Tuesday, April 30, 2013

Alice

Alice berdiri di belakang suaminya yang sedang bicara dengan seorang petugas di resepsionis, tangan di belakang menggenggam mesra tangan Alice. Semua orang tak hentinya mengucapkan selamat, setiap kali berpapasan dengan pasangan yang baru saja menikah ini. Keduanya begitu jelas terlihat baru menikah karena Alice masih tetap memakai busana pengantinnya. Suaminya melepaskan genggaman tangan mereka untuk menandatangani pemesanan kamar. Alice melangkah mundur dari meja resepsionis dan menyapukan pandangan ke seputar lobi. Seorang pria negro sedang memandanginya. Pandangan mata mereka bertemu dan Alice membalasnya dengan senyuman, menganggap mungkin sang pria merasakan kebahagiaan yang terpancar dari pasangan pengantin baru di depannya. Tapi tatapan matanya tak juga bergeming. Apa ini? Sesuatu tentang raut wajahnya memaksa batin Alice berbisik. Dia tahu arti dari ekspresinya tersebut, tapi tak mampu untuk menjelaskannya. Intensitasnya menyebarkan atmosfir. Matanya yang tak berkedip mengisyaratkan kalau dia tengah memikirkan sesuatu…Alice palingkan pandangnya. Sang pria ingin menyetubuhinya! Telah dia lupakan gairah akan pria lain semenjak berkencan dengan Tom. Dia tahu dengan cepat bahwa Tom adalah pria spesial untuknya dan segera dia tutup hatinya bagi pria lain. Dia telah lupa, atau tak menyadari, bahwa semua pria suka memandang kecantikannya. Pria itu ingin menyetubuhinya. Tapi apa yang Alice cemaskan? Dia sudah menikah sekarang! Terlihat jelas telah menikah! Kembali dia menoleh ke arah sang pria, yang tak pernah henti memandangnya. Dia amati wajahnya sekarang, memang tidak tampan dan berkulit gelap, segelap rambut hitamnya dan matanya yang juga senada, tapi seperti ada daya tarik tersendiri. Kenapa dia cuma terus menatapnya saja? Kenapa dia tidak tersenyum atau bahkan memberi isyarat yang cabul? Alice baru sadar kalau dia telah balas menatap sang pria untuk sekian lama setelah Tom menyentuh pundaknya. Dia tersenyum pada suaminya, kemudian ikut melangkah menuju ke kamar yang mereka pesan. Dia mulai merasa terangsang. Dia menyetubuhi suaminya dengan segenap hasrat. Pengantin baru ini bercinta dengan penuh gairah, berisik dan liar. Tom menyutubuhinya di atas ranjang, lalu di lantai dan terakhir di dalam bathub. Mereka terlelap ke alam mimpi dengan tubuh telanjang saling dekap.

Alice merinding setelah air yang membasahi tubuhnya perlahan berubah jadi dingin. Dia berdiri di dalam bathtub, membiarkan payudaranya yang basah menggantung bebas dihadapan suaminya. Kemudian dia melangkah keluar dari dalam bathub dan menuju ke depan cermin. Dia tertawa saat melihat kulitnya yang mulai berkerut kedinginan di depan cermin. Tawanya terhenti saat dia mainkan kalung rantai yang telah diberikan Tom sebelum mereka menikah. Dia tak tahu asal usulnya, tapi suaminya mengatakan kalau rantai itu merupakan sebuah simbol ikatan cinta yang kuno. Selama dia memakainya, mereka berdua tak akan dapat terpisahkan. Dia memegangnya, memantulkannya di atas kekenyalan payudaranya dan kemudian mencoba mengepaskan bulat payudaranya dengan lingkaran rantai tersebut. Entah bagaimana, dia dapat merasakan Tom tengah menyentuhnya setiap kali rantai tersebut bersentuhan dengan kulitnya. Dia melangkah masuk ke dalam kamar dan mengeluarkan jubah sutera berwarna emas yang pendek dari dalam tasnya. Dibungkuskan lembutnya kain tersebut ke tubuh telanjangnya. Dia duduk di atas ranjang, membuat ujung jubahnya tersingkap hingga atas pahanya dan menampakkan sedikit vaginanya yang mengintip. Dia tersenyum ketika menyadari betapa terbukanya jubah pendek tersebut. Tom akan sangat suka dia memakainya, atau lebih tepatnya lagi, menyetubuhinya dalam balutan jubah sutera tersebut. Suara gemericik shower menyadarkan Alice dari suasana erotisnya. Dia mempertimbangkan untuk masuk saja ke dalam kamar mandi, menyusul suaminya dalam guyuran air hangat, tapi dia merasa begitu haus. Dia raih dompetnya dan mengeluarkan beberapa recehan. Dia putuskan untuk membeli sebotol teh dingin, lalu melihat apa suaminya butuh bantuannya apa tidak. Dia keluar dan melangkah menyusuri lorong, lupa akan jubahnya yang pendek dan tipis. Bergegas dia menuju mesin penjual minum otomatis di lantai terdekat, memasukkan koin recehannya dan membungkuk untuk mengambil minumannya. Terdengar suara pintu yang dibuka datang dari lorong saat dia ambil kaleng minumannya. Dia tolehkan wajahnya ke arah sumber suara tadi.

Itu sang pria tadi. Dia berjalan mendekatinya, langkahnya menunjukkan keyakinan diri atau ketidakpedulian, Alice tak tahu yang mana. Tapi sorot matanya membimbing Alice untuk mempercayai bahwa itu adalah sebuah keyakinan diri yang kuat. Alice merasa tak kuat berdiri menahan tubuhnya, dia mulai rubuh. Sang pria semakin dekat, dia raih tangan Alice untuk membantunya berdiri, memegang kepalanya dan mengarahkan agar tatapan mata Alice tetap memandangnya. Ada sesuatu dalam sorot matanya… begitu misterius… begitu memikat… begitu penuh nafsu… tapi sama sekali tak mengancam. Sang pria tersenyum. Alice terlalu mati rasa untuk merespon. Sang pria kembali berjalan menyusuri lorong meninggalkannya. Sebuah hembusan hawa dingin menyapu pahanya dan naik menggelitik rambut di selangkangannya. Sang pria telah melihat pantatnya. Dia sadar kalau jubahnya yang begitu pendek pasti tersingkap naik saat dia membungkuk untuk mengambil minumannya tadi. Pantat telanjangnya akan terlihat membulat nikmat dalam posisi tersebut – dia mengetahuinya dari beberapa pose yang pernah dia lakukan didepan cermin. Lalu dia menyadari sesuatu yang jauh lebih penting. Sang pria pasti juga telah melihat vaginanya. Telah dia saksikan sendiri lipatan bibir vaginanya yang mengintip begitu menggoda dari bawah pantatnya. Sang pria pasti sudah melihatnya. Alice bergegas kembali ke kamarnya, kembali pada suaminya. Tom akan dengan senang hati menyetubuhi isterinya yang berpakaian minim lagi. Alice muncul di kamar mandi dan memberi suaminya sebuah pertunjukan kecil. Dia membungkuk seperti yang dilakukannya di mesin minuman tadi, bertanya pada suaminya,

“Apa kamu pikir ini terlalu pendek?”

Jelas dia akan berkata “Tidak.”

Lalu Alice kembali bertanya, “Bukankah kalung rantai ini pas di sini?” Dan mulai membuka bagian depan jubahnya, mengekspos kalung rantai dan payudaranya. Dia biarkan pemberian suaminya tersebut menggantung di putingnya.

om menelan jawabannya. Alice menjatuhkan jubahnya ke atas lantai, lalu melangkah masuk ke dalam siraman air hangat bersama suaminya. Alice telah lupa perjumpaan dengan sang pria pada malam sebelumnya. Dia terbangun dari tidurnya, tubuh telanjangnya menempel rapat ke tubuh telanjang suaminya dan pikirannya hanya dipenuhi oleh kebahagiaan dan masa depan yang menanti mereka. Dia melangkah ke kamar mandi dan melihat jubah berwarna emas yang tergeletak di atas lantai. Pikiran tentang sang pria asing datang kembali. Dia pasti sudah memberinya sebuah pertunjukan yang cukup menggairahkan! Dia pakai jubah tersebut, mengingat bagaimana cara sang pria memandangnya.

“Apakah…”

Dia membungkuk, posisi yang sama seperti saat dia mengambil minuman kemarin. Dia menoleh ke cermin di belakangnya. Sudah pastilah sekarang, bongkahan pantatnya tersingkap dengan cepat. Vaginanya menyusul muncul tepat sesudahnya. Dia rasakan sebuah hembuasan hawa hangat menyapu tubuhnya karena pemandangan tersebut. Dia bangkit dan mengamati tubuhnya di dalam pantulan cermin. Dia amati putingnya mengeras dari balik jubah suteranya dan dia mulai memainkan jubah tersebut. Dia singkapkan lebih untuk memperlihatkan daging payudaranya lebih banyak lagi, lalu menutupnya kembali. Dia uji seberapa longgar dia bisa mengikat bagian depan tanpa terlalu banyak memperlihatkan tubuhnya. Dia nikmati belahan dadanya yang terlihat menggiurkan. Tanpa berpikir, tangan kirinya menyelinap ke balik jubah suteranya dan meremas payudaranya yang sebelah kiri dengan lembut. Tak mampu dia cegah untuk memikirkan sang pria asing dan betapa senangnya dia jika sang pria melihatnya seperti sekarang ini! Kain sutera tersebut menggantung dengan lembut di pinggir payudara telanjangnya, terlipat seiring gerakan naik turunnya. Dia bayangkan mata sang pria menatap tak berkedip padanya… pada dadanya.

“Dia mungkin sudah melihat vaginaku, tapi dia belum lihat yang ini!”

Tangan kananya merayap menaiki pahanya, menyusup ke dalam jubah. Dia usap vaginanya dan memandangi tubuh indahnya yang menggelinjang. Jubah tersebut tetap dalam keadaan terikat longgar pada bagian depan. Dapat dia lihat pandangan penuh gelora birahi dalam tatapan matanya. Seperti itukah dia membalas tatapan mata penuh nafsu dari sang pria? Dia pejamkan matanya setelah pikiran itu terlintas.

Alice merasa mata sang pria tengah mengawasinya sekarang. Keberadaannya di dalam benaknya. Dia hayalkan sang pria asing berada di seberang cermin, memandang payudaranya yang terguncang… melihat dia tengah memuaskan dirinya sendiri. Dia selipkan satu jarinya masuk ke dalam celah vaginanya. Apakah ini jari sang pria?
“Oooh…” Alice mendorong jarinya masuk ke dalam lubang vaginanya sendiri dengan keras, mengangkat pinggulnya berlawanan arah dengan sodokan jarinya.
Bagaimana jika ini adalah batang penisnya? Alice berhenti. Dengan cepat dia tutup jubahnya dan melangkah menuju ke dalam kamar. Tanpa melihat ke arah suaminya, dia kenakan sepotong celana pendek dan menutupi payudara telanjangnya dengan sweater yang ringan. Dia akan turun untuk mendapatkan secangkir kopi… dia akan turun dan melupakan bayangan yang baru saja dia hayalkan. Alice menerima secangkir kopi dari si gadis di belakang meja konter. Dia teguk cairan panas itu, berharap dapat meredakan gemetar tubuhnya. Tapi malah semakin menambah merah kulitnya yang telah merona. Dia berbalik dan melangkah menuju ke lift.

“Ya ampun…”

Sang pria asing berdiri di pintu. Lift itu mengarah turun, tapi dia tidak keluar. Alice melangkah masuk, merasa aman karena ada sepasang orang berumur lebih tua masuk bersamanya. Dia menolak memandang ke arah sang pria, tapi dia tahu kalau mata sang pria memandanginya. Dia MERASAKAN mata sang pria di tubuhnya. Jantungnya berdegup kencang dibalik sweaternya. Dia teguk kopinya dengan tangan yang gemetar. Dia gigit bibir bawahnya saat merasakan denyutan diantara pahanya. Perasaan itu tumbuh makin besar, seakan ada jari yang menggosok bibir vaginanya, mengirimkan getaran menggelora ke sekujur tubuhnya. Vaginanya bereaksi sendiri, seakan tahu kalau pernah dilihat dan ingin untuk kembali dipandang. Kembali dia teguk kopinya, tak menyadari kalau lift telah berhenti. Pasangan tua tersebut melangkah keluar. Tak ada seorangpun yang masuk lagi. Lift kembali naik. Alice sadar kalau setidaknya dia melirik ke arah sang pria. Jika tidak, sang pria akan mendekatinya. Dia bersiap untuk memberikan sedikit senyuman. Dia paksakan kepalanya bergerak sedikit ke arah sang pria, menunggu sang pria menatapnya dengan seringai serta mengucapkan sesuatu yang kasar.

