Tuesday, June 5, 2012

Perjalanan Mudik

Pasangan muda Indro dan Hindun bersama kedua anaknya Hanis yang berusia empat tahun dan Risna enam tahun sedang dalam perjalanan mudik lebaran di dalam bis exekutif ke Sumatera Utara. Keberangkatan mudik kali ini hampir saja gagal karena ijin cuti Indro terhambat penyelesaian tugas yang harus mengejar deadline T minus 3. Setelah lembur 10 hari berturut-turut barulah tugas bisa selesai dan Indro diijinkan cuti.

Hindun pun pada awalnya pasrah akan kepastian keberangkatan mudik ini. Walaupun tiket bis telah dipesan jauh hari tapi sampai menjelang tanggal tiket, Indro belum juga bisa cuti. Mendadak jam 12 siang tadi Indro menelepon dari kantor agar siap-siap berangkat ke terminal bis rawamangun. Dengan tergopoh-gopoh, jam dua siang dengan diantar mobil kantor Indro sekeluarga berhasil masuk ke bis tepat pada waktunya.

Perjalanan ke Pelabuhan Penyeberangan Merak lancar-lancar saja, tetapi menjelang pelabuhan terjadi kemacetan toal akibat terjadi kecelakaan pada salah pelabuhan penyebrangan. Kendaraan harus antri panjang untuk masuk ke feri penyebrangan. Walaupun AC bis cukup baik, kemacetan berjam-jam membuat lelah dan bosan semua penumpang. Hari mulai gelap. Hanis dan Risna sesorean tadi tampak ceria karena jadi mudik, mulai lelah dan mengantuk. Hindun mengatur duduk bersama Hanis, dan Indro bersama Risna. Deretan bangku mereka sebaris ditengah agak kebelakang, dua deret. Saat mengatur sandaran bangku, sentuhan tubuh sang istri memancing kegairahaan Indro. Maklum saja lembur dua minggu terus menerus mengakibatkan kegagalan memenuhi setoran wajib. Suasana remang, supir telah mematikan lampu ruangan besar, hanya menghidupkan lampu ruang kecil dan lampu di lantai. ‘Yang’ Indro berbisik, ‘kepingin nich’ ‘Hushh, ngaco’ sahut Hindun sambil mengatur posisi tidur Risna di samping Indro bapaknya. ‘Ntar saya ke toilet kalau sikon mengijinkan, ta’ miss call’ desak Indro ‘Ahh… jangan, bahaya! ‘Sudah, tenang saja’ ujar Indro sembari bangkit dari bangku dan berjalan kebelakang ke toilet.

Indro telah mempelajari, situasinya memang memungkinkan. Toilet di bis executif ini berada dibelakang dan dalam ruangan yang disekat dengan pintu khusus. Ruangan ini memang sengaja tidak diisi penumpang, karena hanya digunakan bagi para perokok, atau supir serep istirahat. Saat ini, supir dan kenek sedang sibuk berjuang mengatasi antrian masuk ke kapal.

‘Wah aman nich’ pikir Indro setelah masuk toilet. Indro langsung me miss call istrinya. Hindun mengetahui HPnya memanggil, membaca sendernya, Indro. ‘Waduh gimana sih mas Indro, kan bahaya’ Keluh Hindun. Maklum saja Hindun ini cenderung penurut dan sedikit (sedikit sekali introvert). Pekerjaannya sehari-hari hanya ibu rumah tangga, dan pergaulannya hanya sebatas ibu-ibu rt, bisa dikatakan wanita tradisional. Tapi kepatuhannya terhadap sang suami sangat tinggi. Dia menyadari perjuangan suami dua minggu ini menyelesaikan pekerjaan agar bisa mudik, sangat berat dan melelahkan, sehingga tidak sempat berhubungan intim. Setelah memastikan kedua anaknya sudah terlelap, Hindun menyapu pandangannya kepenumpang lain. Walaupun seluruh bangku terisi, tetapi jumlah penumpang yang hanya 26 orang sedang berupaya tidur. Dan yang disampingnya tampak sedang sudah terlelap sejak magrib tadi.

Hindun melangkah kebelakang, membuka pintu sekat ruangan, lalu membuka pintu toilet. Akibat sempitnya ruangan Indro menggeserkan sedikit badannya agar pintu bisa terbuka dan Hindun masuk. Hindun agak kaget melihat Indro sudah menanggalkan celana panjangnya, hanya mengenakan celana dalam dan kaos t shirt. Indro segera merangkul sang Istri ‘Yang, nyoba pengalama baru yuk’ sambil berbisik ditelinga Hindun, dan mengecup belakang telinganya. Daerah itu memang salah satu area peka Hindun. Walaupun demikian toilet yang sedikit bau dan kekhawatirannya membuat gairah Hindun tertahan. Tetapi semangat pengabdian istri yang baik mendorongnya untuk merespon dengan baik. Hindun balas mendekap sang suami. Ikut sajalah pikirnya tenang. Tangan Indro bergerak mengangkat baju terusan panjang sang istri, membelai belai. Mulai dari lutut, bergerak naik perlahan keatas menyentuh celana dalam. Membelai paha kearah dalam berputar-putar, meraba diantara kedua belahan paha. Merasakan hangatnya gundukan bukit yang terhalang secarik kain berenda. Hindun merenggangkan pahanya memudahkan tangan Indro melaksanakan tugasnya. Gairahnya mulai meletik, Hindun menarik wajah sang suami dan mulai melumat bibirnya. Lidahnya menari-nari dimulut Indro, menjelajah dengan mesra. `Hemph..’ mengetahui respon yang baik dari Istrinya Indro mulai bersemangat meraba-raba sembari sesekali mencubit pangkal paha Hindun. Sesekali jarinya menyelip ke belahan paha yang terhalang lipatan celana dalam. Telunjuknya menggosok perlahan bulu-bulu yang terasa mencuat dari lipatatan celana dalam. Hindun mulai mendesah perlahan, tangannya bergerak turun membalas dendam serangan Indro. Dengan mudah tangan Hindun masuk kedalam celana dalam dan menggenggam sang tongkat yang mulai menggeliat bangun. Hindun meraba kebawah membelai pelir sang suami. Hindun tahu hal ini yang sangat disukai suami, belaian pada buah pelir. Sembari membelai sembari memijat, membelai dan memijat buah pelir, sang tongkat sudah terjaga sepenuhnya. Merasakan serangan sang istri, Indro kembali melancarkan serangan lain, kali ini jari tengahnya mulai menelusup bergerilya kedalam lipatan paha setelah menggeser secarik kain yang menghalangi. Jari tengahnya mulai menelusup masuk sembari menggeser pada tonjolan klit yang dikenalinya. Jari tengahnya mulai bekerja dengan giat dibantu telapak tangannya, menekan-nekan gundukan kemaluan Hindun. Indro menggesekkan jemarinya sembari mengulum panjang bibir Hindun. Lidahnya menjalar-jalar dengan ganas, sesekali membelit lidah Hindun. ‘Hemphh ….’ Hindun terjingkat ketika Jemari Indro mulai menyentuh pusat komando pertahanannya. Semakin hindun terjingkat semakin senang jemari Indro menggosok daerah tersebut. Hindun mulai tak tahan, dan segera melakukan serangan brutal.Jemarinya menggenggam keras-keras kejantanan Indro. Mulai menggosok-gosok dan menarik-narik. Terasa dalam genggamannya sang tongkat mulai berdenyut-denyut. Setiap jemari Indro menyerang, Hindun setengah geram setengah mendesah mulai menggosok dengan keras bahkan terkadang membetot sang tongkat. Dalam kondisi normal biasanya Indro segera menelentangkan sang istri untuk membela diri terhadap serangan tersebut, dengan berbagai cara seperti mandi kucing, atau oral sex. Tetapi kondisi toilet tak memungkinkan, mau takmau Indro mulai terdesak, kejantanannya dibetot-betot Hindun. Hindun semakin kejam membetot-betot sang tongkat. Entah berapa kali tangan kanan Hindun bekerja keras, yang pasti mulai terasa lelah. Karena tangan kanannya mulai lelah, tangan kirinya mulai membantu, tangan kiri Hindun ganti membetot-betot, tangan kanan memijat-mijat buah pelir. Indro semakin terdesak tak berdaya, konsentrasinya mulai lepas, serangannya mulai melemah dan terabaikan. Celana dalam Indro sudah melorot jatuh’ ‘Yang ….aduhhh.. yang…..’ Semakin Indro melenguh semakin Hindun galak. ‘Tumben bang Indro agak pasrah kali ini’ pikir Hindun. Biasanya inisiatif serangan selalu ada pada Sang suami, Hindun biasanya hanya melakukan serangan balik, merespon sebaik mungkin. Tapi kali ini Hindun tidak menyadari Indro tidak mungkin menelentangkannya. Hindun tidak menyadari Indro tidak memiliki taktik yang memadai melancarakan serangan diruang toilet yang sempit. Hindun senang sekali bisa terus berinisiatif, genggamannya diperkeras, betotannya sesekali lambat tapi digenggam sekuat mungkin, sesekali digosok cepat tapi diperloggar. Tangan kanan Hindun menggaruk setengah mencakar daerah biji pelir sang suami, sesekali mencubit. Bila Hindun merasakan jemari Indro menggosok klitnya, Hindun langsung bersamaan meremas agak keras kantung kemih sang Suami sekaligus membetot sekeras-kerasnya yang membuatnya langsung terjengkit setengah kesakitan setengah keenakan

‘Yang… uh …uh….’ tangan Indro merangkul leher Hindun mencoba bertahan sekuat tenaga. Hindun tersenyum bahagia, baru kali ini dirinya berhasil memegang insiatif penyerangan setelah tujuh tahun berumah tangga.

‘Yang… lepas ….’ Indro terengah-engah, meminta Hindun melepas celana dalamnya. Hindun melepas celana dalamnya dan meletakkannya di penggiran wastafel. Indro mengangkat baju terusan panjang sang istri, membantu mengangkat sebelah kaki kiri Hindun, dan menumpangkannya ke closet yang tertutup. Indro mulai mencoba memasuki sang istri, agak sulit. Hindun membantu dengan membimbing sang tongkat agar tidak salah arah memasuki liang kewanitaannya. Setelah sedikit masuk, Indro menekan, dan masuk. Agak seret karena posisi kaki Hindun yang terangkat sebelah. ‘Eggh…bangg…’ bisik Hindun mesra. Menyadari Indro telah mamasuki dirinya. Posisi Hindun kesulitan, terpaksa kedua belah tangannya membelit leher Indro memantapkan posisi, setengah mendekap setengah menggantung. Kaki kirinya terjingat dipinggirian closet, terganjal legan kanan Indro yang berpegang kuat didinding. ‘Yang… gimana… bisa??’ sembari bertanya Indro mulai menekan. ‘Ayo bang..ahhh’ Ketika terasa ganjalan sang tongkat mendesak tubuhnya. ‘… terus bang’. Hindun tidak terbiasa posisi ini, tapi pasrah saja menikmati sodokan sang tongkat. Indro langsung menekan tancap gas, maklum saja telah diserang habis- habisan, kejantaanannya sudah menggelegak setelah tadi dibetot-betot oleh jemari Hindun yang lihai. Dorongan dan tarikannya dilakukan secara cepat dan sistematis. Hindun tak berdaya didesak-desak kejantanan Indro, posisinya tidak memungkinkan melakukan gerakan balasan yang dikuasainya. Hindun hanya bisa menahan setiap didesak Indro. ‘Yang… nggak tahan lagi nich’ Indro mencoba bertahan selama mungkin menyetubuhi istrinya. Kayuhannya dicoba seteratur mungkin, tetapi kejantanannya mulai berdenyut-denyut hendak meledak. Pikirannya buntu mencoba mencari alternatif gerakan, tetapi tampaknya kondisi ruangan kurang mendukung fore play, apalagi fisiknya agak lemah setelah lembur terus-terusan. Gempurannya mulai tidak beraturan ‘Nggak apa-apa bang…ayo terus … ahh. ‘ Hindun memang bukan tergolong wanita jaman sekarang yang selalu mencari kepuasan setiap berhubungan intim. Asal bisa memenuhi kewajiban melayani suami, Hindun sudah bahagia. Hindun sangat senang melihat Indro tadi tak mampu membalas betotannya. Indro mulai melepaskan kendalinya, gerakan tubuhnya menghujam mulai bergetar, hujamannya mulai liar, berkali-kali ‘Ohh…ohhh….’ berahi Hindun mulai membara, dihujam sekuat tenaga. Bibirnya hanya bisa mengecup leher Indro dimana dirinya setengah bergantung.

Hunjaman sekuat tenaga menandai muntahan lahar panas. ‘Yang ….’Indro mengulum kuat bibir sang Istri, agak menyesal memahami bahwa dia sampai duluan, dan tidak berdaya untuk melanjutkan perjalanan. Tubuhnya lemas karena posisi hubungan initm yang agak sulit. Semenit berlalu, sang tongkat perlahan-lahan mulai melemas, dalam benaman hangat sang istri. Akhirnya terlepas sendiri. ‘Yang … tunggu lima menit baru keluar, saya duluan’ Ujar Indro sembari memungut dan mengenakan celananya. ‘Iya bang, mungkin agak lamaan’ ‘Oh iya mungkin urusan perempuan’ pikir Indro

Indro melangkah keluar toilet dengan tubuh lemas. Karena gelapnya ruang merokok tidak menyadari sang kenek tengah berbaring dan menongolkan kepalanya dari deretan bangku belakang yang menyembunyikan dipan kecil dibalik deretan bangku paling belakang.

Anton, sang kenek, ketika baru saja berbaring, dan langsung menyadari ada peperangan dibalik toilet, buset dah. ‘Buk…buk…buk…’ getaran halusnya mau tidak mau terasa setiap kali silelaki menghujam. Lama juga kupingnya mendengar getaran ini. Benaknya berpikir keras, sialan nich. Ganggu orang istirahat, apa nggak bisa nyari tempat ngesex ditempat lain. Sialan ntar gue bales ganggu? Wah ada ide….

Ketika Indro membuka pintu ruang sekat dan keluar, Anton bangkit dari dipan kecilnya yang tersembunyi dibalik balik tingginya bangku penumpang, loncat kedereratan bangku belakang dan segera mengetuk pintu toilet. Ketukannya disengaja bernada kode ‘tuk ..dok ..dok, tuk ..dok ..dok..’

Hindun sedang membersihkan dirinya ketika mendengar ketukan tersebut. ‘Wah kenapa bang Indro ini, apa ada yang ketinggalan? Hindun membuka slot pintu dan menggeser badannya membelakangi dan, membuka pintu. `Kenapa bang? Anton masuk dan segera mendapati punggung seorang wanita. Ketika berbalik terlihat dalam keremangan seorang wanita muda berusia 30-an tahun, bertubuh sedang cendrung mungil, berwajah putih halus manis keibuan, sedang memegang celana dalam. Anton segera menyadari wanita ini ibu dari dua anak yang tadi siang datang tergopoh-gopoh. Postur tubuhnya ditutupi baju terusan panjang khas wanita sumatera. Secara keseluruhan berpenampilan menarik. ‘Oh…. anu ……’Hindun kaget menyadari yang masuk bukan suaminya, tetapi sang kondektur yang terlihat jelas dari seragamnya. ‘Ibu ngapain dengan bapak yang tadi?? Tanya Anton dengan sopan tapi tegas. ‘Anu…pak ….’ Hindun gugup terbata-bata, tangannya yang sedang memegang celana dalam segera disembunyikan dibalik tubuhnya. Tapi terlambat menghindar dari tatapan tajam kondektur. ‘Apakah ibu baru berhubungan badan dengan bapak yang tadi? Ayo ngaku saja’ ‘Ehh… iya pak, dia suami saya’ Hindun terpaksa mengaku karena tertangkap basah. ‘Bu sesuai peraturan kami, Ibu sekeluarga harus diturunkan. Perlu ibu ketahui ini bis luar kota jarak jauh. Demi keamanan bis-bis kami selalu dimanterai agar aman dalam perjalanan. Lihat tanda di atas sana, itu simbol mantera kami. Pantangan salah satunya adalah adanya hubungan sex didalam bis selama perjalanan. Ibu harus turun, kami harus memanterai ulang bis ini nanti di Kantor kami di Tanjung karang’ ‘Aduh…jangan pak’ Hindun kaget, dia menyadari sedang ditengah jalan diluar kota, dimusim mudik, sangat sulit mencari bus pengganti. Tiket bus ini saja diperoleh melalui KKN sebulan lalu. ‘Pak… saya ganti uang ssaja yaaa…’ Hindun memelas ‘Tidak bisa, nyawa penumpang terancam dengan tercemarnya bis ini’ ‘Tapi pak … gimana nanti’ “Bukan urusan saya, kami saja sudah pusing harus memanterai ulang nanti, gimana kalo dilihat penumpang lain, bisa berabe’ ‘Pak…tolong pak…’ Mata Hindun mulai memerah, suaranya bergetar. `Saya harus lapor supir tentang kejadian ini, melanggar pantangan mantera berakibat munculnya sial yang luar biasa, hampir dipastikan akan makan korban, seperti ban meletus, tabrakan, nyelonong ke jurang’ `Jangan pak’ Air mata Hindun mulai menitik ‘Tidak bisa!’ ‘Pak… ada cara lain tidak pak? Sambil mulai tersedu-sedu ‘Errr, sebenarnya ada yaitu manteranya ditambal oleh orang yang menciderai mantera tersebut’, Mata Anton berkilat memperhatikan umpannya termakan. ‘Maksudnya, saya yang menambal mantera tersebut? Ujar Hindun harapannya terbangkit. Bagaimana caranya?’ ‘Ehh… nggak ah, nggak bisa… sulit’ Ujar Anton jual mahal. ‘Ayo dong pak dimana caranya’ Hindun termakan bualan Anton ‘Sulit bu…Kata orang pintar kami, perempuan harus mengulang pencemaran yang dilakukan, dan membacakan mantera ulang pada saat puncaknya, dan tidak boleh bersama dengan orang yang menciderai mantera tersebut, yaitu tidak boleh dengan Bapak yang tadi’ Hindun terkesima, mendengar cara tersebut, pikirannya pusing mempertimbangkan konsekuensinya. Selaku perempuan tradisional dari daerah Sumatera, dia sering mendengar cerita-cerita mistis sejenis. Saat ini mau tidak mau dia harus memilih antara percaya atau diusir turun di tengah jalan, saat mudik, malu lagi ketahuan berhubungan intim ditempat umum. ‘Pak tolong bantu dong pak…’ Hindun mencoba memohon ‘Bantu bagaimana….’ ‘Itu…memperbaiki mantera yang rusak’ ‘Ibu ngerti nggak sih, ibu harus mengulangi pencemaran dan pada puncaknya membaca ulang mantera tersebut’ ‘Iya nanti saya baca, saya kan bisa….. errr.. sendiri’ (masturbasi maksudnya) ‘Itulah yang nggak bisa bu!, Memperbaikinya harus sebanding dengan cara tadi merusaknya, dan siapa yang jamin ibu nggak berbohong. Risikonya tidak sebanding karena menyangkut keselamatan seluruh isi bis’ ‘Oooo….’ Hindun berpikir keras, kalau gara-gara hal ini tidak bisa mudik, kasihan nama baik suaminya didepan keluarganya dikampung pasti jatuh, karena selama kawin tidak pernah mudik, walaupun sudah berkali kali diundang. Apalagi kalo dipermalukan didepan umum ketahuan berbuat mesum. ‘Pak…. tolong dong pak, hik…hik….’ Hindun tergugu saat memutuskan untuk menanggung aib terebut. ‘Aduh bu jangan nangis…., gimana saya membantunya? ujar Anton dengan pura-pura bego. ‘Bantu saya mengulangi ?.itu…, nanti saya baca manteranya, bersama bapak’ ‘Wah…saya nggak ngerti bu…, saya nggak ngerti begituan, saya bisanya nyuci bis’ Anton membual, padahal sejak jadi kondektur 8 tahun silam diumurnya yang 24 tahun ini sudah lumayan juga petualangannya. Maklum orang terminal.

‘Kamu nggak pernah berhubungan dengan perempuan? Hindun setengah tidak percaya memandang laki-laki muda bahkan seperti remaja dihadapannya. Tampangnya memang agak imut-imut, tingginya sedang, agak kurus tapi liat. Khas orang bekerja fisik, terlihat seperti belasan tahun. ‘Pacar sih punya dikampung, tetapi ketemu belum tentu 6 bulan sekali paling-paling sun pipi’ Anton menundukkan wajahnya, berusaha keras terlihat malu-malu. Yang tampaknya berhasil.

Ooo anak ini masih kencur, mudah-mudahan tidak apa-apa berhubungan dengan remaja, anggap saja anak sendiri’ Hindun mencoba mencari pembenaran. ‘Mana manteranya’ Hindun memberanikan diri, walaupun suaranya agak bergetar. Anton membuka dompetnya dan menyerahkan tulisan aji-aji pelet yang memang jadi salah satu bekalnya merantau. Anton mengajarkan cara membacanya. ‘Cuman dua kalimat? bahasa apa ini?’ sembari Hindun mengucap ulang perkataan Anton. Kertas itu diletakkan di pinggir wastafel. ‘Nama adik siapa? tolongin kakak yaaa, ‘ Ucap Hindun semanis mungkin, sambil meraih tangan Anton, merasa bahwa dirinya jauh berpengalaman diatas remaja ini. ‘Anton bu…’ pura pura grogi ketika tangannya di pegang ibu manis dihadapannya. ‘Anton? Jangan panggil ibu dong… kakak lebih pantes..’ sembari mendekapkan tangan Anton didadanya’ ‘Err…iya…iya…bu..ehhh kak’ Anton pura-pura gemetar membiarkan tangannya ditekankan jemari halus di bukit kenyal perempuan manis dihadapannya. ‘Ton…ee …kenapa? kok malu…’ Ujar Hindun memerah sendiri mukanya saat mendekapkan lebih erat tangan Anton didadanya. Meyakini keluguan remaja dihadapannya, keberaniannya semakin melambung tinggi. Hindun semakin berani menekan-nekan telapak tangan Anton dipayudaranya. Saat menekan-nekankan tangan remaja ini di dadanya, tak terasa gairahnya kontak kembali, seolah-olah kembali membara setelah tadi terpaksa mati mendadak.

