipun di hati ku ini, kemaruknya bukan kepalang.

Tanpa di pinta, aku mulai menyentuh kepala jamur Din yang kembang berkilat itu dengan lidah ku. Aku menjilat seluruh kepala cendawannya penuh perasaan sampai air liur ku yang jatuh berceceran ke paha ku tidak ku sadari. Kemudian aku mulai menghisap kayu Din semakin dalam. Semakin dalam balaknya tenggelam di dalam mulut ku, semakin keras otot balaknya ku rasakan. Malah nadinya dapat ku rasakan berdenyut-denyut di lelangit mulut ku.

Kekerasan kayu Din membuat aku merasa geram. Sambil aku mengulum balaknya, sambil itu aku mengunyah perlahan kepala cendawannya di gigi geraham ku. Din ku lihat terjingkit-jingkit, mungkin akibat kesedapan hasil sentuhan gigi ku di kepala cendawannya yang kembang berkilat itu.

Din menarik balaknya keluar dari mulut ku. Tangannya menarik kembali tanganku agar aku kembali berdiri di hadapannya. Din kemudian memutar tubuh ku agar membelakanginya dan setelah itu dia menolak tubuh ku agar direbahkan di atas meja makan.

Aku yang mengerti kehendaknya terus menunduk merebahkan tubuh ku di atas meja makan, membiarkan punggung ku yang kembali ditutupi oleh kain batik lusuh ku kepada Din.

"Cantik benar bontot akak ... Besar ... tonggek ... saya tak tahan la kak ..." kata Din di belakang ku.

Kemudian Din menyelak kain batik ku ke pinggang. Punggung ku yang besar berlemak itu di usap-usap tangannya. Kemudian aku merasakan ada sesuatu yang bermain-main di lurah punggung ku.

Aku menoleh dan aku lihat, Din sudah menyangkung di belakang ku sambil berselera menjilat-jilat lurah punggung ku. Lidahnya yang basah itu sesekali bermain-main di lubang bontot ku dan kemudian turun ke cipap ku berkali-kali. Aku benar-benar kegelian dan kesedapan diperlakukan begitu. Air liurnya yang menyelaputi lurah punggung ku semakin banyak, mungkin Din mau melanyak lubang bontot ku.

Aku melentikkan punggung ku membuat muka Din semakin dekat dan tenggelam di lurah punggung ku. Berkali-kali aku mendesah nikmat ketika lidahnya menusuk masuk dan keluar lubang cipap ku.

Din menghentikan jilatannya. Aku lihat, dia kembali berdiri di belakang ku sambil tangannya merocoh balaknya ke arah lurah punggung ku. Balaknya di lalukan berulang kali di celah punggung ku dan akhirnya dia menenggelamkan balaknya ke lubang cipap ku yang licin itu.

Sekali tekan saja, terjerlus balaknya terperosok jauh ke dalam cipap ku sampai dapat ku rasakan dinding dasar vagina ku ditekan sedikit kesenakkan ku rasakan. Perlahan-lahan Din mulai menompa lubang cipap ku keluar masuk. Berdecup-decup bunyi cipap ku yang banjir di jolok balak Din yang keas tu.

Memang sedap aku rasakan di perlakukan begitu. Lebih-lebih lagi, perasaan cinta yang memang tidak dapat aku hakis terhadap Din semakin menghilangkan pertimbangan akal pikiran ku sebagai istri orang, malah sudah memiliki anak yang sudah besar. Aku benar-benar lupa semua itu, kenikmatan yang disulami perasaan cinta yang berbunga di hati membuat aku lupa diri.

 Lama juga aku menerima tusukan kayu Din yang semakin laju keluar masuk cipap ku. Kemudian Din mengeluarkan balaknya dan dia mengajak ku untuk menghubungkan permainan di kamar ku. Aku hanya menuruti kemauannya tanpa sepatah kata.

Di kamar, Din meminta ku agar terlentang di atas ranjang. Aku yang sudah kerasukan cinta dan nafsu pada anak muda itu hanya menurut saja, asalkan aku dan dia sama-sama menikmati permainan yang sungguh terlarang itu. Din membuka baju dan BH ku lalu di campakkan ke lantai. Tubuh ku yang hanya tinggal menggunakan kain batik ditatap Din penuh minat.

"Besarnya tetek akak .... Sumpah saya tak cari lain ...." Kata Din sambil dia memegang tetek ku dan meramasnya.