Sang pria menatapnya. Seakan matanya tak pernah berpaling, terus menatap Alice. Seakan mata itu tak memiliki arah tujuan lainnya, mereka terus menatapnya. Alice merasakan hantaman sensasi dari kepala hingga ujung kakinya. Dia akan tersenyum lalu segera berpaling. Tapi dia tidak tersenyum. Dia sama sekali tak berpaling. Alice memandang tepat di matanya dan dia sadar dirinya telanjang baginya. Tanpa memakai pakaian dan sang pria telah melihat ketelanjangannya untuk memperkuat imajinasi terlemahnya. Belum pernah Alice menyaksikan pernyataan nafsu yang begitu berani dari seorang pria kepadanya, bahkan sang pria belum mengucapkan sepatah katapun. Dan Alice belum juga memalingkan muka. Lift berhenti di lantainya Alice. Pintunya terbuka. Seharusnya dia bergerak. Sang pria yang bergerak. Dia mendekati Alice hingga hanya berjarak 1 inchi darinya. Pintu lift menutup kembali. Alice merasakan vaginanya berdenyut. Dia rasakan putingnya terbakar. Sang pria menciumnya. Sang pria tidak beraksi dengan serangan nafsu buta. Dia hanya menekankan lidahnya ke bibir Alice dan menciumnya. Alice balas mencium. Dia rasakan bibir basahnya bertemu dengan bibir basah sang pria dan meluncur lembut di atasnya. Pintu lift terbuka. Lantai berikutnya. Seorang pria dengan anaknya masuk. Sang pria asing hentikan ciumannya seiring terbukanya pintu lift dan bersama Alice menoleh ke arah para pengganggu. Keabadian seakan berjalan lambat. Alice menatap pintu lift yang terbuka. Setiap denyut kesadarannya mengatakan agar melangkah keluar melewati pintu tersebut. Dia melangkah ke depan, tapi terhalangi oleh tubuh sang pria. Tangan sang pria berada di dada Alice. Alice melihat penguasaannya pada tekanannya yang lembut. Dia mulai menyadari kalau tangan tersebut telah berada di dadanya selama ini. Dia memaksa melewati sang pria asing, keluar menuju ke lorong. Dia begegas ke arah tangga, berharap sang pria tidak mengikutinya. Dia sampai ke ujung lorong, nafasnya memburu cepat.

“Dasar wanita bodoh, kamu wanita – yang bodoh!” 

Dia terus merutuk dirinya sendiri saat menuruni tangga. Begitu menyesal karena tak membiarkan sang pria menganggap bahwa dia telah berhasil menaklukannya. Begitu menyesal karena bersikap tenang dan seakan isteri yang penurut dan setia.

Tom terbangunkan oleh isterinya, yang sedang menggesekkan vaginanya ke batang penisnya agar ereksi. Dia lepaskan sweater dari tubuh isterinya dan kalung rantai yang menggantung dipayudara Alice menghantam wajahnya. Alice luncurkan vaginanya pada batang penis Tom yang sudah keras sekarang dan dan dia tarik kalung rantainya terlepas dari leher saat dia mulai bergerak menyetubuhi suaminya. Sekali lagi dia berusaha keluarkan pertemuan dengan sang pria asing dari dalam benaknya saat dia dan suaminya tengah bersiap untuk perjalanan bulan madu. Mereka sedikit terlambat untuk berkemas, terima kasih pada gelora birahi Alice. Dia butuh Penis suaminya dalam tubuhnya, itu akan mengingatkan dia akan cinta yang dia rasa pada suaminya dan komitmennya pada pernikahan mereka yang suci. Selama Tom bercinta dengannya, dunia akan jadi sempurna. Namun hasrat Alice yang terus berkobar sepanjang hari sungguh membuat Tom kelelahan dan akhirnya Alice menyerah untuk membiarkan suaminya rehat. Mereka nikmati keindahan panorama, pergi makan malam yang romantis dan kembali ke kamar pengantin mereka setelah merasa segar dan siap untuk malam panjang penuh gairah. Mereka berdiri di depan pintu utama, menunggu kendaraan datang. Mata terus fokus mengamati jalanan dari bukit yang berliku panjang. Berharap taksi yang mereka pesan segera datang dan Alice tak perlu lagi merasa cemas melihat sang pria asing di sekitarnya. Tapi memfokuskan diri pada taksi ternyata tak banyak membantu. Seakan sang pria muncul ke manapun mereka pergi, selalu muncul dalam penglihatan Alice saat mata Tom tak melihatnya. Sang pria terus memandangnya saat di restoran, saat di pantai, saat di musium. Dalam setiap tatapan, gairahnya berkobar semakin besar terhadap Alice. Intensitasnya seakan sebuah kontak fisik bagi Alice, merangsang payudaranya, membuat vaginanya basah dan membara oleh tangan-tangan yang kasat mata. Alice tak pernah beranjak dari sisi suaminya. Tak akan dia biarkan sang pria menyentuhnya kembali. Tak akan dia ijinkan sang pria membangkitan sesuatu yang terlarang dari dalam dirinya. Dia sekarang seorang isteri, yang baru…

Dinner datang setelah matahari terbenam. Akhirnya mereka dapat duduk di sebuah private restoran. Sebuah bilik terpencil sangat tersembunyi dari mata yang mengawasi. Hanya mata suaminya serta mata pelayan remaja yang bisa memandangi kecantikan Alice. Alice menarik nafas dan menekankan kalung rantainya ke belahan dadanya. Dia memakai gaun yang bisa membuat mata setiap pria terloncat keluar dan dia menerka seberapa lama suaminya mampu menahan diri saat memandangnya memakai pakaian seperti ini. Tap tak lama berselang, kaki Tom telah menemukan jalannya kebalik rok dan menuju ke celana dalam Alice. Ujung jempolnya menggesek selangkangannya, dia menggeser posisi tubuhnya sedikit membungkuk ke depan untuk menyambut sang penyusup. Tom menjatuhkan buah zaitun ke belahan dada Alice, lalu pura-pura kesulitan saat mencoba mengambilnya dara dalamnya. Tangannya merayap pelan membelai payudara Alice. Dia membuat permainan kecil dengannya, kadang mengambil sesuatu barang lainnya untuk dijatuhkan ke dalam belahan dada isterinya. Alice merasa bersyukur akan bilik terpencil yang mereka tempati ini karena beberapa kali tangan nakal suaminya menyebabkan payudaranya menyembul keluar dari balik gaun. Setiap kali Tom dengan cepat memandang sekelililingnya, lalu mencelupkan puting Alice ke dalam wine atau kecap, hanya untuk kemudian dia hapus dengan sebuah hisapan serta kecupan bibirnya sendiri. Celana dalam Alice kuyup sudah dan dia sudah tak sabar untuk kembali ke dalam kamar pengantin mereka. Tom menarik tangan Alice ke arah selangkangannya dan menyusup ke dalam. Dia meremas penis suaminya dari bawah meja. Tom menggigit tulang steak dengan keras, mencoba untuk tidak mengerang keras saat isterinya memijit dan mengocok penisnya. Alice merasakan sebuah cairan hangat menyembur pada tangannya. Sial! Dia ingin memuaskan suaminya, tapi tidak ingin menyudahinya secepat ini! Dia lap sperma Tom di tangannya dengan serbet, tapi dia sadar kalau dia butuh lebih dari sekedar kain serbet untuk membersihkannya. Dia tutupi tangannya dengan serbet dan bergegas menuju ke toilet wanita. Keluar dari area restoran dan menuju ke lobi. Dia temukan tanda toilet wanita dan melangkah menuju lorongnya. Ada seseorang sedang duduk di kursi, di samping jalan masuk toilet wanita tersebut.

Itu sang pria. Dia merasakan campuran rasa takut dan marah. Bajingan ini masih membuntuti mereka dan menunggu dia keluar dari dalam restoran. Alice harap bisa melewati pria ini sebelum dia melihatnya. Tapi dia gagal. Sang pria berdiri, menghalangi jalannya. Hampir saja Alice berlari menubruknya. Dia baru saja akan berkata“Permisi,” atau “Kamu *******.”

Tapi sang pria akan sangat menikmati pilihan yang kedua. Namun sebelum Alice mengucapkan sepatah kata, sang pria mulai bergerak mundur, memberikan jalan bagi Alice untuk menuju ke pintu masuk, meskipun Alice masih tetap berdiri di tempatnya berada. Alice tak menatap matanya hingga sang pria berhenti lagi. Mereka berada di ujung lorong. Toilet wanita terletak di tempat paling ujung hingga keberadaan keduanya sama sekali tak terlihat dari restoran. Alice ingin teriak, tapi kembali dia mendapati mata sang pria. Masih tersisa gelenyar sensasi dalam tubuhnya dari permainan kecil dengan suaminya tadi. Dan gelenyar tersebut terus bergolak saat mata sang pria memandanginya dalam balutan gaun ketat. Dia merasakan matanya berhenti di payudaranya – terasa seakan sebuah cairan hangat tertuang dari kedua matanya. Bergerak turun ke pinggangnya dan dia merasakan tatapannya seakan sepasang tangan memegangi pinggangnya. Bergerak turun lagi ke pahanya dan dia merasa tatapanannya bagaikan angin lembut yang berhembus pelan naik turun menyusuri kedua pahanya. Ternyata itu memang tangannya. Ujung jari tengah sang pria bergerak menyusuri naik turun daging paha Alice yang terbuka. Tangan yang satunya memegang tangan Alice yang memegangi kain serbet. Alice merasakan sperma suaminya teremas diantara tangan mereka saat sang pria mengarahkannya menuju ke pinggang Alice. Alice merasakan tangannya sendiri menekan gaunnya naik, dibimbing oleh tekanan tangan sang pria. Alice rasakan tangannya sendiri kini menekan celana dalamnya, menekankan serbet yang berlumuran sperma Tom ke tubuhnya. Kain celana dalamnya terasa begitu tipis. Tangan Alice terkulai lepas kala sang pria menekankan serbet tersebut ke dalam vaginanya. Alice merasa serbet basah tersebut membasahinya, mengalir menyentuh tubuhnya. Sang pria menekannya masuk, celana dalamnya tertekan ke dalam celah vaginanya dan dia rasakan jari sang pria mendorong serbet beserta spermanya menyentuh klitoris Alice.

Alice mematung, terdiam beku. Tubuhnya membeku seutuhnya kala serbet tersebut perlahan menerobos masuk ke dalam vaginanya. Itu adalah sperma suaminya. Tapi dengan tangan sang pria. Alice merasa dirinya berteriak, jauh di dalam hatinya. Sebuah suara dari hati yang waras, meneriakkan akan kesalahan dari seluruh peristiwa ini. Tapi ini adalah sperma suaminya sendiri!!! Namun kemudian ada sesuatu yang terjadi, seseorang muncul dari ujung lorong. Seorang pria, berjalan mendekati mereka dan Alice dapat merasakan kalau mata pria yang muncul tersebut seakan terkunci pada obyek yang tengah digosokkan pada selangkangannya. Alice dapat memastikan hal itu karena tak juga dia dengarkan suara derit pintu dibuka dari toilet pria. Pria itu menyaksikan seseorang sedang menggosokkan sperma suaminya ke dalam vagina Alice. Alice seakan tersadar dari alam bawah sadarnya dan dia bergegas lari keluar dari lorong tersebut. Sang pria hanya memandangnya dalam diam kala Alice berlari melewatinya.

Tom sedang terlelap. Mereka usai berhubungan seks. Satu kali. Alice membiarkan suaminya menelanjanginya, mencium payudaranya dan menyetubuhinya dengan segenap hasrat. Alice mendapatkan orgasme, namun gairah yang mereka bagi saat di meja restoran tadi tak pernah kembali. Dia tarik wajah suaminya mendekat, membenamkannya diantara payudara, mencoba untuk menarik kembali gairah dan birahinya. Alice ingin terbang tinggi dan menghilang bersama Tom. Ingin merasakan Tom di dalam tubuhnya. Ingin menggoyang liar batang penis Tom yang menyodoknya dan meyakini bahwa suaminyalah pecinta terbaik di dunia ini untuknya. Namun kini Tom tidur. Alice tak bisa menyalahkannya. Mereka hanya tidur sebentar-sebentar saja semenjak sampai di sini dan gelora seks Alice telah membuat suaminya kewalahan. Dia biarkan kepala suaminya terkulai di samping tubuhnya. Dengan hati-hati dia pindahkan tubuh Tom yang menindihnya, lalu berdiri. Dia mainkan kalung rantainya sembari berjalan mondar-madir dalam kamar dengan telanjang. Kembali dia rasakan tenggorokannya teramat kering, lalu mengambil recehan untuk mesin penjual minuman otomatis. Dapat dia rasakan sperma Tom masih di dalam tubuhnya lalu dia kenakan celana dalam warna emasnya. Dia tak mau madu cinta suaminya sampai menetes saat dia berjalan di lorong nantinya. Jubah sutera warna emas kembali dia bungkuskan pada tubuhnya dan dia kemudian keluar dari kamarnya. Dia tahu betul betapa jubahnya tersebut begitu minim. Tentu saja, meskipun kini dia memakai celana dalam, itu tak banyak membantu juga. Masih tak mampu dia tepis perasaan ketelanjangannya. Jubah tersebut terlihat menggantung pada payudaranya, memberikan pemandangan yang begitu jelas akan ukuran serta kekencangan buah dada tersebut. Belahan samping dari tangan hingga pinggang juga patut dipertanyakan, karena selalu memperlihatkan celana dalamnya setiap kali kakinya melangkah dengan tergesa menyusuri lorong, meskipun hanya sekilas lalu. Dia tak memikirkan tentang apapun lainnya. Matanya terfokus pada mesin minuman serta rasa haus yang menyerang tenggorokannya dengan hebat.