‘Anu…kak…anu….’ Anton pura-pura menunduk dan melengos buang muka. Hindun dengan gerakan yang indah, tanpa melepas baju terusannya, melepas sendiri kaitan bhnya, membiarkannya merosot sampai keperut. ‘Kak …ehh… kak…’Anton berusaha menahan tawa saat berpura-pura sangat lugu ketika tangannya dibimbing Hindun masuk dari bawah baju terusan untuk disentuhkan dipayudaranya. ‘Ayo Ton, remas….’ Hindun berbisik saat membimbing tangan Anton menangkup bukit payudaranya. ‘Aduh kak …gimana ini…’ Ujar Anton terbata-bata pura-pura ragu- ragu meremas payudara lunak dibalik baju terusan Hindun. Hati Anton bersorak merasakan daging kenyal hangat membara ditelapak tangannya. Pentil susu tampaknya sudah tegang dari tadi, sangat terasa menyenangkan mengganjal telapaknya saat meremas payudara indah itu. ‘Ahhh Anton…ya… ya begitu’ Berahi Hindun sudah kembali menyala tersentuh kulit kasar tangan pria remaja yang diyakininya masih lugu ini. ‘Ton.. tekan lebih keras lagi Ton..’ Hindun mulai mendesah payudaranya diremas-remas. Wah anak ini sudah mulai berani, harus semakin didorong keberaniannya pikir Hindun, mulai dirayapi berahi yang membara. Tangan Anton mulai meremas sesekali membelai. `Sebelahnya Anton?mmm?ya begitu’ Hindun menikmati remasan hangat. Tangan kanan Anton tidak lagi dibimbing sudah bisa meremas sendiri. ‘Lumayan juga ini anak’ pikir Hindun sambil mendesah.

Kedua Tangan Hindun meraih tangan kiri Anton membimbingnya kepangkal pahanya’. Digosokkannya tangan anton dipangkal pahanya. Hindun tersentak sendiri saat kakasaran telapak tangan Anton menjamah bulu-bulu halus kewanitaannya. Dibimbingnya tangan Anton menggosok pangkal paha dan seputar kemaluannya. ‘Kak….. eh ….kak… sakit??? Anton berpura-pura lugu memandang Hindun yang merem-melek menahan rasa nikmat. Oh Memang nikmat masturbasi dibantu tangan lelaki beneran, Mata Hindun terpejam menikmati gosokan tangan Anton yang di bimbingnya sendiri.

‘Ahh…enggak Nton… terus…iya… begitu…aduh…’ Giginya menggigit bibirnya sendiri saat Anton mulai memelintir pentil payudaranya. ‘Begini kak….’ Tangan kiri Aton sudah berdikari menggosok-gosok pangkal paha Hindun.

Hindun merasa lemas, dan mulai merangkul leher Anton mencari pegangan yang mantap. ‘Ohh Anton…iya… terus… aduhh..ohh’ Pinggulnya mulai bergerak mengejar arah gosokan keras telapak tangan Anton. Mata Hindun sudah terpejam menikmati keindahan bara api yang menjalari seluruh tubuhnya. Tubuh Hindun mulai bergetar, akibat menikmati sensasi disentuh laki- laki lain. Keremajaan laki-laki ini menggetarkan sensasi Hindun membuka alam pikirannya betapa lugunya dia, rasanya seolah-olah ada misi khusus untuk membimbing remaja ini ke alam kedewasaan. Hindun meresapi bahwa dirinyalah yang wajib menghantarkan remaja ini kepintu gerbang emas kemerdekaannya. Pintu gerbang kewanitaannya berkewajiban membimbing remaja ini, atas kebaikannya menolong keluarganya dari aib, pikiran Hindun dikacaukan oleh berahi yang tadi mendadak padam dan sontak kembali disulut membara. Pikiran menghianati suami, sudah hilang dari tadi digantikan upaya membela nama baik keluarga dan mengamankan tujuan mudik.

`Uhh?uhh?’ Hindun menggelinjang keras ketika Anton mulai mempraktekan teknik jemarinya. Ibu jari dan telunjukkan segera mendapatkan klit Hindun dan mulai memainkannya. Hindun memperat dekapannya. Tanpa disadarinya pinggul Hindun bergetar-getar mencoba menghindar dari sentakan kenikmatan saat pusat komando pertahanannya mulai diserang. Saat klitnya dibelai, Hindun tidak tahan dan pinggulnya mengeliat mencoba melarikan diri, tapi tidak bisa.

`Wah ibu ini boleh juga, gairahnya langsung meledak’ Anton sedikit keheranan menemukan dirinya didekap sekuat tenaga seorang ibu muda alim yang tidak dikenalnya, mendesah-desah dan menggelinjang.’ Tapi pengalamannya membantunya menganalisa situasi,’ Mungkin tadi tidak tuntas dengan suaminya?’

`Oh Anton?.oh?sudah?ohh?Anton..’

Pijatan lembut telunjuk dan ibujarinya pada klit membuat pinggul Hindun mulai melonjak-lonjak, mencoba menggelinjang lari menjauh. Semakin tidak tahan, Hindun mulai menggigit bahu Anton, ketika dekapannya tidak dapat menahan serangan kenikmatan yang membakar dirinya. Nah luh? Anton gembira merasakan ganasnya Hindun menggigit bahunya. Rasaiin nih.`Aduh ?.bu?eh?kak ?kenapa saya digigit?’ seraya dengan agak keras mencobloskan jari tengahnya keliang kewanitaan Hindun, pura-pura reflek ..gituuhh. `Eeghhhh ?..’ Hindun tak mampu menjawab, giginya masih membenam dibahu Anton yang masih terbalut seragam kondekturl. Aduh ini anak? tangannya masuk kesitu?, oh mungkin reflek kesakitan kugigit’ Hindun tak mampu berpikir normal. Pijatan dan coblosan jemari Anton membuat tubuhnya semakin bergetar menuntut pemuasan. `Anton..ohh..sekarang yaaa?ohhh’ Hindun kembali mendesah menerima coblosan’ Pinggulnya mulai menggeliat mengimbangi coblosan jemari Anton. `Sekarang apa kak?..’ Anton menahan senyum mempertahankan kebegoaannya. `Waduh ini anak, bener-bener masih polos’ Hindun semakin terengah- engah menahan kobaran birahi coblosan jemari tangan kiri dikewanitaannya dan pijatan keras jemari tangan kanan dipayudaranya. `Lepas celanamu Anton?’ Ujar Hindun sudah nekat. `Anu kak?.engg’ `Ayo?.’ Hindun Melepaskan diri dan berinisiatif menelanjangi Anton. Agak membungkuk dan tangannya membuka kancing dan menurunkan resleting, dan menanggalkan celana panjang tersebut. Anton berdiam diri saja, tentu saja pura-pura malu. Terpampanglah remaja berkemeja kondektur dengan hanya bercelana dalam. `Kak?.’ Anton menekapkan kedua tangannya di pangkal pahanya, saat tangan Hindun menyosor celana dalamnya untuk dipelorotin. `Udah Nton, tadi kan katanya mau ngebantuin kakak’ Hindun semakin terengah-engah dibakar birahi yang menuntut pemuasan. Tangannya memaksa celana dalam tersebut untuk segera tanggal `Tapi kak?..’ terakhir kalinya mempraktekan jurus pura-pura lugunya dengan kedua tangannya tetap menekan pangkal pahanya. `Anton ayo dongg?tolongin kakak?’ suara Hindun mulai agak serak memohon. `Nanti kapan-kapan kakak yang bantuin Anton kalau dalam kesulitan’ Upaya Hindun menebar janji seperti anggota DPR saat kampanye. `Yesss’ sorak Hindun dalam hati menjumpai tangan Anton tidak lagi bertahan, Tanggalah celana dalam tersebut. Hindun dengan gemas menggenggam sang tongkat, yang ternyata segera mengacung tegak, mengingkari sandiwara majikannya yang pura-pura bego. Wah anak ini belum sunat, pikir Hindun saat memeras batang kemaluan tersebut “Kak ?.hhhh?’Anton menikmati genggaman erat tangan lembut dikejantanannya yang ternyata langsung mengeras. `Yes?’ Anton kegirangan mendapati ibu muda alim ini setengah membungkuk mengerjai kejantanannya. Sebelah tangannya segera meraba bokong sang ibu, menggosok-gosok belahan pantatnya. Waduh ini anak kecil, besar juga anunya? wah lebih besar dari bang Indro.’ Kaget dan agak ragu juga saat Hindun menggenggam barang yang sudah full keras itu. Betotannya berhenti. `Kak? aduh?kak? saya lemes ?.sudah kak.’ Anton kembali bergaya bego menikmati betotan Hindun di kemaluannya. `Tahan Ton?’ reaksi keluguan tersebut menyentakkan kembali betotan Hindun. Keraguannya segera sirna disapu berahi yang semakin menggelegak. Tangan kiri Hindun segera memerah kantung kemih Anton, salah satu dari sedikit keahlian dimilikinya akibat delapan tahun berumah tangga. `Ini anak perlu sedikit diajar?..’ pikir Hindun dengan gemas kembali dengan binal menggosok keras pangkal kejantanan Anton. `Tonn?.’ Hindun terjengkit saat jari Anton menyelip belahan pantatnya dan menyentuh pangkal kemaluannya.

`Ihh Anton?. mulai yahhh’ Sesaat setelah betotan dan urutannya diyakini telah berhasil menyiapkan sang tongkat. `Mulai apa kak.. hhhh’ Dengan baju panjang terusan yang masih terpakai yang sudah dipelorotkan keatas, menampakkan bagian bawah tubuh Hindun. Perut yang rata dan pangkal paha halus yang dihiasi segundukan bukit kecil lembut yang ditumbuhi pepohonan halus. Hindun berniat mengulangi adegan sesaat berselang dengan suaminya. Sebelah kakinya kanannya dinaikkan, dan ditumpukan diwastafel. Agak menjinjit kakinya menumpu kewastafel dengan lutut tertekuk. Anton menampakkan wajah terkesima memandang adegan indah tersebut, bagian bawah tubuh biu muda yang putih mulus, dengan sebelah kaki terangkat, Rambut-rambut halus menutupi gundukan bukit kecil dipangkal pahanya, tampak sudah basah, seperti pepohonan tersiram hujan. `Tangannya sini Ton..’ Hindun meraih tangan kiri Anton dan meletakkannya dibawah tekukan lututnya yang kakinya menumpu diwastaafel’ `Pegang dindingnya Ton?.na begitu’ Tangan kirinya segera meraih sang tongkat yang mulai tak sabar menunggu, diarahkannya kegundukan bukit miliknya sendiri. `’Sini Ton?’ `Iya kak’ Anton segera merapat Terasa kekenyalan sang tongkat saat menyentuh gerbang kewanitaannya. Seperti tersengat listrik `Aduhhh. Gimana yah”’ pikir Hindun kembali ragu membayangkan dirinya akan dimasuki kejantanan lelaki lain yang bukan suaminya. Tetapi sebenarnya ukurannya yang agak lebih besar dari biasanya lah yang memecut keraguan ibu muda alim ini. `Terus gimana kak?’ pertanyaan bego ini mengalihkan pikiran Hindun `Tekan Ton?’ reflek menjawab sembari tangan kirinya mengarahkan batang kejantanan itu. `Ohh?’ Hindun mendesah menjumpai ada sesuatu yang mendesak lubang kewanitaannya. Nyangkut `Ayo Tekan lagi Ton’ Hindun memberikan semangat sembari tangan kanannya merangkul leher si remaja. Birahinya sudah tak tahan menuntut pemuasan `Kak ngilu? (penulis: buset nich anak sandiwaranya keterlaluan) Anton berpura-pura. “Nggak apa-apa, ayo tekan lagi..hhhh,?Anton, tekan Ton?’ `Iya kak’ Anton kembali menekan dengan lebih keras Terasa topi bajanya sudah berhasil menelusup benteng pertahanan musuh. `Kak ngilu..’ `Agghh?’ Hindun agak menggelinjang merasakan ganjalan dimulut rahimmnya. `te?terus Ton..ohh’. Hindun menarik nafas menahan ganjalan tongkat yang kekerasan dan ukurannya lebih dari yang biasa dilayaninya. Blesss, dua pertiga lebih batang kemaluannya masuk ‘ Aduh?,’ tangan Hindun yang tadi memaksakan batang itu masuk secara reflek menahan perut Anton, mencegah hujaman lebih lanjut. Hindun mengkhawatirkan kebesaran kejantanan remaja ini tidak mampu dilayaninya. `Sudah kak? Anton mebiarkan sejenak kejantanannya menikmati kehangatan kewanitaan ibu alim ini. `Iya Ton gitu, hhhh? sebentar Ton?sebentar’ Hindun menarik nafas dalam-dalam, mengatur nafas menahan ganjalan besar dirahimnya, yang seolah-olah menyumbat pernafasannya. Padahal birahinya lah yang telah bergetar menuntut dimulainya perlombaan kenikmatan. Dirinya berjuang keras agar tampak memegang kendali permainan ini. “Sebentar Ton?’ Nafasnya mulai agak mereda `Ahh?’ Hindun menggelinjang merasakan batang kejantanan Anton berdenyut seolah menyentak-nyentak liang kewanitaannya. Ternyata Anton mulai mempraktekan teknik kegelnya, yaitu tanpa menggerakkan badan, mendenyutkan batang kemaluannya, seperti pria menahan kencing. Walaupun seolah-olah Anton diam turut perintah, tetapi batang kemaluannya menyentak-nyentak diharibaan kewanitaan Hindun. Hindun kembali tersengat lemah tak berdaya, mendapai ganjalan keras dirahimnya mendadak menggeliat menyentak-nyentak. Meresapi kenikmatan denyutan sang tongkat, Hondun hanya mampu mendekap sang remaja mencari pegangan. `Aduh kenapa anu anak ini bisa begini’ benak Hindun merasakan geliatan rontaan kejantanan dikemaluannya. `Sudah kak?’ kembali Anton bertanya `Ton nanti tarik sedikit terus tekan lagi yaaa’ Hindun setengah berbisik kembali memberikan komando. Anton mematuhinya menarik perlahan sampai topi bajanya hampir lepas dan kembali menekan pelan tapi kuat `Ugh? iya gitu..’ nafas Hindun kembali tersedak. `Lagi Ton ?ohhh’ Kembali mendesah menahan hujaman Anton `Tekan lagi Ton’ Hindun tidak sabar merasakan lepasnya ganjalan keras untuk dihujamkan kembali. Tubuhnya mulai mampu melayani gempuran Anton, perlahan tapi pasti birahinya yang sangat terpuaskan memampukan kemaluannya meredam geliatan tongkat yang keras itu. Anton mulai mengayuh perlahan tapi kuat, sekitar dua detik selang tiap hujaman dan tarikan. Batang kemaluannya sengaja agak ditekan kedinding kemaluan sang ibu. “Anton?sayang?’ bibirnya mulai ngaco menyuarakan ledakan birahinya `hhh..aduh?ya begitu’. Saat Anton kembali memenuhi hasratnya dengan jelujuran batang keras membeset diding kemaluannya, keras.

Anton sangat senang memandangi wajah terpejam memelas yang ayu ini. Dirinya sangat menikmati pemandangan wajah mengerenyit tersentak- sentak menahan kenikmatan, setiap kali dirinya menghujam keras menekan batang tongkatnya didinding kewanitaan Hindun. Hindun tidak mungkin mengetahui, bahwa Anton termasuk pakar untuk urusan beginian. Kelebihan Anton adalah wajahnya yang sangat baby face dengan tubuh kurus tapi liat. Lumayan banyak wanita penjaga warung, entah itu dia merangkap sebagai wanita penghibur maupun perempuan baik-baik, diberbagai terminal maupun sepanjang ribuan km jalan sumatera jawa yang merindukan wajah remaja yang imut-imut polos. Mungkin akibat sifat natural wanita yang keibuan rindu mengemong bayi dan anak kecil. Ternyata setelah lelah mengemong sang anak, tak disangka membalas budi dengan memberikan kepuasan tak terduga. Anak kecil tetapi memiliki onderdil perkasa yang menyamai kebanyakan lelaki. Anton tidak terlalu terobsesi dengan sex, tetapi sangat menyukai dimanja wanita, dia membalas kebaikan wanita yang memanjanya dengan kejutan pemuasan birahi. Anton lebih menikmati pemandangan wajah-wajah sayu yang kuyu bersimbah keringat, menggeliat diharibaannya, dihajar oleh kejantanannya. Semakin wajah perempuan tersiksa keenakan, semakin dirinya terpuaskan.

“Kakak?kenapa?.’ Ketika kepala Hindun agak terlonjak saat menerima hujaman kesekian kalinya. Seluruh tubuh wanita itu semakin bergelinjang keras. Pinggul Hindun mulai berusaha mengejar dengan liar kemana larinya si tongkat keras. `Sshhhhh?.shhh?.’ Hindun mendesah keras, orgasme mulai menjalari seluruh tubuhnya. Kepalanya terdongak, matanya terpejam, wajahnya sayu. Nafasnya terengah-engah. Mulutnya terbuka lebar menampakkan rongga mulutnya, mencoba menggapai oksigen sebanyak-banyaknya, akibat nafasnya yang terasa tersumbat. Hindun merasa kejantanan Anton sedemian besar mengganjal rahimnya sehingga seolah-olah sampai menyumbat tenggorokan pernafasannya. Kedua Tangannya mencoba bertahan menggayut di leher Anton. Anton tidak perlu bekerja keras, Hindun dengan cepat mulai mencapai titik akhir pendakiannya. Desahannya semakin tak terkendali.

Anton hapal situasi ini, tangan kanannya segera meraih bokong Hindun, membekap kuat-kuat. `Kak?sakit?’ Menekankan bokong Hindun ketubuhnya saat kejantannya kembali menghujam. `Ttt?.hhh?aduhh?’Batang itu kembali menghujam, pinggulnya tak berdaya melarikan diri ditahan tangan kanan Anton,’Tidak Anton ?ohh’ Anton kembali menghujam, stabil. Hanya tangan kanannya semakin keras mencengkeram bokong telanjang Hindun. Disengajanya kuku jarinya menusuk tajam daging kenyal dibelahan pantat wanita itu. Cengkeraman bokong itu dilepas saat tubuhnya menarik diri dari liang kemaluan, Hindun mendesah saat pinggulnya lega berhasil menggelinjang melepaskan diri sejenak dari ganjalan keras. Tetapi bokong itu segera kembali dicengkeram Anton saat kejantanannya kembali menghujam. `Akhh?’ Kepala Hindun tersentak kebelakang, hampir saja membentur dinding bis. Anton mulai merasakan empotan lembut kewanitaan Hindun dibatang kerasnya, saat ibu ini mulai mengarungi saat-saat puncak kepuasannya. Terasa bagian bawah tubuh ibu ini mengejang dan menggelinjang. Mencoba melarikan diri dari sergapan tongkat perkasanya. Dirinya menarik perlahan dan segera menghujam kembali, kali ini lebih perlahan tetapi semakin keras ditekankan kedinding kemaluannya. . Hindun menggelantung lunglai mendekap dileher anak remaja yang tadinya akan di ajarinya kealam kedewasaan. Kewanitaanya kembali dan kembali dihujam kejantanan anak ini, mendorongnya terus mengarungi puncak kenikmatan. Detik detik berlalu, tubuhnya terasa lemas, Hindun sudah lupa diri akan segalanya, pikirannya terbang keawang-awang kepuasan birahi. Bagian bawah tubuhnya mengejang dan kembali mengejang, seiring kedisiplinan Anton menggosok gerbang kewanitaannya dengan tongkatnya yang perkasa. Anton tahu umumnya perempuan alim akan terjaga panjang orgasmenya bila ditopang oleh hujaman kejantanan lambat tetapi bertenaga.