Kemudian Din menempatkan balaknya yang berlumuran dengan air nafsu dari cipap ku itu di celah antara tetek ku. Aku yang tahu kemauannya terus mengepit balaknya di tetek ku dan Din pun terus menghenjut balaknya di celah tetek ku. Kepala jamur Din yang kembang kemerahan itu ku lihat tenggelam timbul dari celah tetek ku yang mengepitnya. Aku dapat menghisap kepala cendawannya saat itu timbul naik. Wajah Din ku lihat menahan keberahian melihat mulut ku menghisap kepala balaknya yang dikepit di celah tetek ku.

"Kak ... sudikah akak menjadi istri saya?" Secara tiba-tiba pertanyaan yang sulit untuk ku jawab itu terpacul keluar dari mulut Din.

Aku tiba-tiba terhenti menghisap dan menghayun tetek ku. Aku hanya tersenyum melihat bola matanya yang redup memperhatikan wajah ku.

"Tak apa kak ... saya paham perasaan akak ... mungkin susah untuk akak buat keputusan di saat-saat macam ni," kata Din sambil menarik balaknya keluar dari capit celah tetek ku.

Din kemudian memukul-mukul kelentit ku menggunakan balaknya. Aku semakin terangsang dengan perbuatannya itu. Tangan ku cepat menarik kayu Din agar rapat ke pintu lubuk penuh kenikmatan milik ku.

Sekali lagi balak Din terendam di dalam cipap ku. Jika tadi aku berada di dalam kondisi menonggeng di meja makan, kini aku terbaring terkangkang di atas ranjang yang selama ini menjadi tempat aku dan suami ku bertarung. Kain batik yang di selakkan ke atas menutupi perut ku yang membuncit dan berlemak.

Din kembali mengayun balaknya keluar masuk cipap ku. Malah semakin kuat, sampai membuai tetek ku yang besar MELAYUT. Sesekali Din menghisap tetek ku membuat aku semakin tidak keruan.

"Kakk ... oohhhh ... sedapnya body akakk .... Akak tak gemuk kakk .... Akak sedappp ..." kata Din yang sedang sedap melanyak tubuh ku yang terkangkang di atas ranjang.

"Sedap dinn ...." Pertama kali mulut ku berbicara setelah dari tadi aku bermadu asmara dengannya.

"Sedap kakkk ...." Jawab Din sambil terus menghayun balaknya keluar masuk tubuh gempal ku.

Aku semakin hilang arah. Gaya balak Din yang keras dan jitu semakin menaikkan syahwat ku dan akhirnya aku terkujat-kujat kenikmatan sambil menikmati balak Din yang ditekan kuat sedalam-dalamnya. Din membiarkan aku khayal melayani kenikmatan yang aku kecapi sambil dia terus menekan seluruh batangnya agar tenggelam sedalam-dalamnya di dalam cipap ku.

Setelah aku reda dari kenikmatan yang jarang sekali ku kecapi itu, kami berkucupan penuh perasaan. Balak Din yang masih utuh dan masih terendam di dasar cipap ku kemut-kemut kuat agar Din benar-benar menikmati persetubuhan yang di kecapi bersama ku.

"Kak ... bisa saya minta sesuatu?" Tanya Din dalam nada yang sungguh romantis.

"Apa dia sayangg ..." jawab ku kepadanya.

"Selama ni saya tak tahan dengan tubuh akak yang sedap ni ..." Din menghentikan kata-katanya.

"Tetek akak yang besar ni buat saya selalu kepuasan sendirian di kamar air ..." sambungnya lagi, balaknya semakin di tekan kuat ke dasar cipap ku membuat aku sedikit kegelinjangan.

"Peha akak ... perut akak .... Tapi ... Cuma satu je yang saya nak lalu ni ... saya harappp sangat akak bisa untuk ...." Katanya yang terputus-putus. Mungkin akibat gelora yang sedang melanda dirinya.

"Apa dia sayangg ... cakap lah kat akak ...." Aku memintanya agar mengungkapkan saja apa yang terbuku di hatinya.

"Kak ... saya suka bontot akak .... Bontot akak tonggek .... Besar kakkk ..." katanya terputus-putus lagi.

"Dinnn .... Din nak main bontot akak yei?" Tanya ku tak segan-segan lagi karena Din tampak seperti terlalu malu untuk mengungkapkan isi hatinya.

Din hanya mengangguk sambil tersenyum kepada ku. Terus saja aku tolak tubuhnya sampai keluar balaknya dari cipap ku. Kemudian tanpa diminta, aku menonggeng di atas ranjang. Bontot ku yang kembali tertutup oleh kain batik yang semakin kumal ku arahkan ke arah Din.