Udara terasa sedikit lebih dingin di lorong dan dapat dia rasakan gelenyar rasa yang dia kenali merayap naik di paha dan di balik jubahnya. Dia berpapasan dengan beberapa pria di lorong, dapat dia lihat mereka melirik ke arahnya saat bersimpangan. Akhirnya dia sampai ke mesin minuman dan segera dia masukkan recehannya. Kaleng teh dinginnya jatuh keluar dan dengan berhati-hati dia mengambilnya. Sesuatu menekan pantatnya. Dengan sigap Alice berdiri, siap untuk teriak pada seseorang yang telah menyentuhnya. Ternyata sang pria. Alice melihat bayangan sang pria dari pantulan pada mesin di depannya. Alice membeku, begitu terkejut dan tetap terdiam saja seperti perjumpaan-perjumpaan mereka yang sebelumnya. Dapat Alice lihat sang pria hanya memakai celana pendek saja dan dia sadar kalau yang tengah menekannya sekarang tak lain dan tak bukan adalah penis ereksi sang pria. Sang pria menyingkapkan jubah Alice. Alice masih tetap membeku saat sang pria mengekspos pantat indahnya. Masih tetap dia membeku saat tangan sang pria menekan celana dalamnya. Sebuah jari menyelip ke dalam karet celana dalamnya dan meluncur melintasi pinggangnya. Alice harus menghentikan sang pria… dia harus menghentikannya… pikiran itu terus berulang dalam benaknya. Sang pria mendorongkan pinggangnya pada Alice, menekan penis kerasnya tepat di celah bongkahan pantatnya. Alice masih terus menghadap ke arah mesin. Tangan sang pria bergerak naik meninggalkan pinggang Alice dan menekan payudara terlarangnya dari luar jubah sutera. Jemari sang pria mulai bermain dengan tali jubah tersebut. Tiba-tiba saja Alice ingat suatu hal; dia tak pakai bra. Jika sang pria membuka jubahnya, payudaranya akan tersuguh bebas di hadapannya. Itu tak boleh terjadi, meskipun dapat dia nikmati sentuhannya itu. Meskipun sejujurnya dia menyukai ide gila itu. Alice tangkap tangan sang pria dan menyingkirkannya dari payudaranya. Sang pria membiarkan Alice menepiskan tangannya menjauh. Alice merasakan tangan itu jatuh di samping tubuhnya. Alice tercekat oleh rasa dingin dari kaleng minuman. Ternyata tadi sang pria asing menaruh kaleng itu di belahan payudaranya. Dapat Alice rasakan berat kaleng minuman itu menekan kalung rantainya menekan tajam pada dagingnya.
“Uhh…” rasa dingin itu membuatnya melenguh. Dia rasakan kedua putingnya segera mengeras oleh sensasi rasa dinginnya. Sang pria memindahkan kaleng itu melewati payudara kirinya, melembabkan jubah suteranya dengan dingin

Setetes air jatuh mengaliri belahan payudaranya, membuat dadanya merinding kedinginan lagi dan menyebabkan dia tersengal. Tubuhnya masih tetap membeku, tapi hanya separuhnya disebabkan oleh dinginnya kaleng. Sang pria menaik turunkan kaleng itu menggesek puting sebelah kanannya. Alice merasakan ketaksadaran sama seperti sebelumnya. Kenapa dia biarkan sang pria menyentuhnya seperti ini? Kenapa dia jadi begitu terangsang? Dia putuskan untuk menghentikannya, namun tubuhnya menolak untuk mematuhinya… tak ada yang salah dengan sentuhannya…Sang pria berusaha menyelipkan kaleng minuman itu diantara lipatan jubah, dan mulai meluncurkannya turun. Perbuatannya itu menyebabkan jubahnya terbuka, membuat area dada Alice terekspos semakin luas. Alice mengamati rantai kalungnya yang mulai terlihat, lalu bayangan lingkar payudaranya yang kenyal. Tubuh sang pria kini sepenuhnya menekan Alice, menghangatkan bagian belakangnya, sedangkan bagian depan tubuh Alice terbuka kedinginan. Dapat dia rasakan nafas hangat sang pria menerpa lehernya kala jubahnya mulai terbuka. Alice memandang turun pada belahan dadanya, mencemaskan keterbukaan payudaranya yang sangat bisa dinikmati mata sang pria jika dia mengintip dari balik pundaknya. Sang pria mencium leher Alice. Dan Alicepun tetap terdiam membeku. Jika sang pria mencoba untuk membuka jubah Alice sepenuhnya, Alice akan membiarkan saja… TIDAK! Dia tangkap tangan sang pria. Tangan itu terasa dingin karena kaleng minumannya dan daging tubuh Alice serasa terbakar kala tangan sang pria menekan tubuhnya. Tak akan dia perlihatkan payudaranya. Tak akan dia biarkan sang pria membuka jubahnya dan melihat bagian tubuh terlarangnya yang hanya boleh untuk mata suaminya saja! Tangan sang pria kembali ke pinggang Alice. Alice perhatikan kalau jubahnya telah terbuka hingga perutnya. Dia perhatikan kalung rantainya tetap berada diantara payudaranya – terjepit diantara kehangatan belahan dadanya. Putingnya masih tertutupi. Alice merasa menang dengan kenyataan tersebut. Sang pria telah melihat banyak, namun belum ada bagian yang terlarang. Sang pria mulai menggoyang. Dia gerakkan penisnya ke tubuh Alice, menggodanya dengan panjang batang penis serta gairahnya. Ya ampun… Alice merasakan sebuah gelombang hangat mulai menyebar di pahanya. Dia ingin menjauh. Dia ingin lari. Tapi dia tidaklah sedang bersetubuh, dia tidak sedang bersetubuh… Dia masih terlindungi oleh celana pendek sang pria dan juga celana dalamnya.

Dia tidak sedang bersetubuh…Namun siraman erotis masih cukup bagi tubuhnya untuk mendorong ke belakang secara insting ke batang penis sang pria.
“Ohh!” Alice tersentak kala sang pria menekannya ke arah mesin, membuat kaleng teh dingin terjatuh. Tangan sang pria mulai mengelus pinggulnya, menyingkap jubahnya hingga sebatas pinggang seiring tekanannya yang semakin keras.
“Wow!” Alice mendengar dua orang pria melewati mereka. Mereka melihatnya tengah dihentak oleh sang pria.
“Ya ampun!” seorang wanita lewat. Dia melihatnya tengah digoyang oleh sang pria.
Orang ketiga bersiul. Dia melihatnya tengah disodok oleh sang pria. Tangan sang pria bergerak naik di dalam jubah Alice. Kulit telanjang pinggangnya telah disentuh. Tak apa-apa… tak masalah… pikir Alice. Masih tidak terlarang… Kenapa? Mengapa? Kenapa aku membiarkan pria ini melakukannya? Alice mencoba berasio akan sikap membiarkannya saat tubuhnya tergesek pada mesin minuman dengan pelan.
“Mami, mereka sedang apa?”
Alice perhatikan seorang pria kecil dari sudut matanya.
“Ayo pergi, Donnie! Pergi dari sana!” Sang mami mencoba menarik anaknya menjauh dari pemandangan seorang pria asing dengan metodis menggesekkan penisnya ke celana dalam Alice. Menjauh dari gambaran akan tangan sang pria membelai tubuh wanita yang hampir telanjang dengan pinggang terekspos dan tubuhnya terhentak ke mesin minuman. Tapi si pria kecil menepiskan tangan maminya saat dia menyaksikan tangan sang pria meraih payudara telanjang Alice dari dalam jubahnya…Alice terhenyak oleh karenanya. Sentuhan tangan sang pria pada keindahan bulatan kenyal dadanya adalah titik batasnya. Itu sudah terlarang. Ataukah itu disebabkan oleh keberadaan si pria kecil dan maminya? Alice bergegas pergi melewati mereka semua, tanpa melihat lagi pada sang pria atau si pria kecil yang melongo. Di sepanjang jalannya berharap bahwa sentuhan terlarang sang prialah yang membuatnya menghentikan semua. Bukannya kenyataan kalau mereka telah terganggu…

“Hey, ada apa denganmu?” Alice menatap pantulan dirinya di cermin saat dia bicara dibawah nafasnya. Dia baru saja bangun tidur dan sekarang harus menghadapi kenyataan dari kejadian malam sebelumnya. Dia menolak untuk memikirkan tentang kelengahannya saat sang pria beraksi terhadapnya. Tom tengah mandi dan kini dia sendirian di kamar mereka, memikirkan…Dia duduk di ranjang, merasa bersalah dengan apa yang sudah terjadi kala dia kembali ke kamarnya. Dia bangunkan Tom. Sekali lagi dia berusaha untuk membangunkan penis suaminya yang lelah. Dia begitu menghendaki untuk segera disetubuhi oleh suaminya. Jika perlu Alice akan menyetubuh tangan suaminya saja andaikan suaminya tidak juga bangun. Tapi Alice tahu kalau dia tak melepasnya begitu saja. Awalnya, dia palsukan orgasme bersama Tom. Dia palsukan kenikmatannya, dia palsukan erangannya, dia palsukan kepuasannya. Tubuhnya bergetar oleh gairah seksual, tapi seolah-olah tangan Tom sudah tak berperasaan. Tak lagi bisa menstimulasi kulit lembutnya. Bibir Tom tak mampu memadamkan dahaganya yang membara. Penis kerasnya tak bisa mengisi kekosongan birahinya. Dia meminta suaminya untuk mengambilkan sekaleng teh dingin untuknya. Tak mungkin dia kembali ke lorong itu lagi. Tom telah kembali, ekspresi kelelahan mendominasi wajahnya. Bahkan dia tak menutup pintu dengan benar dibelakangnya. Dia rebah ke atas ranjang di samping isterinya dan dengan segera jatuh terlelap kala isterinya meneguk redakan dahagan

Alice bangkit, bersiap untuk mengenakan pakaiannya. Dia ambil celana dalam berwarna emasnya dan secara rutin memakainya. Dia amati tasnya dan keinginan untuk mencari di dalamnya sirna dengan cepat. Yang dia tahu hanyalah dia merasakan ketakpastian. Dia pungut jubah dengan warna senada dari lantai dan memakainya lalu mengikatnya kencang. Dia bertanya-tanya apakah setelah Tom keluar dari kamar mandi nanti, gairah seksnya juga akan segar kembali. Kelihatannya itu sudah tak masalah lagi. Dia dudukkan tubuhnya di depan cermin dan mulai menyisir rambutnya. Segera saja kilau indahnya kembali lagi. Alice merasa matanya mencari sesuatu yang lebih lagi dibalik jubahnya… pada kalung rantai yang tergantung nyaman diantara payudaranya. Pintu kamarnya dibuka…Alice memandang dalam cermin dan melihat sang pria. Dia tak merasa terkejut, sama sekali tak merasakan takut. Sang pria terlihat bimbang, seakan kemarahan Alice terhadapnya kemarin malam adalah akhir dari affair kecil mereka. Alice balas menatap sang pria dari dalam cermin. Dia masih tetap memakai celana pendek yang sama dengan kemarin malam. Alice berdiri, mengenakan jubah dan celana dalam yang sama seperti yang dia pakai dalam pertemuan terakhir mereka. Jubah sama yang dia basahi dengan kaleng minuman. Jubah sutera lembut sama yang hampir dia lucuti dari tubuh indah Alice. Alice sadar sang pria telah menyentuhnya dimana seharusnya tak dia biarkan disentuh seorang pria. Tapi dia telah membuat batas. Dia berlalu kala sentuhan sang pria berkembang ke arah yang tak sepantasnya. Dia berlalu sebelum sentuhan sang pria menjadi benar-benar terlarang. Sekali di dalam lift. Satu kali di restoran. Sekali di lorong. Alice membuka jubahnya. Kain sutera yang lembut perlahan meluncur menuruni kulit putihnya. Kalung rantainya jadi terlihat. Bulatan payudaranya terbuka di depan mata, bersama dengan puting merah mudanya yang lembut. Dia tawarkan payudaranya pada sang pria. Dia tawarkan padanya sentuhan terlarang. Sang pria menciumnya, penuh hasrat dan basah. Dia raba dan remas payudaranya. Alice menangkap tangannya, tapi kali ini bukan untuk menepiskannya. Dia bawa telapak tangan sang pria pada putingnya, menyusupkannya dalam belahan dadanya dan memijat dirinya sendiri dengan sentuhan terlarang sang pria.