Anton tersenyum puas memandangi wajah kuyu memelas dihadapannya, mengkerenyitkan mata dan mendesah keras setiap kali hujaman kerasnya tiba. Anton senang, karena tahu ibu alim ini sudah lebih dari empat puluh detik mengarungi puncak kenikmatan. Anton berusaha keras menyangga puncak kenikmatan Hindun selama mungkin dengan hujaman lambanta tapi sangat bertenaga. Perlahan menekan-nekan dengan kuat. Dengan mempertahankan disiplin Anton mengayuh terus perlahan namun bertenaga. “Oh ?Anton?.ohhh?sudah?Anton?ohh’ Hindun menceracau lepas kendali, tersiksa oleh deraan kenikmatan yang kembali dan kembali menghempas seiring kejantanan keras yang menghujam bawah tubuhnya. Lengannya sebisa mungkin begayut dileher Anton. Semenit lebih berlalu pinggul Hindun menggeletar dalam cengkeraman tangan Anton dihantamkan berkali-kali kearah desakan sang tongkat, Lenguhannya tak terkendali menyebut Anton sebagai kesayangannya, padahal belum cukup 15 menit dikenalnya. Anton berhasil memaksa Hindun kembali dan kembali lagi kepuncak kenikmatannya, setiap kali gelinjangan pinggul Hindun mau mereda, Kejantanan pria ini menghujam kembali diiringi cengkeraman keras dibokongnya mendorong kemaluannya menerima hantaman, berhasil memaksa Hindun kembali menggelepar. `Ohh..anton?sudah?Anton ?. Sudah?’ Keluh Hindun dirasuki orgasme berkepanjangan, rasanya sudah tidak tertahankan. Hindun tidak sanggup lagi menerima deraan kenikmatan, lengannya sudah menyerah. Hindun sudah sedemikian lemas, bergelayutan dileher Anton, hampir jatuh. Terpaksa kedua tangan Anton memeluk tubuh mungil ibu ini. Agar tidak jatuh. Tangan kiri Anton membelit dari pundak menyilang ke ketiak Hindun. Tangan kanan Anton kembali mencengkeram pantat telanjang Hindun. Menahannya agar tidak merosot jatuh. Kuku jarinya setengah dicakarkan dibelahan pantat Hindun, dibenamkan dalam dalam pada daging kenyal yang sudah sedemian panas membara. Beruntung tongkatnya yang sedemikian keras, mengganjal kuat, membantu tubuh mungil Hindun tidak merosot

Wah.. ada ide baru, terbersit dalam pikiran cerdas Anton saat mendekap tubuh yang masih bergetar-getar. Tubuh lemas Hindun sepenuhnya dalam dekapan Anak kecil itu. Kemaluannya berdenyut-denyut terengah-engah seusai dipompa kerasnya sang tongkat. Kejantanan Anton yang tidak berkurang juga kekerasannya, terasa demikian mengganjal dikemaluan Hindun. Membantu Ibu muda ini meresapi berlalunya keindahan birahi, Anton kembali berkegel ria. Batangnya didenyutkan sekeras mungkin dalam genggaman kemaluan Hindun yang masih terengah berdenyut-denyut. Tangan kanan Anton memperkeras cengkeraman tangannya di pantat Hindun, menekankan bokong indah itu sekuatnya kekejantanannya. `Kak?.aduh kakk ngilu, ?aduh?’ Anton mulai lagi berpura-pura `Hhhh Anton?.hhh?’Hindun tersentak kembali kesadarannya, mendengar keluhan anak kecil ini, didera penderitaan akibat perbuatannya.’Oh Anton?nggak apa?apa.. Ton..’ `Tapi kak?.ngilu kak?aduhh ?’Anton semakin merengek, memperdengarkan kemanjaan suara remajanya. Tangan kanannya sekeras mungkin mencekeram pantat Hindun, mendorongnya menekan kejantanannya, menunjukkan seolah- olah tidak tahan didera penderitaan akibat perbuatan Hindun, menyiksa dirinya yang sama sekali belum mengerti hubungan suami istri.

Pura-pura tidak disengaja Anton menggigit lembut leher jenjang Hindun, menunjukkan ketidaktahannya didera rasa ngilu. Tangan Hindun meraih wajah baby face itu kewajahnya. `Anton sayang?.mmphhhh’ Mulut Hindun terkulum oleh gerakan tidak sengaja bibir Anton menyentuh bibirnya. Hindun spontan bereaksi membalas ganas sentuhan bibir pria itu, bibirnya segera mengulum keras bibir Anton, menghisap kuat, mengemot mulut tersebut dengan bersemangat. Lidahnya mulai menjelajah kemana- mana. Kedua tangannya menggapai rambut dan menahannya agar bibirnya dapat leluasa mengulum bibir Anton. `Anak ini pasti belum tahu pelajaran ini,’ pikir Hindun semakin bersemangat mengemut dan menciumi mulut Anton. Matanya kembali terpejam menikmati dirinya sedang memberi pelajaran praktek langsung teknik berciuman yang benar, kepada anak kecil ini. Hindun lupa sejenak bahwa dikemaluannya masih ada tongkat keras yang mengganjal. Perhatiannya teralih upayanya menghibur Anton yang tengah tersiksa dengan kuluman yang menggairahkan.

`Ini dia..’ pikir Anton, awalnya Anton tidak merespon kuluman Hindun, tetapi setelah sekian lama Hindun menciumi bibirnya, Anton mulai merespon secukupnya, lidahnya mulai menjalar, bertarung membelit jelujuran lidah Hindun. Anton mulai balas mengemot dan menghisap lembut mulut Hindun, seolah- olah menunjukkan telah bisa mencontoh. Anton mengulum semesra mungkin. `Oh anak ini?cepat pintar, mesra sekali ciumannya’ benak Hindun menerawang meresapi kemesraan yang diperolehnya ini. Anton mulai menunjukkan nafsunya dengan mengulum lebih keras, seraya mendekap tubuh dan bokong Hindun. Hindun terlena oleh kemesraan. Panasnya birahi yang membara yang melelahkan jiwa raganya sekarang seolah-olah disirami air sejuk kemesraan dalam dekapan dan ciuman panas, remaja yang dibayangkannya semesra kasih sayang anaknya sendiri. Hindun semakin ganas mengimbangi ciuman mesra Anton, tangannya sudah mengacak-ngacak rambut Anton, saat lidahnya berusaha mendominasi permainan ciuman tersebut. `Sudah berapa menit yahh?’ benak Anton mencoba mengingat lamanya mereka berciuman mesra. `Nach sekarang saatnya ?’

Anton menganut teknik seks dari Cina ilmu Tao, dimana ejakulasi bukanlah keharusan dalam setiap berhubungan badan. Anton tengah belajar bagaimana bisa orgasme tanpa ejakulasi. Kalau berhasil hasilnya akan luar biasa, penisnya adalah sama seperti anggota badan lainnya, dapat diperintah dari otak. Seperti diketahui penis seringkali bertindak diluar otak. Disenggol dikit sudah bangun, atau selalu muncrat tanpa dapat ditahan..

Anton melepaskan dekapannya, dan menarik lepas perlahan kejantanannya. `Sleppp..’ Hindun shok, tiba-tiba merasakan ganjalan yang tadi sedemikian menyiksa dirinya tiba-tiba menghilang. `”Hhhh?’ Hindun mendesah. Wajahnya sayu menengadah, membuka matanya memandang Anton, yang tengah memancarkan wajah baby face lugunya. Hindun merasa Anton sedang memandang kagum pada dirinya dengan pandangan penuh kasih- sayang seorang anak terhadap ibunya. Terasa diperutnya ganjalan daging keras sang tongkat yang ternyata tetap mengacung keras. Baju terusan panjangnya kembali melorot jatuh.

`Kak.. terus bagaimana?’ Hindun kaget, baru sadar arah pertanyaan anak ini. Dia tadi lupa membaca mantera penambal. Hindun kebingungan, `mantera seharusnya tadi dibacakan, kok lupa…, waduh gimana nih, kok bisa lupa…’ `Ton…’ Hindun kebingungan `Ya kak…’ ujar Anton sepolos mungkin `Kakak tadi lupa baca mantera…’ `Maksud kakak, seharusnya tadi kakak baca mantera? Kapan kak, kok Anton nggak ngerti’ `Mana mungkin anak ini ngerti orgasme perempuan’ pikir Hindun sok tahu meremehkan, `Iya Ton, seharusnya tadi kakak baca waktu, itunya Anton ada didalam sini.’ `Ya sudah masukan lagi, terus kakak baca mantera, yang penting kata orang pintar harus pada puncaknya’ Anton belagak sok tahu mengusulkan upaya penyelesaian masalah. `Tapi Ton, puncaknya sudah lewat..’ Hindun jengah sendiri menjelaskan hubungan suami istri kepada remaja yang dianggapnya anak kecil ini. `Puncaknya kapan? Sudah lewat’ Anton menunjukkan kebingungannya. `Iya Ton’ “wah gimana dong kak, saya jadinya sama dengan Bapak tadi berhubungan dengan perempuan didalam bis, mencemari mantera. Aduhh kak gimana ini, saya bisa dipukuli Bang Ridwan, (supir maksudnya)’ Anton akting setengah menangis. `Sabar Anton’ Hindun membujuk `Kalo dipukuli saja nggak apa-apa, bisa sembuh, tapi kalo dipecat tidak boleh ikut kerja, saya harus kemana. Anton yatim piatu tidak punya siapa-siapa’ Suaranya diupayakan sepilu mungkin. `Gimana kalau kita ulangi sebentar lagi’ ucap Hindun cemas, karena menyadari hal itu semakin menyalahi pantangan’ `Ya nggak mungkin kak, kan harus dengan lelaki yang lain kakak menambal manteranya. Waduh kak, bis ini dalam bahaya sewaktu-waktu bisa tertimpa kesialan, pasti makan korban. Saya sudah sering lihat kak. Orang pintar kami sangat sakti, itu sebabnya kenapa bis kami hampir tidak pernah kecelakaan. Peraturan kami keras’ `Ohh…’ sirna harapan Hindun `Kak sungguh kak, saya harus segera lapor supir bang Ridwan agar dia bisa mengambil langkah pencegahan’ `Ohhh…’ sebersit ide tak genah muncul. Bagaimana kalau dengan sang supir. Ini masalah bis, tentu supir harus bertanggung jawab. Hindun panik mencari solusi. `Kak saya lapor ya kak? Anton meraih celana dalamnya dan mengenakannya. Hindun terpana kebingungan Anton kembali meraih celana panjangnya yang tadi dilepas Hindun, mulai mengenakannya perlaha-lahan, menantikan umpannya dimakan wanita muda ini. `Kayaknya berhasil nehhh’ soraknya dalam hati.

(Penulis: sebenarnya apa sih niat anak ini?)

Hindun terdiam lama sampai Anton selesai merapihkan kemejanya dan memasang resleting celanyanya. Anton menepak-nepak kemeja mencoba meluruskan yang kusut, suatu upaya yang sia-sia. Kemejanya telah kusut akibat dijadikan arena pertarungan dua manusia dewasa. `Anton…’ Hindun menggapai lengannya `Pak supir bisa dimintaiin tolong tidak?’ `Maksud kakak, seperti tadi? Nanti kakak lupa lagi, bisa semakin cilaka’ `Iya…’ Wajahnya langsung memerah `Mudah-mudahan tidak… Kakak akan lebih hati-hati’ `Wah nggak tahu yah, Bang Ridwan mau nggak yah. Bang Ridwan tidak seperti supir lain yang punya pacar disetiap kota, dia sangat takut istri. Tapi dia punya kelemahan pernah saya pergoki dipeluk cewe di pool bis, kalo diancam dilaporin keistrinya pasti dia takut.’ `Iya Ton, coba bujuk pak supir mudah-mudahan dia mau’ Mendengar uraian anak kecil ini, Hindun mendapat kesan positif terhadap sang supir yang seingatnya tadi agak gemuk tapi ramah, membantunya menyimpan barang bawaan kedalam bagasi bis’ `Nanti saya bicara dengan supir, kakak kembali duduk saja nanti segera kita ketemu di belakang membicarakan hasilnya. Saya keluar duluan kak. `Iya Anton’ Hindun berharap-harap cemas.

`Gimana bang macetnya, ohh tinggal dikit lagi tinggal satu kapal lagi’ Anton menguap menjatuhkan badannya dikursi samping Pak Supir. “Enak kamu tidur, lumayan juga lama karena macet’ Sahut Ridwan, pria agak gemuk berusia 42 tahun berperawakan sedang, dengan seragam sama dengan Anton. `Bang, Anton punya kenalan ibu alim, keren bang, putih mulus, cantik banget’ `Semua cewe bisa aja kenalanmu’ Ridwan mencemooh `Ini lain bang, emangnya Abang aja yang jago perempuan’ “Ah kau ngomong besar doang’ Selama ini memang Ridwan selalu memamerkan kehebatannya menaklukan wanita, dalam obrolan pornonyanya sepanjang perjalanan. Sebenarnya bukan untuk pamer tetapi pengisi waktu mencegah rasa bosan dan ngantuk mengemudi. `Bener bang, bahkan saya bisa minta dia melayani abang, tapi ada syaratnya’ `Maksud kau bagaimana? kalau pelacur mah gampang aja tinggal kau bayar, beres’ “Dijamin seratus persen, ibu alim terhormat, kalau tidak potong gaji enam bulan’ `Buset nih anak,’ Ridwan setengah tidak percaya?’ Kenapa tidak kau saja yang mainin dia? `Anu bang, saya kan nggak pengalaman, pengen belajar langsung dari Abang jagonya’ Cuping hidung Ridwan mengembang bangga `Maksudmu, syarat tadi apa? `Syaratnya dua, pertama saya diijinkan menonton abang main perempuan, mmm itu dengan si Wita tetangga di pool Medan, terus, setelah saya menimba ilmu saya boleh praktek dengan salah satu cewe abang. Tapi abang harus bilang kemereka untuk ngajarin dengan sungguh-sungguh’ `Oo gitu. Syaratnya, masuk akal juga’ Ridwan segera menjawab `Ok’ karena dia yakin tidak mungkin ini anak kecil menemukan perempuan baik-baik yang bisa seenaknya disuruh melayani lelaki lain. `Bener nich bang? Janji….sumpah…’ `Sumpah supir, kalau ingkar kena musibah. Awas kalau nggak bener, hilang gajimu enam bulan’ Janji Ridwan, sambil membayangkan Anton kalah, dan gajinya dipotong, lumayan buat beliin Wita motor bekas. `Begini bang, nanti…’ “Nanti ….’ Buset nih anak, Ridwan kaget `Iya nanti, waktu didalam kapal saat bis parkir didek, kan semua penumpang naik kekabin, Abang bisa tinggal di bis, nanti ada Ibu keren kenalan saya yang pasti mau melayani abang. “Bener nihhh’ Ridwan mencoba mengingat-ingat ke dua puluh enam penumpangnya, memang ada beberapa ibu-ibu muda dan cantik. `Ok bang’ `Ok…ok..”

Anton melangkah kebelakang, menyusuri gang bis yang remang-remang

Hindun seusai merapihkan dandanannya kembali kebangku, `Kok lama Ndun..’ Indor menggeliat menoleh kebelakang menyadari Istrinya telah kembali duduk. “Anu bang, airnya habis, terpaksa agak repot, abang sih nakal. Hindun berbisik `Ooo…’ “Nanti mau kebelakang lagi, tadi kehabisan tisu’ Hindun membuka tasnya mencari-cari. Hindun memandang kedepan, dilihatnya dalam keremangan dua sosok lelaki didepan, supir dan kenek terlibat dalam pembicaraan serius, entah pembicaraan apa. Dadanya tak terasa kembali berdebar keras. Membayangkan berbagai kemungkinan. Indro kembali mencoba tidur, kelelahan, dua minggu lembur dan usai melakukan setoran wajib.

Selang beberapa saat dilihatnya tubuh kerempeng si kenek kembali melangkah kebelakang, saat melewati bangkunya menyentuh lengannya, memberikan kode. Selang beberapa saat Hindun menyusul kebelakang.

“Kak, hampir habis saya tadi, untung banyak penumpang kalo tidak saya pasti digebukin. Pak supir bersedia tapi saya kena hukuman berat, antara lain potong gaji dan puasa 14 hari’ “Ohh sukurlah” bisik Hindun dengan muka merah, menyadari kejadian apa yang akan terjadi sesuai permintaannya. Tapi niat membela aib keluarga cukup kuat memenangkan pertarungan batinnya. `Gimana caranya…’ “Gini kak sebentar lagi bis masuk kapal, seluruh penumpang harus turun. Kakak maksa tinggal saja di bis, bikin saja alasan, jaga barang kek, pusing kek, tangganya tinggi, kek. Disitu kesempatan satu- satunya. Nanti kalau semua penumpang sudah turun kakak sembunyi diruang ini, duduk saja disini. Tunggu, dan jangan lupa manteranya.’ `Terima kasih Ton,…memmmphhh’ Hindun merangkul remaja ini menghadiahinya dengan kecupan panjang yang mesra. Didekapnya tubuh kurus itu dengan tumpahan kasih sayang seolah-olah dia anaknya yang hilang selama ini. Luar biasa perasaan Hindun terhadap Anton. ‘Kak jangan lupa supir kita orangnya alim, dia sangat terpaksa setelah saya ancam lapor keistrinya sedang dipeluk cewe lain’ “Kakak tidak akan pernah lupa kebaikan Anton’ Hindun sedikit lega mengetahui lelaki lain yang akan menganukannya lelaki baik-baik, sampai harus diancam. ‘Makasih ya sayang’ jemarinya mencubit mesra hidung Anton

Keduanya kembali kembali kedepan, selang saat yang aman.

Ridwan yang mengintip dari spion gerakan keduanya mau tidak mau percaya `Ehh apa yang kau bilang sama ibu itu…’ bisik Ridwan `Tenang aja bang, yang penting nanti saat semua penumpang naik keruang vip, kalau abang menjumpai ibu itu diruang rokok, itu artinya ok, santap saja bang’ `Masa sih…’ `Pokoknya ingat dua syarat tadi, atau mau batal, mendingan saya aja nanti dengan ibu itu’ `Ok..ok,…’ terburu-buru menyanggupi didorong rasa rasa ingin tahunya, setengah percaya setengah nafsu. Membayangkan menyetubuhi wanita baik- baik adalah sensasi luar biasa. Dirinya sudah bosan menyetubuhi pelacur-pelacur yang bisanya akting terpuasi. Padahal dia menyadari gimana pelacur bisa puas, wong sudah dikerjai banyak lelaki sebelumnya. `Tapi gini bang, ingat saat ibu itu orgasme, abang ejakan kalimat ini –la paloma la paladi pajene makari….’ `Apa pula itu…’ `Iya itu kondisinya, jangan-jangan abang nggak mampu menakluki perempuan’ Anton mencemooh. `Sialan kau, apa tahumu.., ya sudah.. gimana tadi – la palo,,,,. Ok gampang’

`Para penumpang silahkan turun, mengikuti bapak kondektur menuju ruang vip di atas. Disana lebih nyaman. Dilarang tinggal di dalam bis karena mesin bis harus mati sehingga ac ikut mati’ Ridwan mengumumkan setelah bis terparkir dengan baik di dek kapal feri. Para penumpang perlahan-lahan mulai turun, lega bisa meluruskan kaki setelah sekian jam terjebak macet.

`Bang Indro, gimana nih bang, ditas ini ada banyak barang berharga, kalau di bawa tasnya besar berat lagi, saya jaga dibis saja deh’ `Tapi kata supir nggak boleh’ `Sebodo amat, barang kan punya kita, lagi pula Hindun agak sakit, gara-gara abang tadi’ Bisik Hindun sambil mencubit pinggang suami dari belakang.

`Pak kondektur saya bisa tinggal dibis yah, saya agak pusing kalau naik tangga’ Hindun menjamah baju kondektur. “Tidak bisa ibu, nanti di bis pengap, acnya mati’ Anton berpura-pura `Ah nggak apa-apa’ Hindun memaksa didengar Indro `Yah terserah ibu, ayo pak ajak anaknya ikut saya. Ridwan dibawah bis mengarahkan penumpang ke tangga. Anton melewatinya dan berbisik,’ beres bang, laksanakan tugas dengan baik, jangan lupa bacaannya’ `Ya..ya..ya…’ Jakunnya tak terasa naik turun menelan ludah.

Setelah semua penumpang menghilang di balik tangga lantai atas, Ridwan kembali kedalam bis, dan mengunci pintunya. Tangannya menggapai dashboar dan menyentuh panel mematikan seluruh lampu. Bis semakin kelam, walaupun masih diterangi lampu ruang kapal dan sesekali sorot kendaraan lain yang sedang parkir. Dia melangkah kebelakang perlahan dan berdebar-debar `setengah percaya setengah berharap’ Eh benar saja, ketika membuka pintu sekat ruang rokok, dirinya mendapati sosok perempuan muda, yang kulit wajahnya halus, putih bercahaya dikeremangan malam. Cantik sekali dimata Ridwan. Ibu itu duduk tegang dideretan bangku belakang. Disamping pintu toilet. Ridwan gugup mau bilang apa… Hindun yang sudah grogi dari tadi semakin grogi.

Bagai kucing takut ikan curiannya lepas, Ridwan segera menghampiri Hindun, duduk disampingnya memandang tajam wajah yang manis. Dalam kegelapan dan sisa cahaya seadanya Ridwan mengagumi wajah keibuan yang segera tertunduk malu dengan muka kemerahan. `Waduh rejeki nomplok, pikir Ridwan’ Takut kalau salah ngmong tangan kiri Ridwan merangkul pundak Hindun, tangan kanannya meraba tangan Hindun yang saling menggenggam erat dipangkuannya menahan gugup. ‘Wah hebat si Anton’ Bibirnya mengecup lembut pipi halus dihadapnya. Tangan kirinya merasakan pundak itu bergetar gemetar. `Waduh bener- bener ibu baik-baik nehh’ sorak Ridwan. Kecupannya bergeser ke belakang telinga Hindun, menyapukan nafas panasnya disana. Hidungnya disapukan sepanjang leher, seusai tangan kirinya menyibak gelombang rambut indah Hindun. Diemutnya cuping telinga bawah, yang sontak membuat perempuan itu menggelinjang geli. Kedua tangannya yang tadi saling berpegang tangan, di pangkuannya kaget lepas, sebelah mencari pegangan dikursi, sebelah lagi menahan tubuh pria yang mulai mendekap. Ridwan segera menyadari tangannya tidak lagi menjamah tangan ibu ini tapi jatuh kepangkuannya, digundukan pangkal paha yang tertutup baju terusan panjang. `Ehh aneh juga ibu ini, diam saja barangnya tersentuh… atau memang, si kunyuk itu benar-benar berhasil membujuk’ Sembari menjilat leher dan sesekali menggigit kecil kuping yang harum itu, Hindun kegelian, baru menyadari tangan kanan Ridwan mulai membelai dan menekan keras pangkal pahanya. `Yess….’ Sorak Ridwan menyadari tidak ada reaksi perlawanan dari sang wanita. `Wah kalo begini tancap saja boo…’ Benak Ridwan berputar. Hindun semakin jengah merasakan tangan lelaki ini di daerah terlarangnya. Pikirannya buntu menganalisa situasi, ohh ini akibat perbuatan kami sendiri, beginilah akibatnya.