Tanpa menyelak kain batik ku, Din menyembamkan mukanya ke celah bontot ku. Dapat aku dengar suara nafasnya menghirup bontot ku agak dalam. Kemudian Din menyibak kembali kain batik lusuh ku ke pinggang.

Sekali lagi bontot ku terkena pandangan mata Din tanpa di tutupi sehelai benang. Din melalukan balaknya di cipap ku, menyapu balaknya dengan cairan yang berlendir dan licin, mungkin sebagai pelumas.

Bisa tahan jugak mamat ni. Harus pengaruh cerita lucah ni. Kemudian dia mulai mengunjurkan kepala balaknya ke lubang bontot ku. Aku yang sebelum ini memang sudah biasa di setubuhi melalui bontot mudah menerima tusukan kayu Din. Lebih-lebih lagi balaknya sudah licin diselimuti lendir dari cipap ku. Dengan beberapa kali tusukan saja, separuh balaknya sudah terbenam ke dalam lubang bontot ku.

"Ohh .. dinn .. Klik lagi sayangg ..." pinta ku agar Din menjolok bontot ku lebih dalam.

Din menekan lebih dalam sampai akhirnya, keseluruhan balaknya terbenam di lubang bontot ku yang sudah lama tidak merasa dijolok balak pria. Belum sempat Din memulai hayunan keluar masuk lubang bontot ku, aku sudah terlebih dahulu memulai permainan.

Dengan pinggang yang semakin ku lentikkan dan bontot yang semakin nungging, aku gerakkan tubuh gempal ku ke depan dan ke belakang membuat balak pria pujaan ku itu keluar masuk lubang bontot ku perlahan-lahan.

Pertama kali aku mendengar keluh kesah Din yang agak kuat menahan gelora kenikmatan sejak dari saat pertama kami bersetubuh tadi. Din memang benar-benar tak tahan diperlakukan begitu.

Aku juga tidak tahu kenapa aku begitu berani melakukan sebegitu. Mungkin akibat desakan nafsu ku yang semakin membara karena rasa cinta yang semakin sulit untuk dibendung, dan mungkin juga karena lubang bontot ku dah rindu sangat ingin menikmati diliwat balak pria yang keras mendorong lubang bontot ku.

Sambil memegang pinggang ku yang masih terikat kemas lilitan kain batik lusuh yang ku pakai, Din mulai menompa bontot ku semahu hatinya. Makin lama makin laju balaknya keluar masuk lubang bontot ku. Kepedihan sedikit demi sedikit semakin terasa, mungkin karena dah lama tak kena jolok. Namun, kenikmatan yang aku nikmati benar-benar membuat aku lupa akan kepedihan yang aku alami.

"Oooohhhh Kakkkkk .... Sedapnya bontot akakkk ...." Din seperti separuh menjerit sambil menjolok bontot ku.

"Sedap sayanggg .... Sedapkan bontot akakkk ..." aku menggodanya dengan kata-kata lucah agar dia semakin terangsang.

"Ohhh ... sedapnyaaa .... Kakkk ... pleaseee kakkk .... Kawin dengan saya kakkk ...." Din merintih kesedapan sambil membujuk ku agar menjadi permaisuri hidupnya.

"Din nak ke kawin dengan akak? Akak gemuk, bontot lebar ..." aku mencoba memperlakukan karenanya.

"Kakk .... Tak gemukk .. ohhh ... kakk ... saya suka bontot akakkk .. saya cintakan akakk ..." rintih Din semakin bernafsu dan semakin laju menjolok bontot ku.

"Ohh .. dinn ... Suka bontot akak yee ..." aku bertanya lagi dalam kenikmatan yang semakin aku sendiri tak tahan.

"Suka kakk .... Bontot akak tonggek kakkk ... tetek besarrr .. kakkk ... saya tak tahan kakkk ...." Din semakin kuat mengerang penuh nafsu, hayunannya juga semakin kuat.

"Jolok bontot akak Dinnnn .... Ahhhh ... Dinnn ... Lepaskan dalam bontot akak sayangggg ...." Aku merengek semakin kesedapan sambil menikmati balak Din yang semakin kekar berkembang memenuhi lubang bontot ku.

"Kakkkk .... Saya cinta akakkk ... Sumpahhhh!!!! Ahhhhh !!!!!". akhirnya mani nya tumpah ruah di rahim ku, yang bisa memuat perutku menjadi besar karenanya

No comments:

Post a Comment