Payudara Alice bergerak mengikuti cengkeramannya yang sepenuh gairah. Putingnya melentur dibawah jari sang pria. Lalu Alice bawa tangan sang pria ke mulutnya dan menghisap rasanya. Dia hempaskan tubuh Alice ke ranjang, Tubuh Alice terpantul di atasnya, payudaranya bergoyang seirama pantulannya. Alice juga lepaskan celana dalamnya kala sang pria melepas celana pendeknya. Ingin Alice teriak saat sang pria melakukan penetrasi terhadapnya. Ingin dia suarakan kenikmatan seutuhnya yang dia rasa saat batang penis sang pria meluncur ke dalam tubuhnya. Sang pria menyutubuhinya dengan kasar, liar, sodokannya menghujam dalam, membawa penisnya menembus ke bagian tubuh Alice terdalam. Kedua tubuh mereka terlontar liar naik turun di atas ranjang. Alice tautkan pahanya yang terentang lebar melingkari sang pecintanya. Payudaranya terayun liar, seliar persetubuhan yang mereka lakukan. Segenap nalar sehat Alice menguap. Birahinya memegang kendali. Sekujur tubuhnya tergetar dan terhempaskan oleh persetubuhan paling murni yang pernah dia tahu. Alice menginginkan penis sang pria, Alice membutuhkan ejakulasi sperma sang pria. Dia ingin menyetubuhi sang pria lagi dan lagi kala penis menawan milik sang pria meluncur keluar masuk di dalam lorong vaginanya. Sepasang mata itu… tatapannya… Alice merasakan birahi sang pria meraih pemenuhannya dalam tiap gerak persetubuhan yang dia lakukan. Ranjang itu berderit seirama ayunan birahi keduanya, terasa begitu nyaring, senyaring yang memungkinkan. Penis sang pria mengirimkan rasa sakit padanya, namun Alice malah semakin keras menghentakkannya.

“Setubuhi aku… setubuhilah…” Alice menjerit pada dirinya sendiri berulang kali. Jadilah pejantanku, jadilah pecintaku…
Gerakan sang pria semakin intens dan liar. Dia sadar keberadaan suami Alice di dalam kamar mandi, dan teramat sadar jika dia harus menyetubuhinya dengan cepat dan tepat. Dia fokuskan perhatiannya pada payudara Alice yang terguncang dan kalung rantainya yang terlempar di sekitar daging kenyal tersebut.

“Oh… oh… oh…” Alice menngerang tertahan dalam setiap sodokan sang pria. Jubahnya terjuntai membuka penuh di samping tubuhnya.
Sang pria melihat kecantikan Alice seutuhnya. Alice tersenyum oleh karenanya. Sang pria telah melihat wajahnya, payudaranya, vaginanya… dia telanjang bersama sang pria, pria yang bukanlah suaminya.. Sang pria menggeram. Spermanya menyembur dalam tubuh Alice, menjilati dinding lorong vagina Alice yang basah. Alice merasakannya mengalir keluar dari dalam tubuhnya, menggelitik kelentit serta pahanya. Oohh, spermanya… vaginanya terasa begitu hidup oleh rasa basah dan lengketnya. Mengalir keluar dari dalam vaginanya, menuruni pahanya dan jatuh di atas seprei.
“Usaplah! Oh kumohon, gosoklah!” dia hanya memikirkan kata tersebut, tapi itu terjawabkan.
Sang pria mengambil selimut dan menyelipkannya diantara paha Alice.
“Ohh… oohhh…”

Kaki Alice menendang tak terkontrol saat jari sang pria mendorongkan spermanya masuk ke dalam vaginanya. Tak ada celana dalam di hadapannya. Tak ada yang mencegah spermanya. Sang pria menggesek Alice dengan cepat dan keras. Kalung rantai terlontar di payudara Alice, pengaitnya sudah beralih ke depan. Alice menangkap rantainya dan menyingkirkan dari payudaranya. Sang pria bergerak naik ke atas Alice, batang penisnya sudah mengeras lagi. Kalung rantai itu sudah hilang… sekarang tergantikan oleh batang penis mengkilat milik sang pria. Batan penis basah tersebut meluncur di belahan payudaranya. Alice menekan payudaranya merapat, menjepitkannya pada batang sang pria yang licin. Tangan sang pria bergabung dengan tangan Alice dan memijat payudara Alice saat batang penisnya bergerak menyetubuhinya.Suara shower berhenti. Sang pria tetap mengayun. Alice terus menyetubuhinya. Dia dengar suara suaminya menyingkapkan tirai. Dia dengar suara suaminya menggosok gigi. Tapi dia fokus pada suara basah dari penis sang pria yang tengah menyetubuhi payudaranya.

“Keluarkanlah… Oh, keluarkanlah untukku.. keluarkanlah di atas tubuhku…”
Sperma sang pria menyembur ke lehernya, meninggalkan jejak berkilau putih di sepanjang dada Alice. Alice angkat kepalanya dan mengecap rasa sperma sang pria yang beberapa menyembur ke mulutnya. Sang pria bangkit dan memindahkan penisnya ke bibir Alice. Alice menyambutnya, menghisap lahap campuran sperma sang pria dengan madu birahi vaginanya sendiri dari ujung hingga di sepanjang batang penis sang pria. Suara pisau cukur listrik suaminya berhenti. Alice melompat dari ranjang. Sang pria yang sudah memakai celana pendeknya dengan cepat menuju ke pintu keluar. Alice membungkus payudaranya yang berlumuran sperma dengan jubahnya. Tom muncul, masih ada sisa air menetes dari tubuhnya. Alice berdiri di hadapan suaminya“Mmmm.” Tom bergumam saat dia cium pengantinnya. Tangannya bergerak ke tali jubah Alice…
Alice memegang tangan suaminya dan menepiskannya ke samping. Dia melenggang ke dalam kamar mandi untuk membersihkan sperma sang pria dari vagina dan payudaranya. Sebentar lagi, dia akan pergi mengambil sekaleng teh dingin.

Pak Diran

Uring-uringan istriku semakin memuncak karena aku tak dapat menjemput istriku mengajar, karena jadual perkuliahan istriku mengajar mundur sehingga istriku pulang sekitar pukul setengah sepuluh malam bahkan sampai pukul sepuluh dimana perumahan yang kutempati sudah sangat sepi.

Ketika hati kedua aku akan menjemput, aku lewat pintu dapur di samping rumah yang cukup rimbun. Baru pintu kubuka sedikit, kulihat istriku yang mengenakan blouse merah dan rok klok hitam turun dari boncengan sepeda penjaga malam yang kukenal bernama Pak Diran , lelaki tua berumur 65 tahunan, tapi masih tegap itu.

“Terima kasih, Pak Diran….!!! ” kata istriku pelan

“Aah, nggak papa, saya senang, kok tolongin, ibu….!!!!! ,” kata Pak Diran sambil cengar cengir dan tak kunyana tangan kiri Pak Diran memegang tangan istriku dan mengarahkan ke selangkangan nya yangmenyembul, sedang tangan kanan Pak Diran langsung meremas remas payudara kanan istriku.

Akupun teringat omongan Pak Diran saat awal-awal aku berkenalan. dimana Pak Diran pernah bercerita sering wanita yang sudah bersuami di desanya dibuatnya kelenger oleh batang kemaluan, dan nama Diran adalah nama olok-oloknya kepanjangan dari Gedi sak Jaran, sebesar punya kuda, dan Pak Diran tak punya tempat tinggal tetap sehingga tidurnya berpindah-pindah di rumah teman-teman se desa nya yang ada di kotaku dan ia juga pernah bercerita padaku, istri temannya sering dia setubuhi saat suaminya tidur pulas.

Aku cepat-cepat kembali, saat istriku menuju pagar rumah dan berkata pelan “Besok malam jemput saya lagi, yaaa…????”

“Ooohhh…beres, Buuu…..!!! ” terdengar kata Pak Diran.

Esok malamnya aku bersembunyi beberapa meter sebelum jalan masuk perumahanku dan beberapa saat kemudian dari kejauhan kulihat Pak Diran tengah membonceng istriku dengan sepeda bututnya dan aku mengambil posisi yang terlindung tapi dapat melihat dari dekat. Hatikupun berdegup kencang saat kulihat istriku bergayut menempelkan payudara kanannya ke pinggang Pak Diran dan kakiku hampir tak dapat berdiri saat kulihat kedua tangan istriku sedang mengocok dan mengelus-elus batang kemaluan Pak Diran yang sebesar batang kemaluan kuda itu sehingga aku sempat melihat jari-jari tangan istriku tak dapat menggenggam batang kemaluan Pak Diran.

Beberapa saat Pak Diran dan istriku berlalu, aku sedikit berlari agar aku sampai di rumah sebelum istriku dan Pak Diran sampai dengan mengambil jalan pintas, tetapi karena kurang hati-hati aku terperosok dan kurasakan kakiku terkilir, sehingga aku tak dapat berjalan cepat. Akupun berusaha berjalan dengan menyeret kakiku, dan akhirnya dengan susah payah aku sampai di rumah. Aku lewat pintu dapur dan kulihat sepeda Pak Diran ada di balik rerimbunan pintu samping.

Dengan perlahan aku masuk dan menuju ruang tamu dengan hati-hati dan kudengar suara “croop croop” dari ruang tamu, akupun membuka sedikit selambu yang menutup ruang tamu dan ruang tengah, matakupun seakan terlepas dari tempatnya saat kulihat istriku sedang berjongkok di depan Pak Diran dan tengah mengulum batang kemaluan Pak Diran yang besar panjang dan berurat-urat sebesar cacing tanah sehingga mulut istriku kesulitan mengukum batang kemaluannya yang amat besar itu, sedangkan tangan kanan Pak Diran menyusup di blouse kuning istriku sedang meremas-remas payudara kiri istriku dan tangan kanan Pak Diran membelaibelai rambut pendek istriku.

Punggung kaki kanan Pak Diran tengah menggosok-ngosok selangkangan istriku yang duduk jongkok terkangkang dan di atas meja tamu kulihat BH tipis cream dan celana dalam merah istriku tergeletak di dekat tas kerja istriku.

“Oooooohhhhh. …eeuuunaak Bu Yatii ?!!!!!” kudengar Pak Diran mendesis, akupun benar-benar tak kuat menopang tubuhku dengan satu kaki melihat istriku tengah “membayar” kebaikan Pak Diran untuk menjemputnya dari jalan raya, sehingga akupun jatuh tersungkur dan membuat istriku dan Pak Diran kaget.

“Bu Yati, mungkin suami ibu ..????” kudengar bisikan Pak Diran. Merekapun berlari mendapatiku tersungkur.

“Kenapa, mas? tanya istriku. Aku tak menjawab dan merekapun tahu kakiku terkilir karena celanaku berlepotan tanah.

Akhirnya akupun dipijat oleh Pak Diran dan memang agak berkurang sakitnya. Akupun disuruh Pak Diran beristirahat dan Pak Diran akan kembali esok pagi. Pak Diran pun berpamitan dan Kudengar istriku mendesis pelan sebelum pintu depan ditutup.

Setelah pak Diran pergi, istriku menanyakanku darimana dan kujawab aku akan menjemput nya tadi, tapi ditengah jalan terjatuh.

Keesokkan paginya Pak Diran datang dan memijitku lagi dan terakhir aku tak mengerti kenapa Pak Diran menusuk-nusuk batang kemaluanku dengan sarung kerisnya dan Pak Diran memberiku ramuan untuk diminumkan kepadaku oleh istriku.

Pagi itu istriku memakai daster dari kaos yang agak ketat, daster ini kesukaanku karena mempunyai resleting di depan sampai ke perut dan aku tahu pagi itu istriku tak mengenakan BH karena kedua puting susu istriku yang besar menonjol dari daster kaos ketatnya dan istriku merias diri seperti akan berangkat kerja.

Istriku dan Pak Diran keluar dari kamar, sambil menarik pintu kamar, akan tetapi tidak tertutup rapat dan masih sedikit terbuka, setelah aku berpura-pura tidur sehingga aku masih dapat mendengar pembicaraan mereka.

“Sudah, Jeng Yati…..!!! ” terdengar kata Pak Diran menyebut istriku “Jeng”.

“Aku masih takut, Pak ……!!!!” bisik istriku

“Ayo dicoba saja, Jeng Yati…..!!! ,” bisik lagi Pak Diran.

Kemudian Istriku masuk kamar kembali dan aku sedikit kaget saat istriku mengelus elus batang kemaluanku dan aku pura-pura terbangun, sementara batang kemaluanku langsung bangun, kemudian istriku melepas celana dalam nya.

“Eeeeehhh… Diikkk, apa… Pak Diran sudah pulang….? tanyaku

“Sudah…!!! ” istriku menjawab singkat dan kini mengocok batang kemaluan ku, sambil naik keatas tempat tidur dan mengkangkangkan kedua kaki di atas tubuhku, sementara selangkangannya mendekati batang kemaluanku dan….. “Crot crot crot” tak tahan aku, air maniku lansung keluar saat menempel bulu-bulu kemaluan istriku.

“Aaaaahhhhhh. ….maaasssss. …..!!!! !,” bisik istriku yang terus mengocok batang kemaluan ku dan tak lama kemudian bisa berdiri lagi dan untuk kedua kalinya airmaniku tersenbur kembali saat masih menempel di bulu-bulu kemaluan istriku .

“Mas kok, begini terus. Sudah berapa bulan, mas. Aku sudah pingin sekali, mas. Aku pingin penyaluran.. !!” kata istriku sambil melap air maniku di bulu-bulu kemaluan nya.

Kemudian Istriku keluar kamar dan kudengar bisikan Pak Diran “nanti malam…,yaaa. . , Jeng Yati…!!!”

Siangnya aku menahan sakit di batang kemaluan dan utamanya di lubang kencingku sebelum istriku berangkat mengajar, aku tak mengatakan pada istriku dan akupun terkulai dan tertidur hingga kudengar pintu depan terbuka saat istriku pulang.