Semakin berani, Jemari Ridwan mencari-cari kancing atau pengait baju ibu itu, satu satu berhasil dilepas, sembari lidahnya menjelujuri belakang telinga dan leher jenjang Hindun. Serangan Ridwan yang tidak sengaja pada daerah utama kepekaan Hindun mulai menyulut bara gairahnya. Hindun mulai tersengal, sangat gugup membayangkan apa yang akan terjadi. tangan kirinya meremas jok bangku disampingnya akibat serangan geli. Tangan kanannya seolah tidak berani menyentuh tubuh pria yang mendesaknya. Tanpa disadari Hindun sebagian besar kancing bajunya sudah lepas. Ridwan menariknya berdiri dan memelorotkan baju terusannya. Hindun pasrah melakoni apa yang sudah dibayangkanya akan terjadi. Terpampanglah tubuh mulus indah, kontras putih dalam keremangan malam, berbalut celana dalam dan bh berenda warna cream. Tubuhnya gemetar telanjang dihadapan lelaki lain. Tangan kirinya yang bebas reflek mencoba menutupi wilayah sucinya, tapi terlambat. Kalah sigap. Tanpa basa-basi Ridwan langsung memelorotkan celana dalam cream tersebut, yang segera memapangkan keindahan pangkal paha yang seharusnya pantang dilihat lelaki lain kecuali suaminya. Kaget ditelanjangi mendadak, Hindun tak sengaja membantu dengan menggeser dan melangkahkan kaki melepas celana dalamnya. Kuping Rindwan menggesek bukit lembut saat melakukan gerakan itu. Hindun hanya bisa memegang rambut pria tersebut agar badannya tidak jatuh.

Ridwan mendorong lembut tubuh telanjang menggairahkan itu kembali duduk. Dia mengambil posisi berlutut dihadapan sang wanita. Tangannya membelainya paha mulus dihadapannya, lidahnya mengecup dan menjilat sebelah paha yang lain. `’Ohh…’ Hindun mulai mendesah, menikmati geli yang membakar birahinya. Pahanya dikatupkan, malu. Ridwan menyadari gerakan ini, kecupannya diganti gigitan kecil, dan sebelah tangannya mulai meraba dari sisi bawah paha Hindun. `Ihh…’ Hindun mulai menggelinjang lembut menggairahkan, tangannya mulai berani membelai rambut pria yang belutut dihadapannya. Saat dirasakannya gigitan dipahanya, tangannya tersentak menjambak mesra rambut Ridwan.

Ridwan menyibakkan pangkal paha yang terkatup, dibelainya sepanjang kedua sisi dalamnya, sengaja menyentuh pangkal paha mulus yang hanya dilindungi secupak bulu-bulu halus. `Ohhh… bangg…’ Aduh siapa namanya abang ini, Hindun cemas dan grogi, saat pangkal kewanitaannya tersentuh lelaki asing. Tapi nikmat. Jelujuran lidah Ridwan mulai menjalari sisi dalam pahanya, bahkan terkadang hampir sampai disana. `Ohh…’ Hindu kembali menggelinjang dan mencoba mengatupkan pahanya’ Tangannya meremas rambut si supir.

Sembari tetap berlutut, Ridwan sedikit memelorotkan Hindun dari kedudukannya, sampai hanya pantatnya sedikit tertumpu diujung tempat duduk. Diangkatnya sebelah kaki siibu tersebut kepundaknya, belakang lututnya ditumpangkan kebahunya. Sebelah kakinya diperlakukan sama.

Jadilah adegan tersebut, wajah Ridwan hampir menyentuh kewanitaan Hindun, menyapukan nafas panas, seperti awan panas melanda daerah perbukitan, yang menambah bara birahi sang wanita. Hidungnya menyentuh bulu-bulu lembut yang tak berdaya melindungi daerah rahasia. Kedua tangannya masing-masing meremas paha telanjang yang menumpang di pundaknya. Hindun mulai menggeliat tak terkendali, nafasnya mulai tersengal, terengah-engah, pikirannya mulai panik membayangkan apa yang akan terjadi. Daerah sucinya mulai dijarah pria asing, aduh gimana ini.

`Argghhhh,…’ Hindun mengerang keenakan, saat Ridwan melancarkan serangan kilat, mengecup bibir atas kemaluannya. Wangi merk terkenal dari tisu basah meningkatkan aroma harum kewanitaan Hindun yang sudah kembali basah. Ridwan sangat bersemangat menghirup aroma indah dari wanita yang diyakininya benar-benar alim ini. Sangat jauh berbeda dari aroma wanita penghibur lain. Gaya tempur Ridwan, jauh berbeda. Taktik andalannya adalah serangan pendahuluan oral. Teknik dan stamina lidah Ridwan pantas diacungi jempol. Hal ini akibat ukuran penisnya yang standar asia, yang kadang- kadang sering diledek para wanita penghibur. Tetapi dengan keahlian oralnya, Ridwan mampu menjatuhkan sebagian besar wania yang dijumpainya. Penisnya hanya dijadikan hidangan penutup.

Lidah kasar Ridwan menyapu mulai dari lubang pantat naik keatas menyikat bulu pepohonan, membajak lubang kemaluan, menumbangkan klit, mengampelas gundukan bukit, terus naik sampai kepusar ‘Bangg ….ohhh….’ Hindun terbata-bata wilayah kesuciannya dibajak lidah kasar lelaki ini. ‘Ohhh….’ Hindun kembali melenguh ketika Ridwan mengulangi sapuan lidahnya. Tak sadar kedua tangan Hindun menjambak keras rambut Ridwan, mencoba menahan sentakan kenikmatan yang mengiringi sapuan lidah yang kasar. ‘Ohhh ….’ kembali Ridwan mengulangi gerakan yang sama, kali ini lebih perlahan tetapi dengan tekanan semakin kuat, bahkan saat menyapu lubang kewanitaan, lidahnya dicucukan kedalamnya. ‘Hindun tersentak menggelinjang, tangannnya mencoba meringankan derita kenikmatan dengan menekan keras kepala kepangkal pahanya. ‘Aduhhh …’ kembali Hindun mengeluh, upayanya menahan kenikmatan tidak berhasil bahkan semakin membuat Ridwan bersemangat. ‘Bener ibu alim, mudah sekali takluknya’ pikir Ridwan. Pelacur membutuhkan upaya jauh lebih keras untuk sampai tahap ini. Kembali mengulangi sapuan lidahnya. ‘Shhh….’ Hindun mulai melemahkan jambakan tangannya dirambut Ridwan ketika dirinya mulai terbiasa dengan deraan birahi keganasan lidah sang supir. ‘Oh..abang..oh…’ desahnya menikmati sapuan lidah Ridwan dikemaluannya, perlahan tapi pasti berahinya dapat mengimbangi gelombang kenikmatan yang ditimbulkan. Pinggulnya mulai menggeliat bergairah menyambut rindu setiap sapuan lidah Ridwan. Ridwan sangat menyukai pinggul yang mengelinjang ini, menambahkan kobaran semangatnya. Sungguh perempuan baik.. perempuan baik. ‘Bagaimana bu… suka?? Ridwan menengadah memandang wajah ayu terpejam dihadapannya. Wajah Hindun memerah, terengah-engah disiksa kenikmatan dari lelaki asing, dan ditanya pula, ‘Ngg…’ gimana jawabnya.. ‘Nama ibu siapa?’ (penulis: gila nih Ridwan sudah nyosor barang perempuan baru nanya nama, sialan… sialan..)

‘Hindun bang….’ Sebenarnya Ridwan berhenti sejenak untuk mengatur nafas, gerakannya tadi membutuhkan pemulihan nafas, maklum saja mengobrak abrik pangkal pertahanan wanita, diarea yang sangat sempit, sangat terbatas suplai oksigennya. ‘Abang..sia….ssss…’ Hindun hendak balik bertanya, juga dengan susah payah mengatur engahan nafasnya. ‘Hindun sayang….hemppphhh’ Kembali Ridwan mendadak menyosor daerah suci Hindun. Sapuannya berganti arah, bila tadi vertikal, sekarang horisontal, mulai dari sisi dalam paha dibahu kirinya, menjelajah lembut kepangkal paha Hindun, menggelitik-gelitik dipangkal paha dengan ujung lidahnya, dan kembali menyapukan pangkal lidahnya yang kasar dikulit mulus paha dalam yang tertumpang bahu kanannya. ‘Ssshhh….’ Hindun tersentak menahan serangan model baru ini, Tubuhnya tersentak kebalakang kesandaran bangku. Jemari hanya mampu meremas remas rambut lelaki itu. Menahan kenikmatan setiap periode sapuan lidah. 




‘Ohh…’ Selang sekian kali lidah kasar Ridwan bekerja keras bolak- balik membajak pangkal pahanya, Hindun kembali merasakan sensasi baru yang sama sekali belum pernah dialaminya. Birahinya kembali meletup, kali ini mulai menuntut sesuatu. Memahami ritme serangan silelaki, Saat lidah lelaki ini masih berkutat di tengah batang pahanya, tubuhnya merasakan gejolak kewanitaannya untuk segera diperhatikan, liang kewanitaanya menuntut untuk segera dijamah kasarnya lidah silelaki, dengan gelinjangan indah. ‘Bang…. aduh…’ tangannya menjambak kembali dan menekan keras wajah silelaki dilubang kewanitaanya, saat tiba saatnya lidah itu menggelitik sekitar bibir kemaluannya. ‘Hempphh..’ hidung Ridwan terganjal gunungan bukit, saat pinggul Hindun menggelinjang keras mengejar sapuan lidah Ridwan dibibir kemaluannya, dimana saat bersamaan wajahnya dibenamkan dalam-dalam dengan gemas oleh ibu alim yang sedang mengangkang, kepangkal kemaluannya.

Senang sekali Ridwan diperlakukan demikian, ibu alim telah menjadi ibu yang binal, sukses. Mana ada perempuan alim membenamkan dalam- dalam wajah lelaki asing di liang kehormatannya, dengan begitu bergairah. Ketika lidah Ridwan berpaling kearah lain, untuk berlaku adil menjelajah paha kanan Hindun, Hindun tidak rela, dia mengatupkan pahanya kuat-kuat, tidak rela lidah itu pergi meninggalkan benteng kehormatannya. Kewanitaanya menuntut penyiksaan lebih lanjut.

Tubuhnya sudah didesak-desak berahi yang menggelegak menuntut hak. ‘Abang…oh….’ Hindun sudah menggelinjang kasar. Bahasa tubuhnya jelas, birahinya menuntut segera dimulai pendakian kepuncak. Ridwan memahami bahasa tubuh ini. Lidahnya mulai berkonsentrasi menghajar liang kewanitaan, yang sungguh kurang ajar menuntut dengan membekap wajahnya keras-keras. Lidahnya yang akan mengiringi pendakian Hindun.

Dikangkangkannya pangkal paha Hindun lebar-lebar, lidahnya mulai dijulur-julurkan kedalam liang yang sudah sangat basah kuyup. Ludahnya sudah bercampur aduk dengan lendir bertaburan. ‘Ahhh….ahhh …ahhh..’ Hindun mengerang saat kasarnya lidah menyodok-nyodok dinding kemaluannya. Berahinya sudah lepas kendali, pinggulnya bergeliat-geliat mencoba mengimbangi lidah Ridwan yang berhasil masuk cukup dalam keliang kewanitaannya. ‘Sshh… shhh…shhh’ Jemari ibu alim ini menjambak membenamkan wajah lelaki asing dikangkangannya dalam-dalam, setiap saat Ridwan dengan kasar mencucuk-cucukan sedalam-dalamnya lidahnya. Sesaat berlalu Ridwan dengan tidak juga puas menyiksa ibu alim ini dengan kenikmatan tegangan tinggi. ‘Abang…ohh abang…’ Hindun mulai menceracau. Dengan malu-malu mencoba mengundang sang lelaki menuntaskan perbuatannya, dengan cara membenam-benamkan berulangkali wajah silelaki didalam kangkangannya saat dirasakan kepala itu memiliki lidah yang sanggup mengorek-ngorek kenikmatan miliknya.

Ridwan tersenyum dalam hati, bener-bener mudah ibu ini. Lidahnya semakin buas memporak-porandakan lubang kesucian Hindun. ‘Abangg…ssss… ohh abang… ohh abang’ Hindun semakin tidak tahan, suaranya sudah bergetar hampir menangis. Pinggulnya bergelinjang tak karuan. Tangannya sudah tidak beraturan membenam-benamkan wajah Ridwan. Ridwan semakin buas, lidahnya sudah mencucuk-cucuk sedemikian cepat. Yeah gerakan lidahnya mirip lidah ****** yang sedang minum, sangat cepat, salah satu jurus dasar teknik oral Abang Ridwan. ‘Abang.. ah..a..a..ayoo bang…. ayo…’ Lepas juga kata-kata ini, tanpa terkendali, diledakan gejolak birahi yang menuntut sesegera mungkin dipenuhi haknya. Lupa rasa malu lupa nilai kehormatan. ‘Ayoo bang…ohh.. anuiin dong bang ohhh bangngg..’ Hindun merengek dalam hati Saat berlutut, sembari mempertahankan hujaman-hujaman lidahnya, Ridwan melepaskan celananya, agak sulit tetapi berhasil ‘Bang..ahh.. udah bang…sudah…’ suara Hindun mulai bergetar menangis. Geliatan pinggulnya sudah tidak membantu, sudah lepas kendali, meronta tak semakin liar terkendali. ‘Gerakannya terakhir berhasil melepas celana dalamnya sambil berjongkok, lidahnya tetap mencucuk-cucuk dengan keras’ ‘Abang..sshhh..shhh.. jahat..bang…nggg..jahat’ Mendadak Hindun merasakan lelaki ini perlahan bangkit berdiri sambil tetap memanggul kedua pahanya. ‘Shhh…’ agak lega Hindung terengah menarik nafas, sejenak terbebas dari siksa nikmat lidah kasar lelaki. Tidak sadar tubuhnya agak melorot, karena Ridwan sudah berdiri tegak dihadapannya sambil memanggul kedua pahanya. Ridwan membetulkan posisi berbaring Hindun diujung bangku, hanya pinggulnya yang masih menumpu dibangku, punggung dan bahu Hindun agak tertekuk pada sandaran bangku. Pikiran Hindun kacau, tapi agak lega bisa menarik nafas sejenak.

‘Ihhh….’ mendadak disadarinya ada daging keras tiba-tiba menyodok lubang kemaluannya. ‘Ohhh…’ muncul sedikit rasa khawatir akan disetubuhi lelaki asing, akan tetapi kuatnya desakan birahi menyapu tuntas kekhawatirannya. ‘Hindun… ‘ Ridwan menguakkan kedua pangkal paha perempuan itu, sembari sedikit menekan penisnya keharibaan tubuh mungil yang mengangkang lebar menggairahkan dengan paha dipanggulnya. Slep, Sedikit nyelip. Agak mudah, mungkin karena sudah basah kuyup, apalagi sudah dikorek- korek lidah dengan buas. ‘Ohh…’ kembali rasa khawatir menyeruak, ‘aduh tolong..aduh gimana ini..’ benaknya kembali berputar sedikit normal, sesaat setelah diberi kesempatan bernafas. ‘Abang nggak jahat kan…’ Ridwan menggoda wajah ayu kuyu yang terpejam terlentang setengah tertekuk dihadapanya. ‘Nggak bang…shhh’ kemaluannya didera kehangatan ujung penis yang baru sedikit nyelip. ‘Gimana dik… ‘Ohh.. ayo bang….ayo…heggg’ jawaban refleknya bertolak belakang dengan keraguannya barusan, tubuhnya mendadak kembali tidak sabar minta dihajar.

Belum selesai menjawab kemaluannya sudah dihajar dengan hujaman pelan tapi bertenaga, bless …amblas..blass. Posisi mengangkangkan wanita dengan pahanya dipanggul pria, seolah- olah jalan tol memuluskan hujaman silelaki. ‘Ssshh. Tangan Hindun menggapai-gapai mencari pegangan, hanya menjumpai ujung bangku yang segera digenggamnya erat-erat.

Walaupun sebenarnya penis Ridwan sedikit lebih kecil dari Indro, tapi efeknya sama saja bagi Hindun, karena posisinya tersebut. ‘Abang….ohh…’Hindun mendesah lega, merasakan pendakiannya dapat segera tuntas Hindun tak malu-malu segera menggeliatkan pinggulnya mencoba menyerang sang penis. Hindun mencobakan gaya tradisionalnya, gerakan pinggulnya memutar-mutar, dan maju mundur. Biasanya gerakannya ini merupakan responnya melayani Indro, memerah kejantanan suami dengan otot kemaluannya. Bakti istri terhadap suami memijat alat vital sang suami, didalam gerbang kehormatannya. ‘Hhhh….’ Hindun mendesah sendiri saat gempuran ototnya ditandingi sang penis yang mulai menggosok. Geliatannya bukannya respon melayani, tetapi dorongan berahinya yang menuntut pemuasan. ‘Shhh..shhh..shhh..’Hindu n mendesah sendiri setiap gerakan pinggulnya berhasil menghasilkan desakan dikemaluannya. Gerakan pinggulnya semakin cepat tak terkendali. Kepala Hindun tersentak-sentak kekiri dan kenanan, menahan desakan kenikmatan geliatannya berbuahkan hujaman keras silelaki. Tangannya mencoba menjangkau pinggang pria dihadapannya, agak sulit, lepas sendiri, dan kembali hanya meremas ujung bangku. ‘Bang..,ohh… Hindun….ohh…’ pinggul Hindun yang memutar segera dihantam penis Ridwan, setiap memutar segera dihantam, semakin buas. “Ohh,,, Hindun…ohh sud…hh..sudah bang..shhh’ Ridwan setiap menghantamkan penisnya dengan cermat memandangi hasilnya, berupa wajah kuyu dengan mata berkerenyit terpejam, tersiksa didera kenikmatan, mendesah-desah, sesekali mengeluh keras. Puas sekali rasanya, dirinya sangat berterima kasih pada kunyuk kecil si Anton. Ridwan segera menyadari Hindun sudah tiba pada pucak pendakiannya, dia ingin menyiksa sebuas-buasnya perempuan alim ini. Tapi dia teringat pesan si kunyuk. “Hindun sayang… (penulis: sompret, sejak kapan jadi sayang-sayangan) ‘.. baca .. Hindun sayang, baca…’ ‘Shhh…..’ oh iya…. mantera…ohh…mantera…’ hujaman Ridwan tidak berhenti sejenakpun karenanya, tetap jalan terus… Otak Hindun kacau saat mulai mengarungi puncak kenikmatannya. ‘Hindun..La paloma…’ Ridwan mengingatkan tak lupa menghujam semakin keras ‘Shh La pa hegg….La…la…hegg..paloma… ‘La paligi…’ Ridwan mengeja, dan kembali menghujam perlahan namun lebih keras. ‘Ohh..la palgggg…hhhh.ligi… ahhh’ Ridwan mengingatkan tapi juga dengan buas menghantam. Susah payah Hindun melafalkan lanjutan mantera pendek tersebut, setiap mulai satu kata dirinya menerima hantaman keras. Gerakan pinggulnya sudah berhenti, digantikan geliatan tak teratur. Tubuhnya pasrah, sudah tidak mampu lagi memberikan serangan balasan. Dirinya dengan mudah segera lemah tak berdaya ditaklukan lelaki ini. Terutama akibat tidak siap menghadapi serangan kilat oral Ridwan dengan teknik khususnya.

Pinggulnya bergetar-getar menerima hantaman bertubi-tubi penis Ridwan. Tubuhnya sudah lunglai tak berdaya, meresapi puncak kepuasan melingkupi dirinya. ‘Ohhhh….abang… ohhhh….’ Hindun menyatakan kepuasannya. Berterima kasih tentunya, dibantu menunaikan tugas menghindari aib, sekaligus mendapat bonus puncak gairah.

Menyadari Hindun sudah sedemikian lunglai, Ridwan agak berkurang semangatnya. Pendakiannya masih panjang. Dia tidak menyukai menghantami batang pisang. Lelaki seumurnya sangat menginginkan wanita menggeliat-geliat dibawah siksaan birahinya.