“Pak Diran saya masih takut, aahhhh…..! !” terdengar bisikan istriku

“Ayo, cepat, Jeng Yati,….” suara mendesak Pak Diran berbisik.

Aku menutup wajahku berpura pura tidur saat istriku masuk kamar dan kulihat istriku merias diri dan melepas semua yang menempel tubuh sintal istriku tak terkecuali celana dalam dan BHnya pun tak lagi di tempatnya dan mengambil kaim panjang dan melilitkan ketubuh sintalnya sehingga lekuk tubuh istriku dimana kedua payudara dan kedua puting nya menonjol di bagian dada dan pantat bahenol nya.

“Mas mas ..!!!” istriku membangunkanku.

“Eeeh ? ada apa, dik….?” tanyaku

“Eee ? aku eeee ?. Pak Diran mau mijit aku mas?!!!” kata istriku terbata-bata.

 “Lho, kamu sakit atau terjatuh…. ?? tanyaku.

“Eehh enggak mas, ee katanya dia bisa mengurangi nafsuku ..!!!!” kata istriku mengagetkanku. Tapi lidahku kelu, tak dapat berbicara.

“Maass kan tak bisa memuaskanku, sedangkan aku pingin sekali, Pak Diran bisa mengurangi nafsuku, mas, bolehkan…. ????” aku hanya diam dan diam, istriku pun menganggapku setuju.

“Paaakk…Pak Diran, ayoo…masuk siniii…, pak..!!!” istriku memanggil Pak Diran.

Pak Diran yang mengenakan sarung membawa tas plastik itupun masuk kamarku. Kemudian istriku tidur tengkurap diatas tempat tidur disampingku dengan posisinya berlawanan denganku sehingga kaki istriku di dekat kepalaku dan Pak Diran duduk dipinggir ranjang, serta mulai memijat betis istriku, telapak kaki dan kemudian kedua tangan istriku. Kelihatan pijatan Pak Diran wajar-wajar saja, sampai akhirnya Pak Diran memijat tengkuk istriku dan kulihat mulutnya komat kamit seperti membaca sesuatu, kemudian Pak Diran meniup tengkuk istriku dan…..terdengar istriku mendesis “Eccch ?eeeeccchhhhh. …!!” 2 kali dan ke 3 kalinya istriku semakin mendesis.

“Dibalik badannya, Jeng….!!!! !!” perintah Pak Diran pada istriku dan Pak Diran memijat kedua tangan istriku dan kemudian kaki istriku.

Pak Diran akhirnya memijit punggung dan telapak kaki istriku dan istriku semakin mendesis-desis dan tubuhnya mulai meregang.

“Ini mulai, Jeng Yati,…!!!” kata Pak Diran semakin intensif memijit telapak kaki istriku dan istriku makin lama makin meregangkan kedua kakinya dan kedua lututnya semakin tertekuk. Begitu Pak Diran memijat kedua pergelangan kaki istriku, istriku langsung mengkangkangkan kedua kakinya sehingga terlihat olehku selangkangan istriku yang ditumbuhi bulu-bulu lebat….

“Wuuh Jeng Yati sangat tinggi ini..!!!” kata Pak Diran dan tangan kanannya meraih tas plastiknya dan kuingat Mbah Muklis, dan Pak Diran membuka bungkusan yang berisi sarung keris sebesar batang kemaluan orang dewasa tapi tanpa keris dan diletakkan diantara kedua kaki istriku yang terkangkang tanpa sepengetahuan istriku.

Pak Diran berdiri dan mendudukkan istriku dan Pak Diran kemudian duduk bersila di belakang istriku, Pak Diran memijat tengku istriku kembali dan meniup niup tengkuk istriku dan kulihat kedua tangan istriku lunglai dan istriku mendesis desis sedangkan sarung keris itu merayap mendekato selangkangan istriku dimana istriku semakin mengkangkangkan kedua kakinya. Istriku semakin lunglai dan tubuh istriku rebah ke dada Pak Diran yang sudah mengkangkangkan kedua kaki di samping tubuh istriku

“Paak apa ituuuu…paaakkkk? !!!!” istriku mendesis saat sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa menempel di selangkangannya dan pantat bahenolnya pun bergetar.

“Paaak apaaa oooooooccccchhhhh ….paaakkkk ?!!!!!!!” istriku merintih panjang.

“Biar nafsumu keluar, Jeng…..!!! !” kata Pak Diran dan kulihat sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa bergetar dan kudengar bunyi “kecepak di selangkangan istriku, sambil pantat bahenol bergetar.

Aku hanya bisa melotot melihat sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa mulai menguak bibir vagina istriku dan membuat istriku mengkangkangkan kedua kaki nya lebih lebar-lebar lagi.

“Paaaaak Diraaan ooooohhhhh.. ..kookkkk masuuuk?..paaakkkk. …!!!!!” istriku merintih dan kulihat sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa itu mulai menembus masuk liang vagina istriku.

“Apanya yang masuk, Jeng …..???? tanya Pak Diran berpura pura.

“Nggak tahu paaak..iiiii. ..oooooggggghhhh hhh…… paaakkkk. ….!!!!” istriku mendesis

“Lho, masuk kemana…..? ” tanya lagi Pak Diran

“EEEcccgggghhhhh. .. ke…keeee.. . amuuukuuuu?paaaakkkk ?!!!!” istriku merintih dan mulai menceracau menandakan nafsu nya sudah mulai naik.

“Anu, apa Jeng Yati….?

“OOcch anuu….kuuu. … paaaak,….! !!!” istriku merintih-rintih dan kedua tangan Pak Diran mulai turun ke kedua lengan istriku dan…..

“Paaaak….jaaaa. …jaaangaannnn. ..paaaakkkkk. …aaaa.. ..aaaaaddaaa….ssuuuu.. suu….. uuuamikuuuu. .paaaakkkkkkk. ….!!!!! ” istriku mendesis panjang terputus-putus saat kedua tangan keriput Pak Diran mulai meremas-remas kedua payudaranya.

“Anu apa, Jeng Yati…..? bisik Pak Diran di telinga kanan istriku dimana kepalanya terkulai dibahu kiri Pak Diran. Sementara itu, ujung tumpul sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa itu berputar menggetarkan pantat bahenol istriku dan

“Toroookkuuuuuu paaaaak adaa yang….maaaaa. .. maaaasuuk toroookkuuuu? !!” istriku meracau dan

“Hhhhuuuuuaaaaggggg hhhhhh… .aaaaaaaddduuuuu uhhhhh… …beee.. beeesaaaarrrrr…… aaaammmmmaaaatttttt ….paaaakkkkkk ?..!!!!” rintih istriku dan sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa menembus makin dalam liang vagina nya.

“Ayo….jeeengg. sambil… dilihat.. ..!!!!,” kata Pak Diran enteng sambil menyungkapkan kain panjang istriku hingga selangkangan istriku terlihat dan Pak Diran menundukkan kepala istriku yang lunglai ke selangkangan nya, yang mulai dijejali sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa itu.

“Iiiiihhhhhhh. …aaaaappaaa iiiiniii…. paaaaaakkkkkk ?!!!!!” rintih istriku.

kemudian… “Beeeuuuuzzzaaarrrr ..aaaaammaaaaatt tt….paaaakkkkk? .ooooo hhhh…paaakkkk. …!!!!!” istriku merintih saat dia melihat sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa itu menembus masuk ke liang vaginanya dan kulihat bibir vagina istriku menggelembung seolah-olah ditiup, karena desakan sarung keris besar itu di dalam liang vagina nya sehingga dia semakin mengkangkangkan kedua kaki nya lebar-lebar.

Istriku mengerang-erang keras seirama dengan meluncur keluar masuknya sarung keris tersebut menembus liang vaginanya… “Nngngngaaaaaaaccch hhh ??beeezzaaaaaarrr hghghghghghhh ??!!!!!” sambil kepala nya lunglai bersandar di bahu kiri Pak Diran dan kedua tangan keriput Pak Diran menyusup ke kain panjang bagian atas istriku dan dengan gemasnya Pak Diran meremas-remas payudara istriku yang menggelinjang- gelinjang, sementara mulut istriku merintih-rintih, mengerang dan menggeram, dan bahkan badannya kemudian mengejan-ngejan dengan keras karena sarung keris besar tersebut mulai menghujam makin dalam keluar masuk di liang vagina nya.

Sementara itu, Pak Diran berhasil melepas ikatan kain panjang istriku dan terkuaklah kedua payudara montok istriku, lalu kedua tangan keriput Pak Diran mulai meremas remas lagi dengan ganas kedua payudara istriku dan jari-jari tangan Pak Diran memelintir sambil menarik-narik kedua puting susu istriku secara bergantian seolah Pak Diran sedang merempon sapi betina yang sudah waktunya mengeluarkan air susunya.

“Paaaaaak ??oooooooohhhhh. …..paaaakkkk. ..!!!” rintih istriku saat mulut Pak Diran mencaplok payudara kanannya dan tak lama setelah itu bunyi “sreep sreep” terdengar menandakan air susu istriku telah keluar akibat jilatan lidah Pak Diran di puting susu kanan istriku. Pak Diran membentangkan tangan kanan istriku yang lunglai agar Pak Diran mudah mengempot payudara istriku dan kulihat istriku benar- benar menikmati perlakuan Pak Diran, penjaga malam itu, sementara pantat bahenolnya bergoyang, berputar maju mundur akibat sarung keris yang keluar masuk di liang vagina nya dan tubuhnya terus bergetar hebat, nafas istriku mendengus-dengus oleh perbuatan Pak Diran di payudara nya dan sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa yang menghujam keluar masuk semakin cepat di liang vagina istriku membuat ia mandi keringat dan…..

“Paaaak…paaaaakkk k Diraaaaaan.. .aaaaa… .aaaaaakuuu. …..oooccccchhh hh…paaaaaak ….aaaaa….aaaakuuu nggaaaaaak taahaaaan ? aaaa…aaakuuuu. ..keee… .keeeluaaaar ?paaaaakkkkk. …..!!!! ” istriku mengerang keras dan pantat bahenol istriku tersentak sentak dengan kuat ketika dia mengalami orgasme yang dasyaattt malam itu.

Rupanya sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa di liang vagina nya tak berhenti juga keluar masuk di liang vagina nya dan bahkan semakin cepat membuat nafas istriku semakin mendengus-dengus seperti kuda betina yang digenjot tuannya untuk berlari kencang, dimana pantat bahenol nya tersentak-sentak dan terangkat angkat tak karuan dan Pak Diran yang sudah menghabiskan air susu payudara kanan istriku, langsung mencaplok dan mengempot dan menyedot nyedot payudara kiri istriku sementara jari-jari tangan kanan Pak Diran tak henti-hentinya mremelintir sambil menarik-narik puting susu kanan istriku dan istrikupun mengangkat pinggulnya ke atas dannnn “Paaaaak…ooohhhhh ……… .aaaa…aaakuuuu u keluar lagiiiiiiiiii ??.paaakkkkk.. .. !!!!!” istriku mengerang mencapai orgasme keduanya.

Pak Diran rupanya sudah tak sabar lagi dan dia menidurkan istriku yang sudah mengkangkangkan kedua kaki dan mulutnya komat kamit. Selanjutnya, sarung keris sebesar batang kemaluan dewasa itu pun muncul dan keluar dari liang vagina istriku dan seolah mengerti perintah, sarung keris itu masuk ke tempatnya semula dan Pak Diran menutupkan sarungnya di kedua kaki istriku yang sudah kegatalan ingin disetubuhi Pak Diran, penjaga malam perumahanku dan “Hgggggggggghhhhhh ??..aaaaaaagggghhhhhh hh……! !!!!!” kudengar suara istriku menggeram saat kulihat pantat Pak Diran mulai turun naik diantara kedua kaki istriku yang terkangkang lebar seolah punggung istriku digebuk keras.

“ppppfffaaaak ?. amppffuuuuunnnn ?.beeezzzzzaaaaaarrr seeekaliiiiiii kontooolmuuu paaaaak ? hhhgggggggggghhhhhh h ?..rooobeeeeek naaatniiii liaaaangkuuuu paaaaaak hhhgggggggggghhhhhh ?.!!!!!” Kulihat kedua jari-jari tangan istriku yang lunglai itu mencengkeram lengan Pak Diran yang menopang tubuhnya saat menggenjot batang kemaluan nya ke liang vagina istriku dan entah karena kebesaran kedua kaki istriku terkangkang lebar, sehingga sarung Pak Diran pun tersingkap dan betapa kagetnya aku saat kulihat batang kemaluan Pak Diran sebesar kuda itu sudah separuh menjejali liang vagina istriku, dimana bibir vagina istriku seolah-olah ditiup menggelembung besar karena desakan batang kemaluan sebesar kuda Pak Diran itu.

Pak Diran berhenti menghujamkan batang kemaluan sebesar kuda nya saat istriku melenguh keras dan pingsan. Aku mengira Pak Diran akan melepas batang kemaluannya yang sebesar kuda dari liang vagina istriku yang pingsan, tapi mulut Pak Diran komat kamit dan begitu wajah istriku ditiup oleh Pak Diran, istriku pun tersadar kembali dan Pak Diran menjejalkan kembali batang kemaluan sebesar kuda nya ke liang vagina istriku sehingga kudengar gemeletuk gigi istriku merasakan liang vagina seolah robek. Pak Diran kini mempermainkan kelentit istriku dan istriku mulai mengerang kembali mendapatkan kenikmatan hasrat seksualnya, sehingga bunyi “cek cek” lendir vagina istriku terdengar kembali menandakan nafsu istriku mulai naik dan suara lendir vagina istriku semakin keras dan seperti tak percaya kulihat batang kemaluan sebesar kuda Pak Diran mulai masuk ke dalam liang vagina istriku perlahan namun pasti.

“******mu besaaar ? ******mu besaaar paaak eeeccch aku nggak pernaaaah merasakan uuummpppfff paaaakk akuuuu oooocccch paaaaaaakk engngngngngngngng ??.”istriku mengejan keras saat mencapai orgasme ketiganya malam itu dan hal itu memudahkan batang kemaluan sebesar kuda Pak Diran semakin masuk ke liang vagina istriku yang berlendir karena orgasmenya sehingga tak kusangka batang kemaluan sebesar kuda Pak Diran amblas keseluruhan ke liang vagina istriku dan Pak Diran menindih tubuh istriku

Kulihat kedua tangan Pak Diran meremas remas kedua payudara istriku kembali, mulutnya mengulum bibir merah istriku dan istriku meladeni kuluman Pak Diran dan kulihat lidah Pak Diran menyusup ke rongga mulut istriku dan menjilati dalam rongga istriku yang kian terangsang kembali dimana jari-jari tangan istriku meremas remas punggung Pak Diran dan Pak Diran mulai menggoyangkan pantatnya dan istriku mencengkeram punggung Pak Diran disertai nafas istriku mendengus- dengus dan tak lama kemudian pantat bahenol tersentak sentak mencapai orgasmenya ke empat. Malam itu, Pak Diran menyetubuhi istriku tanpa henti dan aku hanya dapat menghitung pantat bahenol istriku tersentak sentak lebih dari enam kali dan akhirnya Pak Diran menggenjot pantatnya naik turun semakin lama semakin cepat dan menghujam kan batang kemaluan sebesar kuda diserati erangan panjang dan bunyi “preet preeet”berulang ulang dari liang vagina istriku saat Pak Diran menumpahkan airmaninya di rahim istriku.

Keesokkan paginya Pak Diran baru pulang meninggalkan istriku yang hampir pingsan dan seharian istriku tak dapat turun dari tempat tidur karena liang vagina dan bibir vagina istriku membengkak.

Hari-hari berikutnya, istriku menolak dengan halus saat Pak Diran mengajak istriku bersetubuh dan sebagai gantinya sering kulihat istriku mengulum batang kemaluan sebesar kuda Pak Diran dan istriku selalu berusaha menelan airmani Pak Diran saat Pak Diran ejakulasi di mulut istriku .

Rupanya istriku hampir tiap hari mengulum batang kemaluan sebesar kuda Pak Diran dan bahkan sering kulihat dua kali sehari dan hal ini merontokkan kesehatan Pak Diran yang akhirnya jattuh sakit dan pulang ke desanya.

Din...

Kehidupan aku mulai berubah sejak Din mulai pindah ke rumah sebelah menjadi tetangga baru aku. Dia tinggal membujang seorang diri. Bekerja sebagai mekanik mobil. Oleh karena kami duduk di rumah flat, maka selalu juga kami bertemu dan berbicara ramah. Terkadang di dalam lift dan kadang di kaki lima.

Aku rasa senang dan gembira ketika berdua ngobrol dengan. Tak tahulah kenapa, mungkin cara dan kelakuannya yang menyenangkan diri ku. Usianya sangat muda. Ketika itu baru berusia 28 tahun.

Orangnya sedang-sedang saja. Tak kurus, tidak pula gemuk. Tingginya sekitar setengah kaki lebih tinggi dari ku. Wajahnya yang bisa tahan juga tampannya seringkali memikat perhatian gadis-gadis yang lalu-lalang atau ketika kami sedang berdua ngobrol di dalam lift.

Malah, terkadang hati aku terdetik sendiri. Jika aku belum menikah dan juga sebaya dengannya, mungkin aku juga akan menjadi salah seorang penggemarnya. Tapi hakikatnya, aku sudah berumah tangga, malah dah ada seorang anak lelaki yang dah besar. Sekarang sedang bekerja di salah sebuah bank dan tinggal di hostel yang tersedia. Jadi tinggallah aku berdua bersama suami di rumah yang kami diami.

Lagi pun, nak ke Din kat aku yang dah semakin gemuk ni. Perut makin buncit dengan lemak. Peha makin besar dan bontot makin lebar. Malah semakin bulat dan tonggek, hasil dari lemak yang semakin mengisi tubuh wanita berisi ini, yang berusia 42 tahun ketika itu. Banyak baju-baju dan kain-kain aku yang sudah tidak muat untuk ku pakai. Pakaian saat bujang memang dah lama aku berikan kepada anak-anak yatim. Sayang, dari terbuang lebih baik aku nafkahkan.

Sedangkan tetek aku pula semakin MELAYUT, namun aku sadar, ia lebih besar dibandingkan dahulu. Lebih-lebih lagi sewaktu di zaman puncaknya dulu, ketika anak ku masih bayi dan menyusu, ketika itulah tetek ku yang besar membusung ini sering menjadi fokus mata-mata pria.

Malah, sejak aku mulai pindah ke rumah flat ini, aku dapati, tiada seorang pun perempuan yang memiliki tetek sebesar aku tinggal di sini. Bahkan sewaktu aku bekerja dahulu, memang akulah seorang yang memiliki tetek sebesar ini di tempat kerja. Jika tidak, masakan aku sering melihat pria-pria menelan ludah menatap tetek ku yang membuai di dalam baju ini.

Punggung ku juga sering menjadi objek yang menjadi perhatian pria-pria yang memandang penuh geram setiap kali ia berayun di dalam kain.

Pernah sekali ketika aku pulang dari membeli sedikit barang dapur di toko di lantai bawah, aku menjadi bahan seorang budak lelaki melancap di dalam lift. Ketika itu aku sendirian di dalam lift. Kemudian masuk seorang anak lelaki, aku rasa dalam tingkatan 2 agaknya, Akses lift dan berdiri di belakang aku.

Aku yang tidak diragukan apa-apa biarkan lah. Tetapi, sedang lift bergerak naik ke tingkat yang ku diami, tiba-tiba aku merasakan ada sesuatu menyentuh punggung ku. Pertama aku biarkan, tetapi lama-lama makin kuat rasanya.

Aku toleh kebelakang dan punyalah terkejut bila aku tengok, budak lelaki tu tengah tekan balak dia yang tengah keras kat punggung aku sambil tangannya merocoh balaknya tak henti. Belum sempat aku nak marah, berdas-das air mani anak lelaki tu memancut pada bontot aku. Habis basah kain batik yang aku pakai.

Aku seolah terpukau melihat kayu budak lelaki tu menyemprotkan air maninya yang putih dan kental serta banyak melimpah pada bontot ku. Aku biarkan dia puas menyemprotkan air maninya dan lalu dah habis, dia yang tersipu malu minta maaf. Aku pun seolah macam dikejutkan, terus je aku marah budak tu.

Lalu dah tiba di lantai yang aku diami, aku pun mencoba tutup efek basah di kain batik yang aku pakai dengan mencoba menurunkan baju t aku agar ia menutupi punggung ku, namun ternyata ukuran punggung ku yang besar itu tidak mampu untuk diselindungkan. Baju yang aku turunkan itu akan kembali ternaik ke pinggang mengungkapkan punggung aku yang sendat berkain batik yang basah dengan efek air mani di bagian punggung.

Aku menjeling tajam kepada budak lelaki itu. Dia terlihat sedikit ketakutan dan aku kembali menuju ke rumah dengan kain batik di bagian punggung yang jelas terlihat bertompok basah dengan air mani anak lelaki tadi.

Sejak dari hari tu, aku dah jarang nampak budak lelaki tu. Kapan kami bertemu, pasti dia akan ikut jalan lain. Malu lah tu. Alah, budak-budak. Tapi setidaknya bangga juga aku, masih laku lagi rupanya body aku yang makin gemuk ni.

Sebenarnya itu bukan kali pertama aku mengalami peristiwa seperti itu. Sebenarnya aku pernah mengalami peristiwa yang begitu sewaktu pertama pindah ke rumah flat. Masa tu hari dah malam. Anak aku yang sorang tu kat rumah tengah buat kerja sekolah, dia masih sekolah waktu tu. Suami aku pulak belum balik kerja. Aku yang risau pasal dia belum balik tu pun terus terniat ingin menelifon ke tempat kerjanya.

Dengan hanya berbaju t dan menggunakan kain batik, aku turun ke lantai bawah menuju ke pondon telepon. Pondok telepon banyak yang dah rusak, yang masih elok cuma satu je, itu pun tengah dikerumun oleh beberapa orang bangla. Dah lah tempat tu gelap sikit, aku tak kira, aku selamba je.

Lama jugak menunggu budak-budak bangla tu siap guna telepon. Lalu tu mereka pandang-pandang aku atas bawah pulak. Aku yang dah biasa macam tu biar je lah sampailah salah seorang dari mereka mengajak aku untuk menggunakan dahulu telepon itu.

Aku pun tampil la ke depan menuju ke pondok telepon sementara dia orang beralih ke belakang massal. Aku tak perasan, ternyata mereka tengah mengerumuni aku. Walau pun tak rapat, tetapi aku dapat merasa panas tubuh mereka yang agak banyak tu. Aku sadar bila aku toleh kebelakang setelah memanggil dan menunggu panggilan ku terjawab.

Aku lihat mereka tertarik melihat punggung aku yang sendat berkain batik ni. Punggung aku yang besar dan lebar ni di tatap mata mereka macam nak telan je. Cuak juga aku waktu tu. Aku nekad, kalau dia orang apa-apakan aku, aku nak jerit je. Aku pun biar je lah.

Paling aku tak bisa lupa, aku menunggu lama untuk panggilan dijawab. Macam tak ada siapa yang nak jawab panggilan. Macam semua orang dah balik. Aku pun ambik keputusan memanggil sekali lagi. Sedang aku khusyuk memanggil, tiba-tiba aku rasa punggung aku macam disiram sesuatu yang hangat.

Kapan aku toleh, aku tengok salah seorang bangla tu tengah masturbasi menyemprotkan air maninya ke punggung aku. Dengan mukanya yang berkerut kenikmatan, tangannya merocoh balaknya yang tengah menyemprotkan air mani ke punggung aku.

Aku mencoba menghindari dengan beralih sedikit ke tepi, tetapi sekali lagi aku disirami oleh semburan air mani bangla yang berdiri di tepi ku. Semburan mereka sangat kuat. Meskipun jarak kami tidak rapat, ada lah sekitar 2 setengah kaki, tapi air mani yang mereka lepaskan benar-benar padu dan banyak.

Bangla yang seorang lagi tu, yang baru je menyemprotkan air maninya tu aku lihat menggigil masturbasi sambil membiarkan air maninya memancut ke tepi punggung ku.

Aku dah tidak sabar, aku tengking mereka semua. Tapi masing-masing cuma tersenyum sambil sebagian lagi yang masih tak semprotkan air mani masih masturbasi sambil menatap seluruh tubuh ku yang montok. Aku pun mencoba keluar dari kerumunan mereka tetapi cara mereka berdiri seolah tidak mengizinkan aku keluar dari kepungan itu.

Aku nekad, aku harus keluar sebelum sesuatu yang buruk terjadi. Aku pun berjalan sambil menabrak tubuh mereka. Aku berhasil tetapi seluruh tubuh ku menjadi korban rabaan mereka. Terutama tetek aku yang besar MELAYUT ini dan punggung ku yang besar dan tonggek.

Paling yang aku geram adalah salah seorang dari mereka meramas tetek ku dengan agak kuat membuat tetek ku keluar dari BH yang aku pakai. Malah, kain batik aku juga terlucut ikatannya. Terlondeh kain aku, nasib baik aku sempat tarik ke atas, kalau tidak, alamatnya separuh bogellah aku malam tu. Cuma punggung je lah yang aku tak dapat selamatkan, kain yang terlondeh itu mengungkapkan punggung aku yang tidak memakai celana dalam.

Akibatnya,, salah seorang dari mereka mengambil kesempatan menjolok balaknya ke lurah punggung aku yang dalam. Walau pun sekejap, tetapi aku dapat merasakan kehangatan balaknya yang terbenam ke lurah punggung aku yang tonggek dan besar ni.

Aku berlari anak menyelamatkan diri sambil memperbaiki kain dan setelah itu memperbaiki balutan coli di dalam baju. Sejak dari malam tu, aku tak lagi keluar sorang-sorang ke tempat yang banyak pria macam tu, lebih-lebih lagi dalam kondisi gelap.

Aku bukan perempuan murahan yang bisa disentuh dan diraba sesuka hati. Memang aku marah betul dengan kejadian-kejadian yang telah terjadi. Memang, aku akui bahwa aku sebenarnya pernah curang kepada suami ku. Ini terjadi sewaktu aku masih bekerja di pabrik sebagai operator sewaktu anak ku masih bersekolah menengah.