Ridwan memutuskan beristirahat sejenak. Tangannya mejangkau tubuh mungil dihadapannya, menurunkan kedua paha dari pundaknya, menarik tangannya, mengangkatnya, tanpa melepas penis dikemaluan si perempuan. Ridwan membopong Hindun, dan berbalik segera duduk setengah berselonjor dengan tubuh telanjang Hindun dipangkuannya. Buset penisnya tetap menancap dengan baik. Hindun terpaksa menekukkan lututnya, menyentuh dinding bangku. Tubuhnya lemas mendekap lelaki yang memangkunya. Kepalanya lunglai menyandar dibahu bidang. Tanganya berhasil menggayut dileher si lelaki. Hindun terengah-engah menyesapi saat-saat berlalunya badai kenikmatan yang melanda. Pikirannya perlahan mulai kembali dari awang-awang. Mendapati dirinya bagai menunggang kuda, tengah mendekap dan duduk dipaha lelaki asing, …’ohh ibu… anunya…anunya mengganjal diliang kewanitaanya, Hindun diserang rasa panik. ‘Aduhh…siapa lelaki ini yaaa’ Tapi dirinya juga segera menyadari dengan lega, sudah berhasil melaksakan kewajiban menambal mantera untuk mencegah aib akibat perbuatannya bersama Indro suaminya. Dirinya mulai berterima kasih kepada supir yang sedang memangkunya ini. Tapi ohhh anunya kok masih mengganjal keras…

‘Hindun…bisik Ridwan semesra mungkin, bibirnya mengecup belakang telinga Hindun yang tergolek dibahunya. ‘Hindun sudah …..? (orgasme maksudnya) ‘err..sudah bang…’ Malu sekali dirinya telanjang dipangku lelaki yang namanya sama sekali tidak diketahuinya. Bahkan terpaksa mengakui sesuatu yang sebenarnya sangat intim yang mustahil diucapkan kelelaki asing.

Udara dingin mulai terasa membelai ketelanjangan tubuhnya, ihhh terasa agak dingin. Tapi pangkal pahanya masih terasa hangat membara, sisa pertempuran yang baru saja berlangsung. Tubuhnya yang lunglai bersandar didada Ridwan terasa menyenangkan menghalau dingin yang menyapu punggungnya yang telanjang. Benaknya memerintahkan agar dirinya segera menyudahi adegan ini mengerikan ini. Tapi kesopanannya menahan tubuhnya beranjak bangkit. Hindun pasrah menunggu tindakan lelaki ini selanjutnya, dirinya berharap-harap cemas, mudah-mudahan bisa segera terlepas dari rasa malu yang mulai semakin merasukinya.

Geli kembali menyengat, saat dirasakan jari kasar meraba punggungnya, ‘Kulit adik halus sekali, lembut’ Ridwan memuji. ‘Lembut sekali, tidak pernah saya menjumpai kulit selembut ini’ rabaan Ridwan melebar, sebelah tangannya meraba sisi kiri tubuhnya, sebelah tangan lainnya setengah meremas pinggul kanannya. Sedikit rasa bangga menyeruak dalam diri Hindun. ‘Tapi dik, yang hebat, Adik begitu panas menggairahkan’ Hindun jengah mendengarnya, semakin bangga. ‘Tadi adik hebat sekali, luar biasa’ Tangan kiri meraba ketiak kanannya, membelai bulu ketiak, dan meremasnya’ Tangan kanan Ridwan memijit pangkal bokong belakangnya. ‘Ahhh…abang’ entah remasan atau pujian lelaki ini yang membuatnya mulai terlena. Hindun meresapi remasan dan pijatan disekujur tubuh telanjangnya. Dirinya agak lupa ada tongkat keras yang masih terbenam. Ridwan mengecup dan menghisap ketiak Hindun ‘Wah…harum sekali dik, mmmm….’ Giginya menggigit mesra ketiak Hindun. ‘Abang…’ Hindun menggeliat geli. Ridwan memiliki kesukaan berbeda, dirinya sangat menyukai ketiak wanita, karena baginya ketiak wanita memancarkan aroma yang tidak ada duanya. Baginya kemaluan wanita dan payudara merupakan hidangan penutup, hidangan utamanya adalah mencupang habis-habisan pangkal ketiak wanita.

Menikmati santapan yang sedang telanjang menunggangi dirinya, Ridwan mulai melahap ketiak kanan wanita ini. Bibirnya menyeruput keras bulu-bulu ketiak Hindun, menghisap-hisap dengan mesra, sesekali giginya mencacah daging lunak disana, seolah menggaruk. Kembali Hindun merasakan sensasi asing. Kembali dia menjumpai dirinya dalam posisi situasi yang sama sekali asing. Ketiaknya dijarah dengan cara yang sama sekali tidak pernah dibayangkan. Sensasi seperti tadi kembali merasuki dirinya. Tak sadar, Tangan mulai membalas dengan belaian kepala yang memberi rasa geli campur nikmat. Hindun mendekap semesra dia mendekap suaminya.

Puas menjarah ketiak kanan, Ridwan menyapukan lidahnya disepanjang dada telanjang Hindun yang hanya sebagain dilindungi bra cream, yang selama ini terlupakan. Ridwan mencari sasaran lain, ketiak kiri. ‘Shhh….’ Kasarnya lidah silekaki mengampelas kulit telanjang dadanya, menjangkiti Hindun dengan percik birahi. Sang supir yang masih mengenakan kemeja seragam, mulai membantai ketiak kanannya. Meniupkan nafas panas, mengecupnya dengan lembut, membajak dengan lidah, menggaruknya dengan gigi, mengemutnya dengan kuat, bahkan mencupangnya dengan dahsyat. Bahkan terkadang seolah berniat mencabut bulu ketiak dengan gigitannya. Tubuh Hindun mulai menggeliat, nikmat. Birahinya mulai kembali membara. Bagi Hindun ulah Ridwan lebih banyak gelinya dari nikmatnya, tapi itu sudah lebih dari cukup membuat matanya merem-melek. ‘Abang…’ Hindun mulai berharap bagian tubuh lainnya diperhatikan silelaki asing. Payudaranya mulai cemburu, biasanya yang menjadi pusat perhatian sekarang kok dianaktirikan. ‘Bang…geli…’ Hindun mengeluh karena Ridwan kembali menjarah ketiaknya yang lain. ‘Shhh….’ Hindun mulai tidak sabar merasakan Ridwan hanya berkonsentrasi diketiaknya. Hindun menggeliatkan tubuhnya, mulai sengaja menyosorkan payudaranya kepipi Ridwan. Sial Ridwan cuek saja, bahkan giginya kembali menggigit agak keras. ‘Abang…geli….’ suara Hindun seperti memprotes. Dirinya mengharap peningkatan tegangan kenikmatan, tapi tetap diabaikan. Dirinya malu sekali menyatakan keinginannya. Dirinya sudah mengehendaki payudaranya mulai dibantai. Ridwan mulai mengalihkan sasaran serangannya, lidahnya yang kasar kembali menggerus sepanjang dada mulus wanita alim ini, membuatnya menggelepar. ‘Ahhhh …sialll..’ kok cuman lewat. Benak Hindun mulai kacau, ketika sasaran Ridwan ternyata ketiaknya yang sebelah lagi. Kembali Hindun membusungkan dadanya, mengejar bibir Ridwan, tapi silelaki berkelit dengan mengemut ketiak Hindun. Bila sedari tadi Hindun dengan kealimannya menahan diri, membiarkan tubuh telanjangnya dikerjai lelaki asing, sekarang mulai tidak tahan menahan keinginan birahi yang telah membara. Kedua tangannya menggenggam sisi kepala silelaki dan dipaksanya dibenamkan ke pangkal payudaranya. Didekapkan kepala tersebut semesra mungkin. ‘Abangg…mmmm’ Suaranya sendu semesra mungkin, menyuarakan hasratnya akan peningkatan tegangan kenikmatan. Hindun lega merasakan kecupan pada pangkal susunya. ‘Shhh…bangg…jangan berbekas” Hindun kembali menggelinjang saat dirasakan adanya gigitan kuat dipangkal susunya. Bagai ibu yang menyusui anaknya, Hindun mulai tidak malu memaksa Kepala Ridwan untuk tidak berpaling ketempat lain. Dibekapnya kepala itu kuat kuat. Selang beberapa saat Ridwan mulai kehabisan nafas, didirongnya tubuh Hindun agar sedikit renggang, Dirinya mulai mengatur nafas, tangannya diperintahkan bertugas membelai kedua sisi tubuh Hindun, mulai dari Ketiak ke pinggul, kepaha kelutut, dan kembali lagi keatas, berulang kali. ‘Adik hebat….sangat bergairah….’ Ridwan menyuarakan rayuan gombalnya, saat memandang wajah ayu yang terpejam, telanjang dihadapannya menunggangi dirinya. Hindun memaksa matanya yang terpejam untuk terbuka, reflek tersenyum sayu menggambarkan rasa bangga dan nikmat. ‘Ahh abang…’ Hindun menyorongkan wajahnya dan melumat ganas bibir silelaki, menghisap-hisap lidah Ridwan dengan kuat, mencoba membuktikan kebenaran bahwa dirinya memang hebat bergairah. Heh, Hindun sudah lupa duniawi, akibat pujian dan belaian. ‘Mmmm…Hindun….. hebat sekali tubuhmu’ Ketika Hindun melepaskan lumatan bibirnya. Dia mendapati mata sang supir dalam keremangan malam, bersinar memancarkan kekaguman, menyapu sekujur tubuh telanjangnya yang sedang dalam posisi setengah berlutut menunggang. Dirinya merasakan belaian tangan yang sedemikan rajin membelai seluruh tubuhnya, tak pernah berhenti bertugas. ‘Ah,,,abang, masa…’ Suaranya bernadakan pengingkaran tetapi sungguh berharap hal itu benar. Berahinya semakin tak tertahan, kombinasi dan pujian mengacaukan otaknya. Dorongan api birahinya serasa disiram bensin pujian gombal. ‘Betul dik…sumpah’ Ridwan menyatakan sumpahnya dengan mengecup pangkal susunya. ‘Ah..abang bohongg…sshhh’ Dengan wajah mulai kemerahan menahan rasa bangga dan nikmat yang semakin melambung, kepala itu kembali dibenamkan didadanya. ‘Sungguh dik…abang gemass sekali, hmmpph’ Ridwan menghisap pangkal susu itu dengan kuat. Tak tertahankan kobaran birahinya, Hindun sedikit menegakkan tubuhnya dan dengan gerakan indah menggairahkan membuka kaitan bra dipunggungnya, dan meloloskan bra itu melalui kedua sisi tangannya. Mencampakkan seolah sampah tak berguna. Seolah-olah berkata benda sialan itu dari tadi menghambat saja.

‘Yessss’ Ridwan tersentak gairahnya memandang adegan indah yang berlangsung singkat, sangat dekat dihadapannya. Sensasi ibu alim yang melakukan gerakan erotis, dalam posisi menunggang, telanjang, membuka kaitan bra, dan meloloskannya, dihadapan dirinya yang belum 30 menit berkenalan. ‘Kalau pelacur sih biasa, tapi ini ibu alim, coy, jangan- jangan nama gua pun dia nggak tahu’

‘Abang juga….nggg…hebat…’ Sopan santunnya membuat reflek menirukan membalas pujian. Wajahnya kembali memerah, jengah. Hindun menutupinya dengan kembali mengecup Ridwan. ‘Hemmphhh hebat apa dik…’ Ridwan menggoda, ‘Abang nakal, shhh’ Hindun gemas, membalas godaan itu dengan kasar menjambak sisupir dan membenamkannya kepuncak payudaranya. Kegemasannya dijadikan pembenaran, kerinduan payudaranya untuk segera dijamah. Oh lelaki ini kenapa membiarkan payudaraku begitu saja. “ayo…ayolah…hajar susuku…’ jeritnya dalam hati

‘Sshhh…..’ Efek perbuatannya bagai senjata makan ‘nyonya’ tubuhnya terhentak menerima lumatan dahsyat mulut Ridwan disusunya. Susunya yang sedang-sedang saja ukurannya, terasa diselomoti sebagian besar oleh mulut lelaki ini. Rasanya seperti hampir seluruhnya masuk kekerongkongannya. ‘Bang…ohhh’ Hindun kembali menggeliat ketika Ridwan dengan ganas mengemut seluruh susunya keras sekali. Indah sekali pemandangan seorang ibu ayu yang kepalanya terhentak- hentak setiap kali menahan rasa, disusui dengan buas oleh lelaki dewasa. Hisapan Ridwan sangat dahsyat, dan memang itu keahliannya, teknik oral tingkat dasar, mengemut dengan sekuat tenaga. Berkali kali Hindun menahan kenikmatan yang mengiringi jarahan disusunya. Berahinya mulai lepas kendali, sekarang bukan kepalanya yang tersentak, tetapi seluruh tubuhnya mulai bergelinjang.

Sedari tadi sekuat tenaga, Hindun menahan bagian bawah tubuhnya untuk tidak bergerak, karena adanya ganjalan tongkat keras yang terpaksa harus rela dierami kewanitaannya tanpa daya. Dia ketakutan akibatnya kalau pinggulnya bergerak, oleh sebab itu sedapat mungkin bertahan. Akhirnya mana tahan.

‘Ohh…. abang…eghh’ tak tahan pentil susunya seolah tertelan kerongkongan si supir, pinggul Hindun tersentak kedepan, menghujam perut Ridwan. ‘Ahh..dik….’ Hindun sedikit menyadari kedua tangan lelaki ini kejang mencengkeram punggungnya saat hentakan pinggulnya tadi. Hindun seolah tersadarkan gerakan pinggulnya menghujam kejantanan lelaki asing adalah bukan perbuatan yang pantas bagi wanita alim. Dirinya kembali menahan pinggulnya sekuat tenaga untuk tidak bergerak. Mendadak Ridwan menyerang susu kirinya, dekemotnya sedalam dan sekeras mungkin, bahkan terasa pentil yang sudah keras menyentuh tenggorokannya ‘Shhh…. Benak Hindun kembali kacau didera kenikmatan ‘Ohh…ibu…nggak tahan lagi’ Terpaksa pinggulnya dilepas, kembali menghantam membalas dendam atas serangan kenikmatan. Ridwan yang mengetahui ibu alim ini mulai lepas kendali, meningkatkan serangannya. Tangan kanannya dengan keras mencengkeram punggung menahannya tak bergerak, tangan kirinya menyerang dari sisi mengepung ‘flank attack’, menjamah susu kanan Hindun meremasnya dengan kuat. Hindung kejang menahan pinggul tapi tak kuat dan segera lepas kendali, kejang dan menggelinjang. Sensasi luar biasa dirasakan sitongkat keras.

Kedua mahluk ini tidak menyadari bahwa sitongkat keras saat ini menjadi korban perbuatan mereka. Tongkat itu digerus-gerus, diremas- remas oleh otot kewanitaan Hindun yang setengah mati menahan pinggulnya untuk tidak bergerak, tetapi mulai sering lepas kendali, dan saat lepas dengan buas mencoba membantai sang tongkat. Ridwan menikmati sensasi luar biasa ini, bukan hanya kenikmatan genggaman kuat rahim Hindun pada kejantanannya, tetapi lebih pada kelakuan ibu alim yang mulai melonjak-lonjak menunggangi dirinya, silelaki asing. ‘Ohhh…abang..ohhh’ Hindun mulai menceracau, mulutnya tidak patuh lagi kepada otaknya. Demikian juga pinggulnya yang semakin sering menggelinjang.

Ridwan mengubah serangannya, sekarang tangan kirinya memelintir kuat pentil susu kanan Hindun. Mulutnya sembari mengemut kuat menduselkan kuat-kuat wajahnya kesusu kiri dengan gerakan memutar searah jarum jam, perlahan. Tangan kanannya mencengkeram keras punggung, membenamkan kuku kekulit yang mulus. Menahannya untuk menggelepar.

‘Aduuhhh…bang..eghh’ Hindun berusaha melonjak. Tidak tahan menerima kenikmatan susunya dirajam dengan keras, hanya pinggulnya yang dapat bergerak melampiaskan deraan nikmat. Dihantamkan kesatu arah, kepangkal sang tongkat. Setiap pinggulnya menghujam, mau tidak mau kewanitaannya mendapatkan serangan balasan yang setara dahsyatnya, otot kewanitaanya menabrak kejantanan yang demikian keras dan kokoh. Kekerasan tongkat itu mulai melambungkan birahinya kepuncak pendakiannya.

‘Shh …shhh … shhh’ Hindun menarik nafas panjang dan mengeluh. Pinggulnya sudah lepas kendali, mulai bergerak sistematis. Setiap pinggulnya bergerak menghantam, kenikmatan menghujam dirinya, Hindun semakin tidak tahan dan bergelinjang. Sekarang dirinya sudah dikuasai birahi, tidak ada lagi rasa malu, dirinya wanita baik-baik menunggangi lelaki lain, tidak dikenal lagi. Lonjakan pinggul Hindun yang dihantamkan kepangkal paha silelaki, sangat teratur dan bertenaga, sebagai upaya menggapai kenikmatan yang mulai semakin membumbung tinggi.

‘Ohh…ohhh…’ lonjakan tubuhnya tidak cukup lagi mengimbangi kenikmatan yang menderanya, Bila sedari tadi Hindun cenderung mendekap Ridwan, sekarang birahinya memerintahkan otaknya agar pinggulnya bisa lebih bebas, bisa lebih …

Hindun, merangkulkan kedua tangannya dibelakang leher si supir, badannya direnggangkan sejauh mungkin. Dengan mengandalkan kekuatan pegangan tangannya, pinggul Hindun berusaha lebih kuat menghantam. Berharap kewanitaanya dapat bertarung lebih hebat mematahkan kerasnya tongkat lelaki ini yang tidak juga patah dari tadi.

‘Hhhhh…hhhhh..hhhh…’ Efeknya malah berbalik, seluruh daerah suci kewanitaanya terbuka oleh hantaman balik pangkal paha sitongkat, klitnya malah tergerus habis-habisnya’ Sesaat berlalu, Ridwan merasakan remasan kewanitaan wanita ini semakin menjadi, matanya nanar menonton wanita alim berkelojotan menunggangi kejantanannya. Ridwan menyadari wanita ini perlu bantuan, dia menduga stamina ibu alim ini tidak seperti pekerja seks yang seluruh otot tubuhnya terlatih kuat untuk kegiatan ini. Ridwan memperhitungkan hanya pengejaran birahi sajalah yang mempertahankan sekian lama Hindun melonjak-lonjak dipanggkuannya menggerus dan menghantami kejantanannya. Hal ini disadari ketika lonjakannya tidak lagi sistematis tapi mulai berkelojotan. Dia masih menginginkan beberapa saat lagi menikmati pemandangan sensasional dihadapannya, wajah ayu berkeringat, sayu dan eksotis, mata yang terpejam-pejam, kepala yang sesekali terhentak kebelakang, mulut yang terbuka lebar mencoba mengalirkan oksigen sebanyak- banyaknya, bergantian dengan erang kenikmatan setiap kewanitaanya menghantami kerasnya kejantanan, yang tetap kokoh bertahan.

Nich bantuan tiba, Ridwan bertindak: Dicengkeramnya kuat-kuat pinggul Hindun, ‘Hindun…kamu hebat..hhhh, ampun …. abang nggak tahan…ohh’ Ridwan menyuarakan kepura- puraanya, mengharapkan wanita alim ini memperoleh ’second wind’ (kayak petinju)

‘Hhhhh..hhhh..hhhh….’ Hindun tersengal-sengal dalam gelinjangannya, dalam benaknya ‘ ohh …. untunglah dia sudah tak tahan…oh .. ini rasakan…inih rasakan.’ Hindun kembali terbangkit semangatnya, dengan menghantamkan kembali secara teratur berkali-kali kewanitaanya di pangkal kejantanan selelaki. Tangan Ridwan sekarang bekerja keras dengan cengkeramannya, membantu menarik keras, setiap pinggul Hindun bergerak, melipatgandakan efek hantaman. Ridwan memperlambat ritme hantaman pinggul wanita itu, yang segera dipatuhi Hindun. ‘Abang…hhh …. nggg … Hin…. ohhh’ Hindun menjelang tiba pada puncak yang sedari tadi digapainya. Ridwan seketika melipatgandakan kecepatan tarikan tangannya dipinggul sang wanita, bak piston mobil berkecepatan tinggi. Kejantanannya mulai dirasa berdenyut-denyut, menandakan sitongkat menginginkan segera melakukan lari sprint jarak pendek, mencapai finish.

‘Abangghhhh…’ Tak sadar Hindun menjerit dengan suara seolah dari dalam dadanya bercampur hembusan nafas akibat kenikmatan yang terpompa dari sekujur tubuhnya. Tubuhnya ambruk dipelukan Rindwan, pinggulnya lemas tidak mampu digerakkannya, tapi ‘ohhhh …..’ tangan Ridwan dengan buas menarik dan mendorong pinggulnya dengan demikian kuat, dan demikian cepat. Sesaat Ridwan dengan ganasnya memaksa Hindun bertahan mengarungi puncak birahinya, dengan menghantamkan kewanitaan Hindun dengan cepat dan bertenaga. ‘Dik…baca..dik….’ Ridwan tetap teringat pesan simonyet. ‘Oh iya …Lapa hh la … la…eghhh..loma..’ Ridwan membantu mengeja Hindun susah payah melafalkan, karena kemaluannya terus menghantami tongkat keras.

Hindun merasakan tubuhnya sangat lunglai, dirinya bersyukur kerena supir asing ini benar-benar membantunya mencegah aib, sampai dua kali malah. Tetapi oh ..ohhh kejantanan itu masih terus menyiksannya, ‘Oh… ibu…sudah …sudah …oh ….’benaknya mulai mengharapkan disudahinya kenikmatan ini.