Hubungan sulit ku dengan Bapak Adnan dimulai setelah aku bekerja satu syif dengannya. Sikapnya yang sangat baik kepada ku akhirnya memerangkap diri ku sampai aku akhirnya menjadi istri part-time kepadanya. Berbagai teknik-teknik kotor dalam persetubuhan dapat ku nikmati saat bersama dengannya. Dari menghisap balaknya sampai air maninya ku telan hingga tergadainya keperawanan lubang bontot ku kepadanya. Semua itu tidak pernah ku kecapi sewaktu bersama suami ku.

Walau pun pada mulanya aku merasa jijik dan kepedihan, namun, akhirnya ia menjadi satu kenikmatan baru pada ku. Terus terang aku katakan, semakin lama aku menjalin hubungan dengannya, semakin aku kecanduan punggung ku diliwat olehnya.

Untuk wanita yang masih berpikiran negatif tentang seks memalui dubur ini, Anda sebenarnya silap. Pertama memang sakit, macam biasa lah. Tetapi setelah dah biasa, kenikmatannya memang sulit digambarkan. Lebih-lebih lagi di saat lubang bontot ku di semprot air mani yang hangat dan pekat.

Pernah juga aku meminta suami ku melakukannya tetapi permintaan ku di tolak. Hubungan ku dengan Bapak Adnan berakhir setelah aku berhenti kerja dan menjadi suri rumah sepenuh masa. Sehingga kini, aku masih merahasiakan hal ini sampai hari ini aku dedahkannya untuk tatapan anda semua lantaran inilah bidang yang sesuai untuk ku menceritakan segala pekung yang selama ini memenuhi pikiran ku dengan selamat. Terima kasih seks fantasia karena menyediakan bidang celoteh yang cukup efektif ini ..

Baiklah, dah terlalu panjang pengenalan rasanya. Baik aku ceritakan kisah antara aku dan Din yang terus mengubah haluan hidup aku setelah aku berkenalan dengannya.

Terkadang, ketika berbicara dengan Din, aku dapat perhatikan dia gemar mencuri pandang tetek aku yang sering terbuai-buai setiap kali aku bergerak. Matanya juga gemar menatap perut dan tundun ku yang membuncit gebu di balik kain batik yang ku pakai.

Aku yang merupakan suri rumah sepenuh masa, meluangkan waktu yang banyak di rumah. Aku berhenti kerja setelah anak ku memutuskan untuk bekerja setelah sekolah dan juga pada saran suami ku. Jadi bisa katakan setiap sore aku dan Din akan berbicara di kaki lima sambil memandang pemandangan yang saujana mata memandang di bawah sana.

Aku akui, terkadang aku juga nakal kepada Din. Sengaja aku biarkan dia menatap tubuh aku ketika aku melemparkan pandangan ke arah pemandangan yang menyerikan percakapan kami. Biasanya aku akan berdiri mengiringinya dan sudah tentu aku mengizinkan mata Din menatap tubuh gebu ku ini dari sisi. Sesekali aku lentikkan punggung ku membuat bontot besar ku yang tonggek ini semakin tonggek. Malah kain batik yang sendat itu seakan nak terkoyak membaluti punggung ku.

Aku tak tahu kenapa aku melakukan begitu. Terus terang aku katakan, aku bukan perempuan gatal. Tetapi, perasaan aku yang semakin hari semakin meminati Din mendorong aku untuk sengaja memancing nafsunya.

Kena pulak tu Din memperlakukan aku tidak seperti seorang kakak, tetapi seperti memperlakukan seseorang yang sangat istimewa. Hanya kata kak atau kakak sajalah yang menjadi perantara antara aku dan dia dan mungkin juga menjadi satu benteng ke hubungan dan pergaulan antara aku dan Din seharian.

Tibalah satu hari, seperti biasa, setelah Din pulang dari kerja, dia biasanya akan masuk ke rumahnya dahulu, mandi dan setelah itu dia akan keluar ke kaki lima menikmati pemandangan kota sambil ngobrol bersama aku.

Aku yang seperti biasa, seperti menanti kehadirannya berdiri di kaki lima sambil ngobrol dengan. Kemudian terlintas di pikiran aku untuk mempelawanya Akses rumah. Din pun menurut saja.

Kami berdua melanjutkan percakapan di dapur rumah ku, sementara aku membuat air untuknya dan Din duduk di kursi meja makan. Ketika itulah terpacul pertanyaan dari mulutku kepada Din. Ini berbunyi lebih kurang macam ini.

"Din bila nak berumah tangga?" Tanya ku.

"Belum ada calon lah kak. Tengoklah nanti .. kalau ada saya akan jemput akak .." jawab Din sambil membiarkan aku meracik air di dalam kole untuknya.

"Kalau ada nanti harus cantik kan .. Tak lah gemuk macam akak ni .. Hi hi hi ..." kata ku sambil tertawa kecil.

"Alah akak ni ... akak cantiklah .." kata Din memuji sambil matanya menatap tetek ku yang berayun ketika aku menapak menuju ke meja makan.

"Akak dah gemuk Din, tak macam dulu. Lagi pun, orang kata dah second hand .." kata ku sambil di iringi tawa kami berdua.

"Second hand yang mempertimbangkan tu kak .. Yang mahal tu lah yang saya nak ..." kata Din.

Aku terdiam sejenak mendengar kata-katanya. Terasa seperti ia terkena batang hidung ku sendiri. Nak aku betah balik kata-katanya takut dia kata aku perasan pulak. Aku biarkan saja perasaan ku itu berkecamuk sendiri di pikiran.

"Din nanti nak bakal isteri yang macam mana?" Tanya ku mencoba mengalihkan perhatiannya.

"Saya nak kata pun malu lah kak ... takut akak tak percaya je nanti .." jawab Din.

Matanya masih mencuri pandang tetek ku yang berayun sewaktu aku sengaja mengikat rambut ke belakang.

"Ehh .. nak malu apa .. untuk tahulah akak .. akak pun nak tahu jugak .." aku mencoba mengorek jawaban darinya.

Din terdiam sejenak. Matanya dilemparkan ke arah jendela, memperhatikan pemandangan awan yang jauh nun di sana. Aku tahu, dia tengah mengatur ayat untuk menjelaskan sesuatu yang malu untuk diucapkan kepada ku. Kondisi sepi sekejap.

"Kak .. jangan marah ye ... Kalau bisa, saya nak calon istri yang sama dengan akak. Baik rupanya, baik suaranya, baik tubuhnya ... semualah ...." Kata Din mengejutkan ku.

Aku seperti terpukul dengan kata-katanya. Rasa malu yang amat sangat tiba-tiba timbul dalam diri aku. Rasa macam tebal sangat muka aku saat itu. Tetapi tidak dipungkiri, perasaan bangga semakin menyerlah di sanubari.

Aku terdiam setelah mendengar kata-katanya. Mata Din merenung dalam biji mata ku. Aku seperti terpaku dengan renungan matanya yang seakan dingin itu.

Din aku lihat tiba-tiba bangkit dari kursi dan berdiri lalu menapak ke belakang ku. Bahu ku terasa di sentuh tangannya perlahan-lahan. Jari jemarinya pembaruan menautkan bahu ku sambil mengurutnya perlahan.

Aku kaget, namun perasaan ku untuk mencegah perbuatannya itu seolah terhalang oleh perasaan yang sulit untuk aku ucapkan. Aku membiarkan saja perbuatan Din.

Kemudian aku dapat rasakan hembusan nafasnya di telinga ku, segera menaikkan bulu roma ku. Pipi ku terasa menyentuh pipinya. Tangan Din semakin turun dari bahu ke lengan ku sambil memijat-mijat lengan ku yang gebu berlemak ini.

 "Kak ..." Din berbisik halus ke telinga ku.

Aku seolah terpanggil dengan bisikannya itu perlahan-lahan memalingkan muka ke arahnya. Wajahnya yang menyejukkan hati ku itu berada hampir dengan wajah ku. Senyuman di bibirnya mengukir senyuman di bibir ku. Hampir wajahnya ke wajah ku, semakin berat mata ku rasakan.

Akhirnya mata ku terpejam, menandakan aku merelakan segala tindakan yang ingin Din lakukan pada ku. Bibir kami bersatu, penuh ramah dan kerelaan. Meskipun aku masih terkeliru dengan tindakan ku itu, namun naluri ku untuk merasainya begitu kuat sampai tanpa ku sadari, seluruh tubuh ku dijamah tangan Din sepuas hatinya.

Apa yang aku ingat, sedang aku berkucupan penuh perasaan dengannya, tetek ku merasakan remasan yang lembut dari tangannya. Kulit tetek ku yang lembut dan gebu itu jelas merasakan telapak tangan Din meramas dan memainkan dengan puting ku yang semakin mengeras. Nafas ku semakin tidak teratur akibat perbuatan Din. Tetapi aku masih membiarkannya, karena aku nyaman dan suka dengan apa yang aku alami itu.

Tiba-tiba Din melepaskan mulutnya dari bibir ku. Dia menarik tubuh ku agar sama-sama berdiri dan kemudian kami kembali berkucupan penuh mesra. Aku membiarkan tubuh ku di peluk dan diraba oleh Din. Aku hanya merasakan seperti berada di awang-awangan di dalam dekapan seorang pria.

Tangan Din tak melepaskan kesempatan meraba-raba punggung ku sambil dia semakin menekan tubuhnya ke tubuh ku. Dapat aku rasakan balaknya yang semakin keras di dalam celana pendeknya itu menekan rapat ke perut ku. Kehangatan yang aku rasa dari balaknya mendorong aku untuk menekan perut ku agar rapat menghimpit balaknya. Tangan ku pula tanpa disuruh memeluk tubuh Din. Kami berkucupan sambil berpelukan erat di dapur. Agak lama juga kami dalam keadaan itu.

Kemudian kecupan Din download ke leher ku. Aku menjadi khayal dengan kucupannya. Misainya yang menyapu kulit leher ku seolah memberikan perasaan yang sulit untuk ku gambarkan. Geli ada, sedap pun ada. Aku sadar, nafsu gatal ku semakin meningkat. Kelengkang ku terasa semakin licin dengan air nafsu ku.

Sambil mengecup dan menggigit halus leher ku, tangan Din menyelak baju t ku ke atas. Coli yang masih membalut tetek ku, malah semakin longgar akibat dari rabaannya tadi disingkap ke bawah dan daging kembar ku itu kembali menjadi sasaran nakal tangan Din.

Kucupan di leher ku pun turun ke dada ku. Sedikit demi sedikit bibir nakalnya mengucupi dada ku sampai ia sampai ke puncak bukit yang besar membusung. Puting dada ku dihisap lembut. Sungguh sedap puting ku di hisap sebegitu rupa. Suami ku pun tidak pernah menghisapnya selembut dan sesedap itu.

Aku semakin bergairah, membiarkan tetek ku dihisap pria semuda itu. Sambil menghisap tetek ku, tangan Din mulai menjalar ke punggung dan paha ku. Kain batik lusuh ku yang sendat membalut tubuh sedikit demi sedikit di naikkan sampai aku dapat merasakan sentuhan tangannya di paha ku tidak lagi terhalang oleh kain batik ku.

Tangan Din merayap menuju lubuk kewanitaan ku yang semakin licin dengan air nafsu ku sendiri. Dalam kondisi masih berdiri, aku melebarkan kelengkang, memudahkan tangan Din menyentuh bibir cipap ku. Aku lemas akibat setiap perbuatan Din.

Dalam kondisi berdiri, Din menghisap tetek ku dan tangannya menggosok cipap ku sambil sesekali meremas biji kelentit ku yang ku rasakan semakin keras menegang. Aku mendengus kesedapan tanpa kontrol, merelakan tubuh ku dijamah Din tanpa bantahan dan halangan.

Kemudian Din memegang tangan ku dan menghalakannya ke sebatang daging yang hangat dan keras serta yang cukup aku kenali. Balak Din yang sudah keras aku pegang. Entah bila dia keluarkan dari celananya aku pun tak pasti, karena aku khayal dalam gairah yang semakin menaklukkan diri ku.

Aku rocoh balak Din dan aku usap-usap kepala takuknya yang mengembang pesat. Dapat aku rasakan urat-urat yang timbul di balaknya semakin galak mengembang, seiring dengan kerasnya balaknya yang ku pegang itu.

Din berhenti menghisap tetek ku, begitu juga tangannya yang memainkan di cipap ku. Dia menolak bahu ku lembut sampai aku terduduk di kursi. Balaknya yang masih di tanganku itu ku tatap penuh asyik. Warnanya yang kemerahan kembang berkilat, segera air liur ku telan. Din tersenyum sambil melihat aku merocoh balaknya. Kemudian dia mengusap rambut ku.

"Saya suka akak ... tapi ... akak suka tak kat saya?" Tanya Din dalam nada yang cukup romantis kepada ku.

Aku masih ingat, aku tak mampu untuk berkata apa-apa ketika itu. Aku hanya tersenyum kepadanya meskipun hati ku meronta-ronta untuk mengatakan bahwa aku juga menyukainya. Malah, agak malu juga untuk aku katakan, bahwa aku juga sebenarnya secara tidak sadar telah menyintainya. Mungkin karena umur kami jauh berbeda dan karena tubuh ku yang semakin gempal ini melemahkan naluri ingin mencintai dirinya, meskipun di hati ku ini, kemaruknya bukan kepalang.