“bang….bang…sudah..bang…sudah… ’ Sebelah tangan Hindun yang lemas mencoba menahan pinggul silelaki, Hindun lupa pinggulnyalah yang bergerak maju mundur menghantami tunggul sialan yang membenam dikemaluannya. Erang ketidakberdayaan ini, bagai simfoni indah ditelinga Ridwan, tidak sering dirinya mendengar perempuan mengerang menyerah menahan kenikmatan. Kejantannya mulai menggelegak. Tangannya mulai melemas, pikirannya memutuskan gerakan baru. Diangkatnya tubuh lemas dipangkuannya, dibaringkannya di sang wanita disepanjang bangku penumpang. Dengan susah payah, Ridwan berhasil mempertahankan tongkatnya tetap terbenam. Tubuhnya berputar mengikuti rebahan wanita ‘Ohh…’Hindun lega, badainya mereda, ‘tapi ..aduh..apa lagi ini…’ pikirannya bertanya-tanya, tubuhnya masih terasa sangat lemas. Dirinya merasakan, sebelah kakinya terangkat lurus, ditumpukan kepundak silelaki. Ridwan bersiap mengambil posisi, kaki kirinya jongkok terlipat dibangku, sejajar dan disisi luar paha kanan Hindun, terjepit antara paha dan jok sandaran kursi. Kaki kiri Hindun dipanggul dibahunya. Kaki kanannya menggapai-gapai mencari pijakan dilantai bis. Sip, sudah OK. Ridwan mengatur nafas sebentar, bersantai sejenak. Diiturunkan pantatnya menduduki paha kiri Hindun, hangat. Dibuka kemeja seragamnya, telanjang full. Dibelainya betis halus yang menempel dipipinya. Dicakarkannya kukunya dari betis itu turun kepangkal paha Hindun, cakaran mesra. Matanya memandang kebawah. ‘Dik…, sabar ya..’ ‘Bang sudah bang…’ Hindun sedikit menghiba. Matanya terbuka dan mendapati pemandangan yang sudah sering dilihatnya, memandang sembari telentang wajah lelaki diatasnya, siap menyerbu. Yang agak beda wajah ini sangat asing, tidak dikenalnya, namanya saja tidak tahu. Tubuh yang siap menggumulinya ini, tampak agak gemuk setelah lepas dari kemejanya. Tapi yang jelas barang keras terbenam didalam dirinya, ohhh sebentar lagi akan menjadi buas.

Bukannya kasihan, Suara desaan Hindun, bagaikan cambuk melecut punggung kuda, Birahi Ridwan kembali menggelegak, pinggulnya mulai menekan, perlahan tapi kuat. “Aduhh bang …. sudah…’ mecoba menghiba ‘Sebentar sayang…kasihan dong sama abang..’ kembali menghujam dan menghujam ‘Ohh..bang…tapi… ohh cepat ya bang..ohh’ Walaupun lemas, kenikmatan kembali menjalarinya, Kedua tangannya sekarang berhasil menjamah pinggul silelaki, menekapnya dan mengikuti hujamannya, seolah-olah mengawasi agar silelaki tidak berlama-lama. Ridwan semakin merasakan gelegak kejantanannya mulai mendekati tujuan, hujaman kejantanannya tetap dipertahankan ritmenya tetapi dengan tekanan semakin keras menggerus dinding kemaluan siwanita, bergantian sisi kiri sisi kanan sisi atas sisi bawah. ‘Ohh.. sudah..bang sudah…’ Kenikmatan kembali menyeruak, Hindun kembali menghiba agar kenikmatan itu segera berakhir. Tubuhnya kembali menggelinjang. Desahan Hindun semakin memacu Ridwan, dia menyadari sedikit lagi mencapai puncaknya. Sembari menghujam, batang paha Hindun yang ada dipelukannya didorongnya merapat ketubuh pemiliknya, ditindihnya. Tubuhnya mengikuti menekan paha itu menghimpit perut dan dada siwanita. Hujamannya semakin bertenaga. ‘Hhhhh….dik….hhh….’ ‘Ohh …bangg…ohh sudah…’ Tetapi tangan Hindun yang memegang lemas pinggang silelaki, yang tadinya berniat mengawasi agar tidak lama-lama, sekarang membantu pinggul itu bergerak maju mundur. Dengan sisa sisa tenaganya, tangan itu mencoba membantu. ‘Adik …kemu hebat…hhhh..hebat…’ sembari mempercepat hantamannya’ Tangan Hindun terbangkit semangatnya mendengar pujian tersebut, dalam gapaian sisa-sisa kenikmatan, tangan Hindun berinisiatif mempercepat hantaman dan tarikan pinggul Ridwan. ‘Adik…hhh…abang…hhhh…samp ai’ Kejantanannya meledak, memuntahkan bara panas. Ridwan menikmati sepenuhnya keberuntungannya menggapai puncak kenikmatan dengan menyetubuhi ibu alim ini. Saat- saat ledakan, hujaman pinggul Ridwan sedemikian keras membawa kejantanannya mendalami kewanitaan Hindun. Sesaat walaupun sudah meledak, Ridwan sekuat tenaga menggapai-gapai pucaknya dengan hujaman- hujaman keras, dengan ritme cepat menuruti gayutan jemari wanita dipinggulnya yang menghelanya tetap menghujam. “Bang..ohh…’ Tanda sampainya lelaki yang sedari tadi menyiksanya dengan kenikmatan, sontak menghentakkan Hindun dalam sensani kenikmatan. Dirinya seolah-olah mau membalas dendam, menghentakkan pinggul silelaki kepangkal pahanya, semakin cepat, mumpung sitongkat masih perkasa. Hindun menguatkan diri menerima hujaman sang supir diujung perjalanannya, tangannya membantu pinggul itu untuk terus menghantam disisa momentum perjuangannya, sampai …

Ridwan mengangkat tubuhnya, melepas jepitan pada paha si ibu alim, melepaskan paha itu untuk lurus, rapat dengan kaki kanannya. ‘Adik…hebat…’ Ridwan mendekap tubuh telanjang dalam himpitannya semesra mungkin, terasa payudara kenyal hangat didadanya, terasa berdetak-detak dan terengah-engah. Kejantanan Ridwan masih mempertahankan sisa-sisa keperkasaannya, masih terasa keras dikewanitaan Hindun, yang sedemikian hangat. Ridwan berulang membisikan pujian ketelinga Hindun, betapa menggairahkannya dia. Hindun, dalam dekapan lelaki asing, tak berhenti merasakan sisa-sisa kenikmatan dari tongkat yang masih cukup keras menancap dalam tubuhnya. Dirinya sangat bangga dibisikan pujian, walaupun gombal, tetapi dengan tongkat yang mengganjal, ohh ruarr biasa. ‘Abang…ohh…abang …’ Hindun balas mendekap lelaki asing ini dengan mesra. Dikejarnya sisa-sisa kenikmatan, dengan menggerakkan kedua pahanya memassage dengan liang kewanitaannya, tongkat yang sudah pasti sudah sangat lelah, akibat memberikannya kenikmatan yang luar biasa. ‘Adik…oh adik sayang…’Ridwan semakin erat mendekap, dibiarkannya berat badannya membebani pangkal paha Hindun. ‘Mmmmm abang…’ Hindun terus menggerakkan perlahan tapi bertenaga kedua pangkal pahanya memeras kejantanan dengan otot pahanya. Karena indahnya pujian dan sisa-sisa kenikmatan setiap kewanitaannya memeras si tongkat ‘Adik…ohh…enak sekali…dik…kamu hebat sekali…’ Diresapinya massage spesial ala Hindun, usai pendakian puncak kenikmatan yang melelahkan. Entah berapa lama berlalu kegiatan massage spesial ini. Sampai akhirnya Hindun kelelahan memassage dan si tongkat tidak mampu lagi, lunglai dalam genggaman hangat liang kewanitaan, dan akhirnya lepas.

‘Dik…lebih baik kamu tidur di kabin VIP, disini sebentar lagi akan pengap’ ‘Iya bang’ ‘Sukurlah, tugas mengindari bencana dan aib sudah usai, dua kali sudah ia berhasil menambal mantera yang dirusaknya. Betapa berterima kasih dirinya kepada lelaki ini, juga tidak lupa kepada anak kecil yang tadi.

Di sore kedua perjalanan, bis sudah jauh memasuki wilayah Sumatera Selatan, menuju Lahat. Melewati magrib, kedua anaknya yang tampak lelah setelah seharian bermain gembira, diatur tidurnya oleh ibunya. Hindun mengambil duduk disisi suaminya, dibagian jendela. Indro merasa bosan 24 jam lebih didalam bis ini, dia mencari kegiatan lain. Dimiringkannya posisi duduknya yang setengah berbaring, dibangku reclining seat, miring menghadap Hindun. Tangannya bergerilya memasuki bagian bawah baju terusan panjang, mulai merayapi bagian- bagian peka istrinya. Hindun meresapinya. Berlama-lama tangan Indro merayap kemana-mana mencoba membangkitkan gairah istrinya, didalam lindungan baju terusan panjang. Dikecupnya sisi telinganya. ‘mmmmm abang’ bisik Hindun. Gairahnya bangkit ‘Ndun…ke wc lagi yukk’, Hindun mengerti apa yang dikehendaki suaminya. ‘Jangan ah bang’ dirinya ngeri membayangkan konsekuensinya ‘Ayolah Ndun…’Indro sedikit memaksa, jarang sekali Hindun menolak keinginan seks suaminya, maklum wanita tradisional yang penuh pengabdian. ‘Tapi bang…’ ‘Ayolah…’ ‘Nggak ah bang… sini saja’ Tubuh Hindun dimiringkan menghadap suaminya, kedua tangannya bekerja cepat membuka kancing celana Indro dan langsung menyelusup masuk kedalam celana dalam, menyergap sepotong daging kenyal yang tampak tidak siap. Tidak siap disergap dan diremas-remas daging itu mulai meronta, mengeras dan menggeliat, hidup dalam genggaman siistri. Hindun mengerahkan kemampuanya membetot kejantanan yang mengeras dan memerah pangkal kemaluan suaminya. ‘Indro yang agak kecewa, dengan penolakan Hindun, menikmati saja serangan Hindun. Terobati sedikit kekecewaannya dengan service istrinya. Tangan kirinya yang terhimpit tubuh Hindun, mencoba meremas payudara, tangan kanannya yang bebas membelai sekujur tubuh.

Alat vitalnya yang langsung disergap dengan cepat membawa Indro menuju gejolak kenikmatan. Istrinya lumayan hebat mempermainkan batang kemaluan dan buah pelirnya, walaupun terhambat celana panjang dan celana dalam yang tidak dilepas. Ibarat menyanyikan lagu, Hindun berhasil menyanyikan lagu Indro sampai bagian intro pembuka, untuk memasuki bagian selanjutnya, tampaknya sangat sulit. Berlama-lama Hindung mengerahkan semua kemampuannya, tapi hasilnya hanya sampai pada titik itu. Hindun bertekad tidak akan berhubungan badan, di wc sialan itu, tidak terbayangkan konsekuensi yang harus ditanggungnya nanti. Sehingga memutuskan untuk melayani suaminya disini. Tangannya mulai lelah, tampaknya kemajuan semakin lambat. Otaknya berpikir keras. Bagaimana ini? Memang demikian, semakin menghadapi masalah, semakin otak manusia bekerja keras. Dia terbayang kejadian kemarin, kewanitaannya dilahap dengan rakus oleh lelaki asing, ohh… mungkin bisa ditiru. Perlu diketahui, Hindun sama sekali tidak pernah melakukan oral seks, dioral pernah, oleh suaminya dulu diawal perkawinannya. Indro tidak pernah mendorong istrinya untuk melakukan oral. Kegiatan itu bagi Hindun lebih seperti dongeng yang tabu untuk didengarkan. Tetapi benaknya tidak mampu melupakan kejadian kemarin malam dioral oleh lelaki asing. Hindun memutuskan meniru kejadian kemarin, sebagian akibat tangannya yang mulai lemas, sebagian mungkin karena mengurangi rasa bersalah bagian suci dirinya dioral lelaki lain, sebagian teringat gairah kemarin. Hindun menguatkan dirinya. ‘Mas…angkat…’ tangannya mempelorotkan sedikit celana panjang suaminya, Indro membantu dengan mengangkat pinggulnya, celana dan celana dalam terpelorot sedikit, melepaskan kejantanan Indro mengacung tegak. Dibungkukkannya tubuhnya, seolah oleh hendak tidur dipangkuan suaminya, dikulumnya topi baja itu, membuat Indro tersengat. Kaget dirinya mendapati Hindun melakukan oral. Kekecewaan Indro terhapus, digantinya sensasi baru, istrinya melakukan sesuatu yang sangat diluar dugaan. ‘Ok dehh’ Dalam dua hari Indro mendapati dirinya dua kali kembali dalam posisi defensif, tangannya hanya mampu meremas payudara, dan sebagian sisi tubuh istrinya. Singkat kata: Sampai juga Indro dipuncak kepuasannya walaupun tidak maksimal Sedangkan Hindun hanya sampai stater mesin untuk pemanasan, tapi pemanasannya lumayan lama, selama dirinya mengulum dan menyedot kejantanan sang suami. Berahinya terbangkit dibelai-belai suaminya tercinta. Sama sekali hal itu tidak menjadi masalah, yang penting suaminya terpuaskan. Toh dirinya kemarin baru mengalami sensasi luar biasa.

‘Bapak ibu silahkan turun berisirahat, kita berhenti direstoran Begadang ini selama setengah jam’ Supir mengumumkan, membangunkan seluruh penumpang, sudah jam 8 malam.

Hindun sangat malu ketika melewati sang supir yang meliriknya dengan tajam. Keduanya berhasil menyembunyikan dengan baik apa yang telah terjadi. Berpapasan biasa saja. Di bawah, kondektur sibuk membantu para penumpang turun dari tangga bis yang lumayan tinggi kepermukaan tanah. Terutama anak kecil yang harus diangkat turun. Terhadap para wanita sikondektur siap mengulurkan tangan, sambil mengarahkan ‘kamar kecil kekiri terus kekanan’ demikian berulang-ulang.

Saat tiba giliran Hindung, Anton menyambut tangan Hindun, tapi khusus tangan ini, diremasnya dengan mesra walaupun sekejap, sambil berbisik ‘Kak…dari kemarin anuku ngilu, sering tegak terus terusan sampai sakit sekali’ Anton menebar pancing. Hindun kaget mendengarnya, dia ingat kemarin anak kecil ini membantunya menambal mantera dengan ‘ihhh’ anunya yang besar, dan dia yakin, seyakin-yakinnya Anton tidak orgasme, tidak muncrat maninya. Oooo mungkin itu masalahnya. ‘Bang Indro duluan, termos air panas ketinggalan’ Hindun mencari cara untuk berbicara dengan Anton, dia kembali naik pura-pura mengambil termos, ketika berpapas dengan supir, anggukan supir dibalasnya dengan muka merah. Ridwan memandang dari atas, buset monyet ini sedang ngomong apa tuh dengan Hindun. ‘Anton, ada tempat bebas, biar saya bisa periksa..’ Hindun berbisik dengan prihatin saat turun diri tangga bis dibantu kondektur, membayangkan betapa tersiksanya anak ini akibat membantu dirinya. Yess…. Anton bersorak dalam hati. ‘Ee disini tidak ada kak, subuh nanti di …., kita beristirahat agak lama’ ‘Tahan ya Anton, sampai nanti’

Subuh, sepanjang malam Anton mengambil alih kemudi bertindak sebagai supir serap memberikan kesempatan supir tidur. Anton membuat pengumuman ‘Bapak-ibu sekalian kita sampai direstoran …, disini silahkan berisirahat lebih lama, satu setengah jam, silahkan mandi, karena nanti siang mudah-mudahan kita sampai ditujuan’

Saat ada peluang berbicara, ‘Kak sepanjang malam tersiksa banget dehh, anuku tegang terus, gimana kak?’ Anton memamerkan tampang lugunya. ‘Iya, kita cari tempat untuk kakak bisa periksa’ Hindun prihatin. ‘Oh terima kasih kak, Gini aja setengah jam lagi, kakak saya tunggu di sana, area istirahat supir, lurus, nanti masuk kekiri, cari pintu yang ada stiker bis ini, gampang kok’

‘Bang, bangun kita sampai di ….,’ nanti saya tidur sebentar dikamar Anton meninggalkan Ridwan yang sudah terjaga bangun, mengecek kondisi bis, memerintahkan kru darat untuk mencuci bis dan segalanya, dengan cepat menyantap jatah kru bis. Dirinya melangkah kearea penumpang yang sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Tampak keluarga Indro sedang sibuk dimeja makan, Anton memperhatikan seorang ibu ayu sedang menyisir rambut anaknya yang sedang menyantap hidangan dihadapannya. Tampaknya keluarga Indro sudah hampir selesai membersihkan diri, dan tinggal menyantap hidangan subuh. Anton sengaja lewat agak dekat dengan meja tersebut, yang segera terlihat oleh Hindun, lirikannya memperhatikan kemana arah anak itu. ‘Anak-anak jangan nakal yaa, kalau mau main, harus dengan papa’ Hindun berbisik ‘Bang, Hindun mau mandi, kotor sekali rasanya, apalagi abang nakal terus dari kemarin’ Indro geli mendengarnya ‘Gih sono… awas jangan ngabisin air, kasihan penumpang lain’

‘Mana ya pintu dengan stiker bis …,’ mata Hindun menjelajah deretan 4 kamar, ‘nah itu dia’ Dirinya memberanikan diri membuka pintu tanpa mengetuk, kriyetttt, pintu murahan menjerit. ‘Kakak?’ terdengar sahutan dari dalam ‘Masuk saja saya lagi diwc’ Kamar istirahat supir dilengkapi dengan WC sederhana. Salah satu servis restoran ini, yang membuat para supir menyukai singgah disini, karena tidak perlu berebut toilet dengan penumpang, bahkan perusahaan bis bisa menyediakan sabun odol dll. Sedangkan tempat tidurnya hanya berupa bale-bale dari papan yang mengisi hampir seluruh ruang itu.

Anton di wc, baru selesai membasuh tubuh ala koboi, dan dengan cepat melakukan masturbasi, memaksa penisnya untuk segera bangkit. Sensasi akan ditumpahi kasih sayang seorang ibu memudahkan penisnya menegang. Dengan cepat dia mengenakan baju dan melangkah keluar. ‘Kak…sukurlah kakak datang’ Anton melangkah mengunci pintu. Hindun yang sejenak sempat memperhatikan isi ruang, melangkah duduk diujung dipan, karena sama sekali tidak ada kursi. ‘Anton sini coba kakak lihat’ Hindun mencermati memang ada tonjolan keras dicelana remaja ini yang coba ditutupi kemeja seragam yang dikeluarkannya. (Kena luhh: emang siotong baru dibangunin) ‘Coba buka celananya,’ Jengah juga Hindun berkata demikian, tetapi kesannya terhadap anak ini sudah demikian kuat, bahwa dia menderita karena membantu dirinya menebus aib. ‘Kok masih malu’ Ujar Hindun menguatkan diri, melihat anak itu tertunduk malu. Hindun berinisiatif membuka kancing celana, bak menanggalkan baju anaknya yang masih balita yang berdiri dihadapnnya. Bedanya kalau anaknya setinggi pinggangnya sehingga dirninya harus membungkuk atau berlutut, anak ini menjulang tinggi dihadapannya, sehingga Hindun tak perlu membungkuk. Dengan sigap anton melangkahkan kaki membantu celananya lepas. Tonjolan keras dibalik celana dalam tidak terlalu jelas terlihat karena terhalang bagian bawah kemeja. Hindun melanjutkan memeloroti celana dalam itu. …Tuingggg… teracunglah tongkat keras sianak Ihh… Hindun terpana, baru sekarang benar-benar disadarinya onderdil anak ini benar-benar onderdil orang dewasa. ‘Ohhh….pantesan…’ Dirinya segera teringat betapa dahsyatnya benda itu kemarin mengaduk dirinya. Ohh bukan, dirinya yang mengaduk benda itu. Anak ini benar-benar tidak mengerti. Dirinya mendadak dilanda sensasi aneh. Bila tadi niatnya 100% akan mengobati anaknya yang sakit, sekarang mau tidak mau dadanya berdegup kencang membayangkan alternatif pengobatan apa yang harus dilakukannya. ‘Ohh ibu…. gimana cara menolong anak ini, kasihan sekali dia’ benaknya berpikir keras. Glek…, Hindun menelan ludahnya sendiri terbakar sensasi. Diraihnya tongkat itu, dicermatinya, betul, tidak disunat, dibelainya lembut ‘Ngilu….’ ‘Tidak kak…’ ‘Rasanya sih, kamu harus ejakulasi untuk masalah ini’ ‘Eeee…sering denger sih kak, tapi cuman denger doang, katanya sih muncratin mani, betul ya kak? ‘Kira-kira demikian’ Pusing Hindun menjelaskan kepada anak kecil tentang hubungan sex, apa lagi dibawah todongan ‘this big gun’ ‘Oooo gitu, saya pernah lihat kawan gosok sendiri anunya, saya pernah mencoba menirunya, tapi malah sakit dan lecet’ Ujar Anton dengan kebegoan semaksimal mungkin. ‘Gini deh, coba kakak yang gosok, sini baring, buka dulu bajunya’ Hindun terdorong bergerak sigap didesak rasa aneh, menarik anton ke dipan dan mendorongnya rebah, usai menanggalkan baju. Dirinya ingat beberapa saat berselang menggosok barang suaminya. ‘Eee…iya…iya kak…’Respon Anton dengan malu-malu. Hindun bersimpuh disisi tubuh remaja yang telanjang telentang, dengan tugu monas menjulang seakan hendak menggapai langit-langit kamar. Hindun kembali menelan ludah, dan berdebar-debar dengan niatnya memasturbasi anak ini. Tangan kanannya meremas batang penis secara perlahan-lahan, biji kemaluannya dibelai selembut mungkin. Penuh konsentrasi Hindun melakukan pengobatan, dibelainya, diremas, dibetot, lembut, sedang, keras, sekeras mungkin. Berbagai teknik dikeluarkannya (padahal tekniknya cuma dua saja lho), sekian menit berlalu, tidak-ada tanda- tanda perubahan, hanya tongkat yang mengacung keras. Diliriknya wajah sianak, yang masih tetap lugu, dengan wajah menunjukkan ketidak- mengertian. Sekian menit berlalu, Berkali-kali Hindun menelan ludahnya, dirinya mulai terbakar sendiri api birahi, entah sisa tadi malam, atau karena sekian lama ditodong penis keras yang menjulang dihadapnya. ‘Bagaimana Ton…’ Hindun sedikit terengah, ‘Bagaimana apanya kak…’ Anton menjawab lugu, dirinya mulai berjuang mengendalikan siotong yang mulai merasa tersiksa kenikmatan. Ayo tong… tahan…tahan….’ katanya dalam hati. ‘Aduh ini anak…. gimana yahhh…pegel juga nih, wah nggak bisa lama- lama nih…ohh langsung cara itu saja.’ Gejolak birahi dan tuntutan situasi kondisi, terutama mepetnya waktu, membuat otaknya memutuskan melakukan pengobatan ekstrim. ‘Kakak coba cara lain yaa…’ ‘Iya kak…’ Dengan satu gerakan cepat dan indah, Hindun menanggalkan seluruh pakaiannya, eksotis sekali. Telanjang bulat. Anton terbelalak dibuatnya, terbelalak bernafsu. Hindun bergerak mengangkangi, merebahkan diri, telungkup diatas tubuh sang remaja, diletakkannya kejantanan anton dalam jepitan pangkal pahanya, uhhh terasa sekali mengganjal dalam jepitan pangkal pahanya. ‘Ohhhh hangat sekali anu anak ini,’ benak Hindun mulai kacau, sudah campur antara niat pengobatan dan niat birahi. ‘Anton coba, jangan nahan-nahan, kalau enak bilang ya…’ Hindun mendekap erat, dan berbisik agak parau. Mayakinkan pasien untuk tabah menahan terapi pengobatan. ‘Kakak baik sekali’, Anton balas mendekap erat, tangannya mulai menjamahi punggung halus wanita ini. Membuat bulu-bulu halus disitu merinding. ‘Wuiiii …berhasil…’ Anton tersenyum menyeringai mulai nampak senyum pornonya. Untung tidak terlihat Hindun yang wajahnya mendekap dipundak siremaja, mencari kekuatan. Pangkal paha Hindun mulai menjepit batang keras, dalam gerakan lambat, mirip gerakan berenang gaya lumba-lumba, kedua pangkal pahanya memeras keras batang keras si remaja. Tubuhnya didekapkan serapat mungkin, seolah-olah tidak menginginkan sesuatu menghalangi tubuhnya yang telanjang membekap tubuh telanjang yang ditindihnya. Hindun menautkan kedua pergelangan kakinya memantapkan posisi agar pangkal pahanya mampu menggerus maksimal.

Anton sangat menikmati beban tubuh harum, yang menekannya, tidak perlu terlalu didekap sudah demikian rapat, mesra. Terasa batang kerasnya digerus-gerus, bahkan sesekali tersiram kehangatan saat menyentuh gundukan bukit kecil dipangkal paha itu. ‘Sedap…’ pikirnya dalam hati.

‘Hhhh… anton bagaimana? Ngilu atau bagaimana?’ Dengan sedikit terengah Hindun mengkonfirmasi terapinya apakah menghasilkan sesuatu. ‘Anton…santai saja…hhh’ Ujarnya sambil pangkal pahanya terus menggerus ‘Hhh… jangan ditahan Ton…, bilang yaa kalau …hhh… enak’ Hindun sendiri merasakan keenakan saat melakukan terapi tersebut. ‘Ohh…kakak.. aduh kak…ngilu…tapi kak…terus aja… mulai enak…’ Anton memberikan semangat, setengah tertawa menikmati tubuh telanjang menggeliat-geliat tengkurap diatas tubuhnya. ‘Ahhh ngilu..kakak…ahhh..enak..’ Anton sengaja sedikit menyuarakan kenikmatan yang dirasakannya. Setiap kali Hindun menggeliatkan pangkal pahanya. ‘Ohh Anton tahan saja ngilunya…hhh’ Hindun mulai menginginkan terapi ini berhasil, karena setiap pangkal pahanya memeras, kenikmatan semakin menyeruak tubuhnya. ‘Kak aduh…kak aduh…’ Anton semakin menyemangati, merasakan geliatan tubuh Hindun, semakin cepat dan dan semakin kuat memeras kejantanannya, sesekali tubuh Hindun mulai mengejang kenikmatan. ‘Hebat juga ibu ini, perasan pahanya dahsyat, jauh lebih hebat dari empotan si Nuning’ Pikir Anton, mengenang cewe anak penjaga warung di kapal fery. ‘Anton…kakak…hhh…tahan’ Hindun mulai melenguh kenikmatan, semakin berkelojotan. Perasannya semakin keras dan mulai tidak teratur. Anton tersenyum nakal dan berniat menggoda, ‘Kak…aduh kak…aduh… agak ngilu..’ ‘Hhhh…sabar Anton…hhh tahan..shhh..’ Otaknya semakin kacau, mulai lupa, bahwa dirinya yang seharusnya mengobati anak ini, tapi karena didera kenikmatan birahi setiap pangkal pahanya menggerus, Hindun semakin buas. Tubuhnya mulai menggelepar tengkurap, mengupayakan ganjalan keras tongkat itu menggerus pangkal kewanitaannya, setiap pahanya menjepit. Nafasnya semakin terengah-engah mengejar kenikmatan. Hindun sudah mulai melupakan niatnya melakuan pengobatan. ‘Kak..ahhh…kak..ahhh…’ Anton sengaja menyuarakan sinyal tidak jelas antara ngilu atau enak. ‘Anton…ohh anton….ohhh shhh….’ pasti anak ini keenakan, pikirannya mengabaikan kemungkinan bahwa sianak kesakitan, dirinya sudah menggelepar tak terkendali, pangkal pahanya lebih sering kejang- kejang. Berahinya sudah mengambil alih peranan otaknya. Tubuhnya sudah menuntut hak kepuasan. “ohhh….anu anak itu…pasti lebih baik diobati didalam’ birahinya menjustifikasi, membenarkan kehendaknya. ‘Ton…shhh…coba cara lain….hhh…’ Hindun asal ucap, membodohi anak ini, mengejar kenikmatan. Tubuhnya bangkit bersimpuh mengangkang diatas perut siremaja. Mulutnya terbuka terengah-engah mencari oksigen sebanyak-banyaknya, matanya terpejam kuat, menahan nikmat. Anton tersenyum dalam hati menatap pemandangan ini, ‘buset buaya mau dikadalin’ Pemandangan luar biasa sensasional, seorang ibu alim berkelojotan dengan mata terpejam menggapai-gapai kenikmatan, dihadapannya, menebarkan bualan tingkat elementer. Hindun mengangkat pahanya setengah berjongkok seperti di closet, menggapai tongkat keras, ‘ohhh berabe nggak yah ukurannya’ saat detik- detik mengarahkan meriam itu kesasaran, lubang kewanitaan yang sudah basah kuyup dilanda hujan badai, ditekannya sedikit, sleppp masuk. ‘Ohhh…’ sesak dirasakannya, seolah ada yang menyumbat pernafasannya, saat kepala tongkat dipaksa masuk, nyelip sedikit. ‘Hhhhhh…..egghhh’ Hindun menghembuskan nafas panjang bagai mengedan saat menekan bagian bawah perutnya turun kebawah ,’Ohh ibu…gimana nih, …sesak…’Ratapnya dalam hati’ Sleppp, sepertiga masuk. Menatap si ibu kesulitan, berhenti ditengah jalan, Anton berupaya menyemangati ‘Kakhhh…ahhh…ngilu…ahh tapi enak kak…oh kakak…’ Siibu terlecut semangatnya, ‘oh..sudah betul..ohh… sedikit lagi’ Dia menarik nafas panjang dan mulai menekankan kembali bagian bawah tubuhnya, sungguh perjuangan berat, sambil mengedan panjang, tubuhnya mengejang kuat…bless…. Masuk lebih dari dua pertiga. ‘Ohhh….kakak nggak kuat…’ Hindun ambruk diatas tubuh siremaja, menggelepar. Lemas akibat terasa sedemikian sesak mengganjal kewanitaanya. Rasanya tak kuat lagi menekan lebih lanjut. Yess, Anton puas sekali, ibu alim ini menggelepar telanjang. Kepuasan ini bagi anton lebih dari orgasme, inilah orgasme yang sebenarnya.

Tiba saatnya bagi Anton untuk membalas budi. Dimainkannya teknik kegelnya, didenyut-denyutkannya batang kemaluan yang tercengkeram keras diharibaan Hindun. Tanpa badannya bergerak sedikitpun juga. ‘Ohhh..ohhh..ohhh…’ Hindun bagai terlonjak ‘aduh,,, anu itu kok bisa kayak gitu..ohh’ Benak Hindun kembali kacau, belum reda siksa nikmat setelah gagal berupaya membenamkan barang keras karena demikian sesak mengganjal, barang itu seolah meronta-ronta dalam bekapannya. Otot kemaluannya bekerja keras membekap sitongkat yang seolah-olah berjuang melepaskan diri. ‘Kak…ngilu..ohh kakak ….’ Anton berpura-pura menyemangati Iba timbul dalam diri Hindun, mungkin pengobatannya kurang pas, sekuat tenaga dihalaunya dorongan birahi untuk terus mendekap dan menggelepar, perlahan tubuhnya mulai beranjak bangkit, hendak menyudahi kegiatan dokter-dokteran ini. Tampak dibawahnya wajah imut- imut itu menatapnya, sejuta rasa bergejolak didada Hindun. ‘Nggak pah-apah kak …hhh, coba lagi…tadi ngilu banget tapi yang terakhir ngilunya kok lain ya kak?. Tangan Anton mencengeram keras pinggul Hindun mencegah untuk beranjak. Kembali didenyutkan penisnya ‘Ohhh …betul…ohhh betul…kamu tidak apa-apa kanhhhh?’ Hindun mendesah, pucuk dicinta ulam tiba, ‘dirinya kembali mengeluh menahan siksa nikmat rontaan penis itu. Cengkeraman anak itu dipinggulnya, dinilainya akibat reaksi positif pengobatan yang dilakukannya. Sebentar saja akal sehatnya melenakan desakan birahi, secepat itu birahinya melonjak, birahinya langsung mengambil alih kendali, Hindun kembali ambruk dan menggeleparkan diri diatas tubuh Anton. Tubuhnya menggeliat-geliat menggapai puncak kenikmatan yang sedari tadi menderanya. Bagian bawah perutnya hanya mampu terkejang-kejang menahan rontaan penis sang anak. Anton membantunya dengan cengkeraman kuat dibokongnya, meremas- remasnya dengan kuat. Lenguhan dan engahan nafas siibu, membuat Anton tahu, bahwa puncak pendakian si ibu segera tiba. Diselipkan tangan kanannya kedada, diraihnya susu kiri si ibu, diremasnya dengan kuat. ‘Oh Anton…’ Merasakan sumber kenikmatan lain, didadanya Hindun agak sedikit mengangkat wajahnya “Kakak…Anton sayang kakak …., enak kak..’ Disambarnya bibir siibu, dilumatnya dengan ganas, tangan kirinya mencengkeram kuat punggung Hindun menahannya bergerak, tangan kanannya rapat didadanya membantai payudara yang mengganjal didadanya, dengan remasan-remasan buas, terkadang mencakar. Denyutan kegelnya dimaksimalkan. Demikian Anton menghantarkan sang ibu alim kepuncak pendakiannya. ‘Hemmphhhh,’ Hanya pinggulnya lah yang dapat bergerak bebas, menjangkau puncak berahi, dengan geleparan liar tak menentu. ‘Ohhhhhhhh….’ Dalam satu desahan melepas nafas panjang, seolah jauh dari dasar rahimnya, Hindun meledak. Kepalanya melepaskan diri dari sergapan lumatan sianak, untuk bernafas. Pinggulnya terkejang-kejang, dirinya terasa kembali terbang keawang-awang, ‘Ohh anak ini, kok baik sekali’, batinnya berujar merasakan tangan sianak memberinya sensasi kenikmatan tiada taranya dengan meremasi payudaranya dan mencakari punggunya. Selang beberapa saat Hindun terengah-engah sambil menggelepar-gelepar menikmati puncak birahi, Anton dengan tersenyum puas menatap wajah kuyu menempel dipipinya, matanya terpejam-pejam, sesekali terbuka menampakkan bola putihnya saja, mulutnya terbuka lebar menahan sesak. Dengan cermat diamatinya betapa wajah itu berkerenyit menahan derita nikmat, setiap tangannya meremas keras susunya, atau setiap otot kegelnya bergerak kuat, atau setiap kali pinggulnya kelojotan.

Anton berpikir, investasi ini dipertahankan atau…. Kalau dia tidak ejakulasi kemungkinan mengulangi adegan ini sangat besar. Kalau ejakulasi agak sulit mencari alasan, alasan pengobatan sudah pasti OK coy. Tapi dirinya mulai tak tahan, sudah dua seri menahan ejakulasi. Uh spekulasi aja…

Hindun merasakan badai birahi yang melandanya mulai reda, desah nafasnya mulai teratur, Anton tidak lagi membantai dirinya, tangannya lembut memijati punggungnya, bak pelatih tinju mengipasi jagoannya untuk segera bertanding lagi. Tangan kanannya membelai mesra seluruh bokong dan belahan pantatnya. ‘Ohh ibu….indah sekali….’ keluh Hindun dalam hati, meresapi. Akal sehatnya mulai kembali, ‘ohhh…anunya masih mengganjal keras…, bagaimana ini? pengobatan kurang berhasil….aduhhh….aku sudah lemas sekali…gimana ini?’

‘Anton gimana, belum ya? Wah berapa lama lagi kita berangkat? Hindun bertanya gundah. ‘Iya kak…mungkin karena waktunya terburu-buru, masih ada waktu kak 40 menit lagi’ ‘Sudahlah kak, nggak apa-apa barangkali nanti sembuh sendiri’ ‘Iya tapi Anton tetap sakit, atau gini kakak kasih nomor telp, barangkali bisa ketemu di Jakarta atau di…, nanti kakak upayakan nyembuhin lagi, jangan takut, kakak janji” Menawarkan janjinya mendengar sianak pasrah, Entah memang kasihan ingin ngobatin atau tidak ingin kehilangan anak kesayangan. ‘Makasih kak, makasih, mmmmmphh’ Anton mengecup bibir semesra mungkin, seolah mempraktekan apa yang sudah diajarkan siibu. Perasaan Hindun terbuai oleh ungkapan terima kasih sianak. Dirasakannya sianak mendekapnya demikian erat. Sesaat hening berlalu 




‘Kak, saya mau nanya boleh? ‘Ya sayang…’ Hindun menatap, tangannya membelai rambut wajah baby face. ‘Ngg tadi kakak berusaha masukin ke anu…ngg…susah ya…’ ‘Ya sayang… besar juga itumu, agak sesak, kakak takut kamu semakin ngilu’ Hindun berbohong, Tongkat itu masih nancap sebagian besar. Memang dirinyalah yang nggak tahan keenakan. ‘Oooo…. kak, saya punya ide, antara kakak pegang dan masuk’ ‘Mmmmm..gimana…’ tertarik juga Hindun ‘Kakak cape..’ “Nggak…nggakk…, coba kakak lihat’ rasa ingin tahunya timbul, ingin tahu apa yang ada dipikiran kesayangannya ini. Anton membalikkan tubuh yang tengkurap, keduanya berguling hati-hati, mencegah sitongkat terlepas. Hebat si Anton, behasil membalikkan posisi tanpa melepas senjatanya. Siibu yang lumayan polos tidak menyadari, teknik ini tidak mungkin dilakukan oleh pria dengan jam terbang rendah. Anton dengan kakinya merenggangkan kedua kaki Hindun, membuat sepasang kakinya berada dalam kangkangan siibu. Tongkatnya masih menancap keras, walaupun tidak sepenuhnya. Anton sedari tadi berpikir keras, bagaimana mencapai ejakulasinya tanpa menyakiti, kalau kesakitan pasti hilang nih investasi. ‘Kak tadi tangan kakak meremas, enak sekali lho…’ Remas lagi dongg’ Anton bertumpu dikedua tangannya, hanya bagian bawah perut keduanya yang menyatu. Menatap dengan selugu mungkin. ‘Iya sayang, …’ Hindun tersenyum menatap wajah kesayangannya, dengan mudah tangan kanan Hindun, menyelip masuk dan menggenggam,’Ihh dari kemarin ini yang selalu nyusahin’ ujarnya dalam hati. ‘Kakak baik deh…’ Anton berkata semanja mungkin ‘Kamu yang nakal…Ton’ sedikit genit Hindun menjawab, sekaligus meremas keras. ‘Kakkk….’ Seolah-olah tak sengaja Anton menekan kuat bawah perutnya ‘Ohh…’ Hindun kembali tersedak, rahimnya disesaki batang keras, nikmat. Remasannya lepas ‘Kakak yang nakal….’ Anton menarik pelan tongkatnya seolah-olah akan dilepaskan. Tak rela si anu pergi, Hindun segera menangkap sitongkat untuk tidak beranjak, dengan kembali meremas dengan kuat. ‘Kakkk…’ Kembali Anton bergaya, dengan menekan kuat, tak sengaja ‘Eghhh….’ tangan Hindun yang meremas, mengganjal si tongkat untuk amblas lebih jauh, tapi itu sudah lebih dari cukup, membenam diliang kewanitaannya dan melecut birahi siibu. Merasakan tekanan amblas berhenti, Hindun menghela nafas, melepas remasannya, Kembali anton menarik tongkatnya untuk pergi, perlahan sekali. ‘Ohhh ….’Hindun seolah-olah menemukan permainan baru, menjelang sianu hampir lepas, tangannya meremas kuat menghalangi pergi, menghimbau masuk kembali. “Hhhh….’ Anton kembali berusaha menekan kuat, dinding kewanitaan Hindun dengan batangnya, tapi segera terganjal tangan mungil yang menggengam batang kerasnya. Saat tekanannya berhenti remasan berhenti. Demikianlah keduanya menemui permainan baru, Hindun merasa bangga memberikan komando dengan remasan, yang artinya hujaman di kemaluannya, melepas remasan artinya menarik mundur. Anton, berpikir, kayaknya bisa nih, hebat juga remasannya. “Kak…’ ‘Anton…yaa…coba gitu terus…yaaa..terus..ohhh..eghh ‘ Hindun mulai terengah memberikan komando, dengan suara dan sinyal remasan. Birahinya sudah kembali membara bahkan seolah hendak meminta penuntasan. Berkali-kali dengan penuh disiplin siremaja mematuhi siibu, menekan kuat dan menerik perlahan. Hal ini membuat siibu kembali menggelepar, kali ini dibawah tindasan siremaja. Anton merasakan kejantanannya mulai berdenyut, mmm ini dia, bisa dilepaskan ‘Anton…’ Tidak tahan Hindun meremas kuat, tidak melepaskan remasannya ‘Kak….’ Anton bertanya menahan tekanannya, yang terganjal tangan lembut yang menggenggam keras batang kejantanannya, mengganjal untuk masuk lebih jauh. ‘Hhhh …sebentar sayang’ Tak tahan tangannya pegal, tangan kirinya dengan cepat menggantikan, mulai segera meremas, dengan tenaga baru. ‘Egghhh…’ Anton segera kembali menghuja perlahan tapi kuat. Rupanya tangan kiri Hindun tidak selincah tangan kanannya, tangan itu tak berhenti menggenggam batangnya dengan keras. Sinyal bagi siremaja untuk tahan menekan. “Kak…’ Anton bertanya ‘Shh…shhh…terus, agak cepat…ayo…terus, tarik …ohhh..tekan…’ Permainan sedikit berubah, Hindun memohon hujaman dipercepat, akibat berahi yang makin memuncak, tangan kananya berganti posisi bagai polisi lalulintas mengarahkan kecepatan gerak naik turun pinggul siremaja. Anton meningkatkan kediplinannya menarik dan menghujam sesuai arahan tangan yang berwenang. Oh nikmat banget, sebagian batangnya menghantami liang kewanitaan siibu alim, sebagian lagi batangnya diperas habis-habisan. Anton mulai merasakan titik akhir pendakiannya mendekat. “ohhh..terus…ohh terus…’ Hindun kembali melenguh keras, tak tahan menerima hantaman yang semakin bertenaga, dipangkal pahanya, tangan kirinya sedapat-dapatnya bertahan memeras, menjaganya dari kesesakan yang tak tertahankan, Tangan kanannya yang tadi menuntun pinggul siremaja menghantam sudah tidak lagi diperlukan, Anton sudah mulai berlari, menghujam semakin cepat, mengejar birahi yang sudah sampai keubun-ubun.