Tanpa di pinta, aku mulai menyentuh kepala jamur Din yang kembang berkilat itu dengan lidah ku. Aku menjilat seluruh kepala cendawannya penuh perasaan sampai air liur ku yang jatuh berceceran ke paha ku tidak ku sadari. Kemudian aku mulai menghisap kayu Din semakin dalam. Semakin dalam balaknya tenggelam di dalam mulut ku, semakin keras otot balaknya ku rasakan. Malah nadinya dapat ku rasakan berdenyut-denyut di lelangit mulut ku.

Kekerasan kayu Din membuat aku merasa geram. Sambil aku mengulum balaknya, sambil itu aku mengunyah perlahan kepala cendawannya di gigi geraham ku. Din ku lihat terjingkit-jingkit, mungkin akibat kesedapan hasil sentuhan gigi ku di kepala cendawannya yang kembang berkilat itu.

Din menarik balaknya keluar dari mulut ku. Tangannya menarik kembali tanganku agar aku kembali berdiri di hadapannya. Din kemudian memutar tubuh ku agar membelakanginya dan setelah itu dia menolak tubuh ku agar direbahkan di atas meja makan.

Aku yang mengerti kehendaknya terus menunduk merebahkan tubuh ku di atas meja makan, membiarkan punggung ku yang kembali ditutupi oleh kain batik lusuh ku kepada Din.

"Cantik benar bontot akak ... Besar ... tonggek ... saya tak tahan la kak ..." kata Din di belakang ku.

Kemudian Din menyelak kain batik ku ke pinggang. Punggung ku yang besar berlemak itu di usap-usap tangannya. Kemudian aku merasakan ada sesuatu yang bermain-main di lurah punggung ku.

Aku menoleh dan aku lihat, Din sudah menyangkung di belakang ku sambil berselera menjilat-jilat lurah punggung ku. Lidahnya yang basah itu sesekali bermain-main di lubang bontot ku dan kemudian turun ke cipap ku berkali-kali. Aku benar-benar kegelian dan kesedapan diperlakukan begitu. Air liurnya yang menyelaputi lurah punggung ku semakin banyak, mungkin Din mau melanyak lubang bontot ku.

Aku melentikkan punggung ku membuat muka Din semakin dekat dan tenggelam di lurah punggung ku. Berkali-kali aku mendesah nikmat ketika lidahnya menusuk masuk dan keluar lubang cipap ku.

Din menghentikan jilatannya. Aku lihat, dia kembali berdiri di belakang ku sambil tangannya merocoh balaknya ke arah lurah punggung ku. Balaknya di lalukan berulang kali di celah punggung ku dan akhirnya dia menenggelamkan balaknya ke lubang cipap ku yang licin itu.

Sekali tekan saja, terjerlus balaknya terperosok jauh ke dalam cipap ku sampai dapat ku rasakan dinding dasar vagina ku ditekan sedikit kesenakkan ku rasakan. Perlahan-lahan Din mulai menompa lubang cipap ku keluar masuk. Berdecup-decup bunyi cipap ku yang banjir di jolok balak Din yang keas tu.

Memang sedap aku rasakan di perlakukan begitu. Lebih-lebih lagi, perasaan cinta yang memang tidak dapat aku hakis terhadap Din semakin menghilangkan pertimbangan akal pikiran ku sebagai istri orang, malah sudah memiliki anak yang sudah besar. Aku benar-benar lupa semua itu, kenikmatan yang disulami perasaan cinta yang berbunga di hati membuat aku lupa diri.

 Lama juga aku menerima tusukan kayu Din yang semakin laju keluar masuk cipap ku. Kemudian Din mengeluarkan balaknya dan dia mengajak ku untuk menghubungkan permainan di kamar ku. Aku hanya menuruti kemauannya tanpa sepatah kata.

Di kamar, Din meminta ku agar terlentang di atas ranjang. Aku yang sudah kerasukan cinta dan nafsu pada anak muda itu hanya menurut saja, asalkan aku dan dia sama-sama menikmati permainan yang sungguh terlarang itu. Din membuka baju dan BH ku lalu di campakkan ke lantai. Tubuh ku yang hanya tinggal menggunakan kain batik ditatap Din penuh minat.

"Besarnya tetek akak .... Sumpah saya tak cari lain ...." Kata Din sambil dia memegang tetek ku dan meramasnya.

Kemudian Din menempatkan balaknya yang berlumuran dengan air nafsu dari cipap ku itu di celah antara tetek ku. Aku yang tahu kemauannya terus mengepit balaknya di tetek ku dan Din pun terus menghenjut balaknya di celah tetek ku. Kepala jamur Din yang kembang kemerahan itu ku lihat tenggelam timbul dari celah tetek ku yang mengepitnya. Aku dapat menghisap kepala cendawannya saat itu timbul naik. Wajah Din ku lihat menahan keberahian melihat mulut ku menghisap kepala balaknya yang dikepit di celah tetek ku.

"Kak ... sudikah akak menjadi istri saya?" Secara tiba-tiba pertanyaan yang sulit untuk ku jawab itu terpacul keluar dari mulut Din.

Aku tiba-tiba terhenti menghisap dan menghayun tetek ku. Aku hanya tersenyum melihat bola matanya yang redup memperhatikan wajah ku.

"Tak apa kak ... saya paham perasaan akak ... mungkin susah untuk akak buat keputusan di saat-saat macam ni," kata Din sambil menarik balaknya keluar dari capit celah tetek ku.

Din kemudian memukul-mukul kelentit ku menggunakan balaknya. Aku semakin terangsang dengan perbuatannya itu. Tangan ku cepat menarik kayu Din agar rapat ke pintu lubuk penuh kenikmatan milik ku.

Sekali lagi balak Din terendam di dalam cipap ku. Jika tadi aku berada di dalam kondisi menonggeng di meja makan, kini aku terbaring terkangkang di atas ranjang yang selama ini menjadi tempat aku dan suami ku bertarung. Kain batik yang di selakkan ke atas menutupi perut ku yang membuncit dan berlemak.

Din kembali mengayun balaknya keluar masuk cipap ku. Malah semakin kuat, sampai membuai tetek ku yang besar MELAYUT. Sesekali Din menghisap tetek ku membuat aku semakin tidak keruan.

"Kakk ... oohhhh ... sedapnya body akakk .... Akak tak gemuk kakk .... Akak sedappp ..." kata Din yang sedang sedap melanyak tubuh ku yang terkangkang di atas ranjang.

"Sedap dinn ...." Pertama kali mulut ku berbicara setelah dari tadi aku bermadu asmara dengannya.

"Sedap kakkk ...." Jawab Din sambil terus menghayun balaknya keluar masuk tubuh gempal ku.

Aku semakin hilang arah. Gaya balak Din yang keras dan jitu semakin menaikkan syahwat ku dan akhirnya aku terkujat-kujat kenikmatan sambil menikmati balak Din yang ditekan kuat sedalam-dalamnya. Din membiarkan aku khayal melayani kenikmatan yang aku kecapi sambil dia terus menekan seluruh batangnya agar tenggelam sedalam-dalamnya di dalam cipap ku.

Setelah aku reda dari kenikmatan yang jarang sekali ku kecapi itu, kami berkucupan penuh perasaan. Balak Din yang masih utuh dan masih terendam di dasar cipap ku kemut-kemut kuat agar Din benar-benar menikmati persetubuhan yang di kecapi bersama ku.

"Kak ... bisa saya minta sesuatu?" Tanya Din dalam nada yang sungguh romantis.

"Apa dia sayangg ..." jawab ku kepadanya.

"Selama ni saya tak tahan dengan tubuh akak yang sedap ni ..." Din menghentikan kata-katanya.

"Tetek akak yang besar ni buat saya selalu kepuasan sendirian di kamar air ..." sambungnya lagi, balaknya semakin di tekan kuat ke dasar cipap ku membuat aku sedikit kegelinjangan.

"Peha akak ... perut akak .... Tapi ... Cuma satu je yang saya nak lalu ni ... saya harappp sangat akak bisa untuk ...." Katanya yang terputus-putus. Mungkin akibat gelora yang sedang melanda dirinya.

"Apa dia sayangg ... cakap lah kat akak ...." Aku memintanya agar mengungkapkan saja apa yang terbuku di hatinya.

"Kak ... saya suka bontot akak .... Bontot akak tonggek .... Besar kakkk ..." katanya terputus-putus lagi.

"Dinnn .... Din nak main bontot akak yei?" Tanya ku tak segan-segan lagi karena Din tampak seperti terlalu malu untuk mengungkapkan isi hatinya.

Din hanya mengangguk sambil tersenyum kepada ku. Terus saja aku tolak tubuhnya sampai keluar balaknya dari cipap ku. Kemudian tanpa diminta, aku menonggeng di atas ranjang. Bontot ku yang kembali tertutup oleh kain batik yang semakin kumal ku arahkan ke arah Din.

Tanpa menyelak kain batik ku, Din menyembamkan mukanya ke celah bontot ku. Dapat aku dengar suara nafasnya menghirup bontot ku agak dalam. Kemudian Din menyibak kembali kain batik lusuh ku ke pinggang.

Sekali lagi bontot ku terkena pandangan mata Din tanpa di tutupi sehelai benang. Din melalukan balaknya di cipap ku, menyapu balaknya dengan cairan yang berlendir dan licin, mungkin sebagai pelumas.

Bisa tahan jugak mamat ni. Harus pengaruh cerita lucah ni. Kemudian dia mulai mengunjurkan kepala balaknya ke lubang bontot ku. Aku yang sebelum ini memang sudah biasa di setubuhi melalui bontot mudah menerima tusukan kayu Din. Lebih-lebih lagi balaknya sudah licin diselimuti lendir dari cipap ku. Dengan beberapa kali tusukan saja, separuh balaknya sudah terbenam ke dalam lubang bontot ku.

"Ohh .. dinn .. Klik lagi sayangg ..." pinta ku agar Din menjolok bontot ku lebih dalam.

Din menekan lebih dalam sampai akhirnya, keseluruhan balaknya terbenam di lubang bontot ku yang sudah lama tidak merasa dijolok balak pria. Belum sempat Din memulai hayunan keluar masuk lubang bontot ku, aku sudah terlebih dahulu memulai permainan.

Dengan pinggang yang semakin ku lentikkan dan bontot yang semakin nungging, aku gerakkan tubuh gempal ku ke depan dan ke belakang membuat balak pria pujaan ku itu keluar masuk lubang bontot ku perlahan-lahan.

Pertama kali aku mendengar keluh kesah Din yang agak kuat menahan gelora kenikmatan sejak dari saat pertama kami bersetubuh tadi. Din memang benar-benar tak tahan diperlakukan begitu.

Aku juga tidak tahu kenapa aku begitu berani melakukan sebegitu. Mungkin akibat desakan nafsu ku yang semakin membara karena rasa cinta yang semakin sulit untuk dibendung, dan mungkin juga karena lubang bontot ku dah rindu sangat ingin menikmati diliwat balak pria yang keras mendorong lubang bontot ku.

Sambil memegang pinggang ku yang masih terikat kemas lilitan kain batik lusuh yang ku pakai, Din mulai menompa bontot ku semahu hatinya. Makin lama makin laju balaknya keluar masuk lubang bontot ku. Kepedihan sedikit demi sedikit semakin terasa, mungkin karena dah lama tak kena jolok. Namun, kenikmatan yang aku nikmati benar-benar membuat aku lupa akan kepedihan yang aku alami.

"Oooohhhh Kakkkkk .... Sedapnya bontot akakkk ...." Din seperti separuh menjerit sambil menjolok bontot ku.

"Sedap sayanggg .... Sedapkan bontot akakkk ..." aku menggodanya dengan kata-kata lucah agar dia semakin terangsang.

"Ohhh ... sedapnyaaa .... Kakkk ... pleaseee kakkk .... Kawin dengan saya kakkk ...." Din merintih kesedapan sambil membujuk ku agar menjadi permaisuri hidupnya.

"Din nak ke kawin dengan akak? Akak gemuk, bontot lebar ..." aku mencoba memperlakukan karenanya.

"Kakk .... Tak gemukk .. ohhh ... kakk ... saya suka bontot akakkk .. saya cintakan akakk ..." rintih Din semakin bernafsu dan semakin laju menjolok bontot ku.

"Ohh .. dinn ... Suka bontot akak yee ..." aku bertanya lagi dalam kenikmatan yang semakin aku sendiri tak tahan.

"Suka kakk .... Bontot akak tonggek kakkk ... tetek besarrr .. kakkk ... saya tak tahan kakkk ...." Din semakin kuat mengerang penuh nafsu, hayunannya juga semakin kuat.

"Jolok bontot akak Dinnnn .... Ahhhh ... Dinnn ... Lepaskan dalam bontot akak sayangggg ...." Aku merengek semakin kesedapan sambil menikmati balak Din yang semakin kekar berkembang memenuhi lubang bontot ku.

"Kakkkk .... Saya cinta akakkk ... Sumpahhhh!!!! Ahhhhh !!!!!". akhirnya mani nya tumpah ruah di rahim ku, yang bisa memuat perutku menjadi besar karenanya