Hindun kembali meledak, Ditariknya tubuh dalam dekapannya, dijambaknya rambut siremaja, digigitnya telinga dengan gemas. Nah ini dia, Anton sedari tadi menunggu gerakan baru Hindun untuk mendukung ide nakalnya. ‘Kakak …. ohhhh’ Anton berpura-pura menggeliat, kupingnya digigit. Memberikan sinyal bahwa daerah itu titik rawannya. ‘Oooo…ini toh kelemahannya…’ Sisa-sisa kesadaran Hindun saat sampai pada puncaknya, Kembali dihisapnya telinga tersebut. Anton mengambrukkan dirinya ke tubuh siibu, berpura-pura, ‘hhh…..’ Tentu saja tidak lupa tetap menghantam dengan kecepatan tinggi. Dalam puncak kenikmatannya dengan gemas Hindun mengemut separuh telinga itu, ‘Kakggghhh….’ Sudah cukup alasan bagi Anton, dilepaskannya ledakan ejakulasinya, dengan hantaman sekuat tenaga, terus dan terus dan terus. ‘Ugh..ughh…ughh…’tubuh mungil siibu terhentak-hentak menerima badai hujaman sekuat tenaga dari sianak remaja. Sekuat tenaga tangan kirinya meremas pangkal batang kejantanan itu, bertahan mati-matian agar batang itu tidak amblas lebih dalam. Sudah demikian sesak ganjalan yang dirasakannya, rasanya tak mungkin lagi dirinya bisa menahan siksa kenikmatan bila tongkat itu berhasil masuk lebih dalam. Saat ledakan siremaja lumayan lama, mungkin lebih dari tiga puluh kali hujaman sekuat tenaga, yang berusaha masuk lebih dalam, tetapi digenggam demikian keras oleh tangan mungil yang mati-matian bertahan, menjadikan sensasi tersendiri bagi Anton. Hindun merasakan badaipun mereda. ‘Ohhh…kak..tadi Anton diapain….rasanya seperti disetrum…’ Ujar Anton selugu mungkin, menyatakan bahwa hisapan ditelinganya itulah yang membuatnya ejakulasi. ‘Hhh…hhh…rasanya kakak tahu masalahmu sayang’ Ujar Hindun sambil mengatur engahan nafasnya, sok tahu menganalisa. ‘Ooo…apa…itu kak….’ ‘Sudahlah lain waktu kakak jelasin, sekarang kakak mau kembali, waktunya mulai mepet’ ‘Bener kak?, sungguh? Anton dengan mengejap-ngejapkan matanya menagih janji dan jaminan’ ‘Iya sayang…kakak nggak ingin kamu terus menderita’, dengan mesra dikecupnya pipi anak itu, penuh kasih’ Hindun berjanji pada dirinya sendiri, anak ini masih perlu terapi sekali lagi, mmm mungkin cukup sekali lagi, mmm ahh dua kali mungkin cukup, mmm…., tidak satu kali saja cukup. Diagnosa dan bujukan nikmat campur baur. Tapi yang penting dia tidak boleh membuat orang lain menderita karena melindungi keluarganya dari aib.

supir ……

Usai menurunkan penumpang terakhir diterminal, Ridwan mengarahkan bisnya ke pool. Anton duduk dikursi disampingnya, tentu saja sudah mengantongi no HP, telp rumah, alamat dan jadwal selama mudik Ibu Hindun. `Ehh kau, bagaimana caramu bisa nyuruh ibu itu mau begituan sama aku? “Tenang saja bang, yang penting, inga-inga’ Wah sial, kadung janji ama nih monyet, nggak mungkin lah yauww, gue bagi si Wita ama dia, tapi sudah sumpah. Gimana nih?. Ridwan kebingunan dalam hati, karena ada niatnya menjadikan Wita simpanannya yang masih berusia 20 tahun sebagai istri mudanya. Sudah lama dia kawin masih juga belum punya anak, dia berharap kalo si Wita bunting akan segera dikawini, kalo tidak simpen ajah terus. Wita Ridwan yang perawanin, dengan janji gombal kerja diloket perusahaan, tampak sangat setia kepadanya, cocok jadi pendamping, masa gua bagi? Sebodo amat, lihat nanti, nggak bakalan gua kasih.

Hubungan, Ridwan dengan Wita anak penjaga warung disamping pool, sudah jadi rahasia umum dikalangan supir, semua supir iri padanya, tapi demi kode etik, mereka saling menjaga rahasia. Wita yang bisa memperkirakan jadwal kedatangan Ridwan yang enam hari sekali, segera menyelinap ke kamar untuk para supir. Pool menyediakan lusinan kamar terutama untuk supir yang domisilinya bukan dari kota tersebut. `Ehh Ton, kau beresi dulu semuanya…aku mau setor’ Anton paham maksud supir ini. `Gimana janjinya bang?’ `Bereslah, tenang saja tapi jangan sekarang, nantilah kuatur dulu, OK? Eh jagain kakakmu yach, kalau datang cepat kasih kode’ `Ok bang, ingat janji lho’ Anton sebenarnya kurang minat sama Wita yang menurutnya masih terlalu remaja, Anton sangat suka sama ibu muda, mungkin ada masalah oedipus complex. Tapi lumayanlah kalau nggak ada, memang kebetulan investasinya memungkinkan demikian, sudah dapet Hindun, kemungkinan dapet Wita.

Anton, yang sedang membereskan segala urusan, mulai dari cek barang ketinggalan, kerusakan, administrasi dll, melihat Kak Ida naik beca diujung jalan, menuju pool. Idamawati, atau yang dipanggilnya kak Ida adalah istri Bang Ridwan yang sudah tujuh tahun kawin tapi belum punya anak. Berusia 31 tahun, suku jawa kelahiran sumatera, kakeknya kuli kontrak jaman belanda. Cantik keibuan, agak tinggi sekitar 168cm, dengan postur tubuh menawan, kalau dulu istilahnya Molegh. Dulu sih ramping tapi setelah berumah tangga menjadi semakin berisi, menjadikan semakin montok dan menawan. Memang kelebihan para supir adalah bisa memilih istri dari banyak cewe cantik disepanjang jalan.

Kak Ida cukup baik kepadanya terutama karena Anton sangat rajin, tanpa disuruh menyelesaikan pekerjaan rumah yang seharusnya menjadi tugas Ridwan. Anton segera menghambur kekamar supir, meneriakkan kode `Bang Ridwan ada polisi minta setoran’ Buru-buru Ridwan berbenah, baru saja dia bertempur menggeleparkan Wita satu Ronde. Segera mengenakan baju, dan lari kedalam bis. Anton melenggang kedepan menjumpai Ida `Anton, aman dijalan, mana abangmu? Ida sudah mendengar isu santer ulah suaminya, buru-buru ke pool setelah diinformasikan suaminya sudah kembali. Hatinya panas, digosok cemburu tapi tak mampu membuktikan karena hebatnya kaum supir dan kenek menjaga kode etik. `Sukurlah kak, aman, abang tadi ada dibis sedang ngecek lampu’

Singkat cerita, Ida dan Ridwan kembali bertengkar setibanya dirumah, kali ini lebih keras, karena Ida menjumpai bekas-bekas pertempuran di beberapa bagian tubuh suaminya. Seperti biasa, ancaman Ida minta cerai. Kali ini Ridwan agak terpojok akhirnya mengemukakan alasan, kerinduannya akan anak. Ida mengancam dia bisa juga nyeleweng, yang balas diancam akan lelaki itu dibunuh. Setelah mengeluarkan senjata pamungkas kaum perempuan sesegukan mengancam bunuh diri. Ridwan menawarkan solusi: `Dik, kita butuh keturunan, ada kemungkinan bibit abang nggak bagus, demikian juga sebaliknya. Mangkanya abang nyoba kelain perempuan, hati abang tetap sama adik’ Ida semakin meledak, `Enak aja, kalo nanti perempuan itu hamil, saya dibuang? `Bukan, gimana kalau abang carikan bibit buat adik, kalo jadi, abang janji tidak akan nyari perempuan lain’ Terdesak karena ketahuan terpaksa Ridwan mengalah, menurunkan harga dirinya. “Nggak perlu abang yang nyari, aku bisa sendiri’ Ida menyatakan dendamnya. “Nggak boleh gitu dik, ini masalah kehormatan, lelaki itu umumnya anggar jago (penulis: suka pamer), kalo dia bicara meniduri kau, dimana kuletakkan mukaku, pasti kuhabisi dia’ Pertengkaran reses, seperti rapt DPR

Lama, Ridwan merenung panjang memikirkan pertengkaran dengan istrinya. Mendadak dilihatnya Anton masuk, mungkin ada keperluan dari kantor ‘Kenapa Ton’ mengedipkan mata, karena Ida mungkin menguping, maklum rumahnya tidak besar. ‘LLAJR minta setoran bang, dia marah-marah, barangkali setoran tadi nggak beres’ kode rahasia mereka, yang artinya dicari cewe, dalam hal ini Wita. ‘Bilang aja besok, kas sudah tutup’ “Yaa sudah, saya juga bisa ngurus bang, saya talangin duluan, inga..inga’ Sesuai janji, si Wita akan di ‘urus’ Anton ‘Saya kembali ke pool ya bang’ “Sompret monyet ini’, Dalam benaknya nggak rela calon istrinya diembat orang ‘Wah tapi sudah sumpah’. lagipula sebenarnya besok sudah ada rencana kekampungnya Wita untuk berkenalan dengan keluarga Wita’. ‘Tunggu sebentar’ Dirinya menghendaki kembali kepool untuk menyelesaikan unfinished bussines dengna Wita, tapi pertengkaran tadi lumayan hebat. Ridwan mendadak menemukan solusi’ Bagaimana kalau monyet ini yang jadi pejantan? Toh anaknya baik, rajin, dikenalnya baik, pandai menyimpan rahasia, dll’ Ridwan ragu-ragu “Bang, tunggu apa lagi?’ Anton berniat bali ke pool. “Ton tunggu sebentar, ada yang penting, aku bicara dulu dengan kakakmu’

Ridwan masuk kamar, mendapati istrinya sedang berbaring menangis sesegukan. ‘Ida… sebenarnya abang sudah lama berpikir, barangkali memang abang yang kurang sehat sehingga kita tidak punya keturunan. Abang sungguh-sungguh dengan usul tadi, bahkan sebenarnya sudah punya lama punya calon, tapi takut adik tersinggung, abang malu sekali dik, bahkan sudah lama abang menjajagi orang ini, kayaknya dia bersedia’ Ida sebagai istri yang baik, memahami derita batin suaminya, hatinya tergerak ‘Ida nurut sama abang, yang penting, Ida jangan disia-siakan’ “Bagaimana kalau…Anton’ Ida kaget setengah mati ‘Tapi bang dia kan masih kecil’, bagi Ida, Anton bagai adik kandung suaminya sendiri. ‘Huss, dia sudah gede, tapi terserah adik, pikirkan matang-matang. Kebetulan dia ada disini, abang tinggal dulu, biar adik bisa menilai dan menjajagi’ Ridwan mengarang sekenanya ingin buru-buru kecewe simpenannya, apalagi besok ada rencana kekampungnya ngelamar, sekaligus nebus hutang sumpahnya dibis, sukur-sukur Ida bisa bunting ’sekali kayuh empat pulau terlampaui’. Ridwan beranjak pergi meninggalkan Ida yang masih bengong.’Kutunggu perkembangannya dari Anton, suruh dia nyari saya nanti’

‘Eh kau, dengan kakakmu saja yachh, jangan macam-macam kau, dia sudah kubilangi, aku balik ke pool’ Anton ternganga dibuatnya ‘Bang Ridwan gila ya?’ ‘Sudah diam, yang penting janji ditepati, kita kan cs, saya akan kekampung Wita, ngelamar, kau atur saja disini, paling cepat 2 hari lagi cari aku dipool. Oh iya -kau ini sudah lama kumohon bahkan kupaksa bantu kami punya anak, mulanya kau nggak mau, setelah kuancam pecat karena ngerusakin bis, baru sekarang kau mau, ngerti? Giliran Anton Bengong, shock

Tahu suaminya pergi dan ada masih Anton, Ida keluar kamar menyembunyikan bekas tangisannya. ‘Anton mandi dulu, sebentar kupanaskan masakan’

Menemani Anton makan, seusai mandi, Ida memandangi Anton yang sedang makan tapi salah tingkah, menunduk terus, Ida memikirkan proposal suaminya, yah apa boleh buat, yang penting dirinya tidak disia- siakan, sukur-sukur bisa dapat anak, bahkan dia bertekat, mempelajari rahasia kesukaan lelaki untuk merebut kembali suaminya dari perempuan lain. “Ton kamu sudah diberitahu abangmu’ ‘Sudah lama kak tapi Saya menolak, tapi kemarin gara-gara bikin rusak bis, saya dipaksa abang untuk mau, kalo tidak dia nyari kenek lain’ Anton mengarang cerita sesuai petunjuk’ ‘Jahat sekali abangmu itu’ Sahut Ida dengan gemas, tetapi mulai menyukai proposal ini, karena tahu Anton sebenarnya tidak mau, bahkan sampai mau dipecat, merasa sependeritaan. Memandang wajah kekanak-kanakan yang tertunduk malu’ batin Ida berkata ‘Mudah-mudahan dia agak dewasa sehingga bisa mengerti urusan orang dewasa’

Usai makan, ‘Anton, siabang suka maen cewe ya?, sudah nggak usah pura-pura, kakak cuma mau tahu, siabang kesukaannya gimana, barangkali kakak bisa belajar, sehingga dia bisa betah dirumah’ ‘Mana saya ngerti kak, kerja saya kan jagain bis, sedetik pun nggak boleh ninggalin’ “Ayolah Ton, pasti antar supir sering cerita, gimana main perempuan. Atau gini aja deh apa yang Anton tahu tentang hobi supir itu’ ‘Iya sih saya sering denger mereka cerita aneh-aneh, yang istilahnya pun aneh! “Apa ton,’ “Banyak, misalnya Mandi kucing, belah bambu, enamsembilan, blowjob, teratai, duduk amazon, cunning, felatio, doggy, snake, kelinci’ ‘Wah apaaan tuh’ Ida hanya tahu bersetubuh dengan cara biasa (Penulis: misssionaris) , Ridwan nggak pernah macam-macam pada dirinya. “Mana saya tau kak, dijelasin berkali-kali juga nggak ngerti’ “Coba yang kamu inget apa’ ‘Teratai, karena pernah saya lihat dipraktekkan, Cunning nyiumin anu cewe’

‘Ton coba praktekkan yang kamu tahu’ ‘Wah..nggak ngerti kak,’ Anton kembali mengeluarkan keahlian aktingnya ‘Alaa, kakak mungkin tahu tapi istilahnya yang asing’ Ida mengambil inisiatif, merasa orang dewasa. Anak ini mungkin bisa membantu mempelajari rahasia lelaki, ya paling tidak jadi boneka sungguhan. Ida beranjak ke sofa “Ayo Ton, mari sini’ Ida mendesak melihat Anton tidak juga bergerak, ‘Err…gimana yaa’ Anton beranjak menghampiri ‘Kakak yang ngatur yaa? Anton bersimpuh serong dihadapan Ida, yang duduk disofa. Anton pura-pura malu membelai betis, dirasakannya kulit halus dan lembut. Belaiannya naik keatas, menyentuh lutut, dirasakannya bulu-bulu merinding. Ida menarik dasternya sedikit keatas, menampakkan sebagian pahanya, mengundang Anton membelai lebih jauh. Belaiannya naik sedikit keatas, berputar-putar, kadang sedikit memijit.Kemana tangan Anton meraba dirasakan bulu-bulu halus tegak merinding. Anton yang pura-pura menunduk mencoba melirik keatas, dilihatnya wajah ayu yang tegang, sambil sedikit menggigit bibirnya. Anton bertahan meraba di wilayah paha yang terbuka, sedangkan yang masih tertutup daster tidak disentuhnya. Ida yang kini disentuh bukan suaminya sudah berdebar-debar, walaupun otaknya menyatakan ah anak kecil ini, tetapi sensasi yang ditimbulkan lebih dahsyat daripada dibelai suaminya sendiri. Ida menahan diri untuk tidak bergerak. Agak lama dirasakanya tangan itu hanya berkutat di paha sedikit diatas lututnya, tampaknya anak kecil ini benar-benar takut pada dirinya. Untuk mendorong semangatnya Ida kembali menarik kembali keatas dasternya, menampakkan sedikit celana dalamnya, mengundang tangan itu maju lebih berani. Anton mematuhi instruksi tak langsung itu, dengan berdisiplin tangannya hanya membelai sebatas yang diijinkan. Walaupun dibatasi, belaian dipangkal pahanya sudah menimbulkan rangsangan dahsyat, yang ditahannya setengah mati. Apalagi saat tangan itu menyentuh sangat dekat kepangkal pahanya, memaksa Ida menahan nafasnya. ‘Aduh anak ini benar-benar penakut’ kok setiap kali harus didorong. Dibelainya rambut Anton, seolah ibu mencurahkan kasihsayang kepada anaknya,dikecupnya ubun-ubun anak kecil itu, didekapnya dipipinya, membuat sedikit menarik kepala Anton semakin mendekat. Membawa bibir anton menyentuh paha telanjang. Anton tidak menyia-nyiakan kondisi itu, dikecupnya paha telanjang itu, dikecupnya disepanjang daerah yang diijinkan, sesekali dijilat, sesekali digigit lembut. Tangannya tidak alpa melaksanakan tugasnya melakukan survei diseluruh kulit mulus yang terpampang. Ida menahan diri sekuat tenaga atas rangsangan yang muncul, didekapnya kepala Anton kuat-kuat sebagai pelampiasan nikmat yang timbul.

Sudah menjadi tabiat Ida, keyakinannya sebagai wanita baik-baik menyatakan amat tidak pantas istri berlaku seperti perempuan jalang yang binal. Bagi Ida, istri yang baik adalah patuh pada suami dan sopan dalam segala hal, termasuk dalam urusan ranjang. Setiap disetubuhi Ridwan Ida selalu mempertahankan sikap wanita alim, menahan diri tidak terlalu menunjukkan gairahnya. Demikian juga kali ini, menerima rangsangan hebat dari Anton, sekuat tenaga tidak menunjukkan gejolak birahinya, terlatih sekian lama, dirangsang belaian dan kecupan, Ida masih mampu menahan diri untuk tidak menggelinjang. Tetapi bulu-bulu yang merinding, nafas yang tertahan-tahan, pejaman matanya, menunjukkan kondisi sebenarnya. Anton berpikir dalam hati ‘Wah kak Ida ini kelakuannya kaya frigid, tapi sebenarnya nggak tuh buktinya merinding dan nafasnya terganggu, perlu diberi pencerahan nih’ ‘Kak Ida nggak enak diraba-raba yah?’ “Tidak Ton, enak, kenapa? ‘Oooo…, kalo dengar supir-supir ngomong, termasuk juga abang, mereka sangat menyukai perempuan yang bergairah, tapi nggak pura- pura. Idola mereka adalah perempuan yang sangat bergairah kalau dirangsang, julukan bagi perempuan yang susah bergairah adalah ‘gedebong pisang’ kalo yang disukai ‘kuda binal’ disenggol dikit ngelonjak kaya kuda’ ‘Jadi Bang Ridwan suka yang bergairah?’ tersadar Ida atas gayanya selama ini yang makah sekuat tenaga tidak menunjukkan gairah’. ‘Iya kak, kalo mau disenengin bang Ridwan, kakak jangan menahan diri, natural aja’ Anton pura-pura sok tahu. ‘Masa sih?’ “Iya, mereka sangat bangga bisa menaklukan wanita, istilahnya dua- satu, tiga-satu, kalau seri sih nggak seru. Semakin sering cewe takluk mereka semakin senang’ ‘Ooo, jadi cewe yang disukai abangmu yang sangat bergiarah’ ‘Iya, semakin cewe puas, puas berkali-kali semakin abang suka, tapi apa itu puas saya nggak ngerti’ Anton mempertahankan kebegoannya. ‘Ton, kakak rupanya salah selama ini, apa itu yangg…, ah yang penting sekarang kakak ngerti, kamu bantuin kakak belajar ya?, apalagi Ton’ ‘Apa lagi yah..eee… ya..itu, pokoknya kakak harus berusaha puas terus-terusan’ ‘Iya Ton’ Diraihnya tangan siremaja, dibimbingnya membelai pahanya ‘Mmmmm…’ Ida berusaha lepas. Bila sedari tadi, Ida duduk diujung sofa, karena tegang, sekarang mulai rileks, agak bersandar disofa, tangannya membelai rambut. Anton menyadari kuliah malamnya berhasil, kembali meraba dan mengecup. Tapi sekarang agak beda hasilnya, setiap kecupan atau jilatan mulai membuahkan desahan atau gerakan kaki. Desahan atau gerakan yang menghimbau dirinya bergerak lebih berani. Ida sudah menarik dasternya jauh keatas, memampangkan wilayah segitiga pangkal pahanya yang sangat menggairahkan mata Anton.

Anton semakin maju, terkadang jemarinya menekan pangkal paha Ida, menggosok disepanjang garis celana dalam, sesekali mencubitnya, yang membuat wanita itu menggelinjang. Berkali-kali dibusapnya rambut- rambut yang mencuat halus dari balik CD. Kenikmatan mulai tiba menghampiri. ‘Hhh…Ton coba dong yang tadi kamu sebutkan tadi’ Ida memerintahkan siremaja menghapus rasa takutnya, tidak sabar menanti siremaja bergerak agresif. ‘Saya nggak yakin kak, dan eee…eee….bajunya…’Tetap mempertahankan bego, Anton sedikit mengingatkan. Ida sudah membulatkan tekad melaksanakan proposal suaminya sekaligus belajar untuk lebih disukai suaminya, berdiri mengunci pintu, mematikan lampu. Berdiri disisi Anton, Ida menanggalkan dasternya, sedikit ragu ditanggalkannya bra dan cdnya. Mengurangi malu Ida mendekap tubuh siremaja yang masih bersimpuh menatap setiap gerakan dirinya, dibenamkan wajah Anton keperutnya. Sianak membalas dekapan dengan sama hangatnya, bahkan tangannya seolah tidak sengaja mencengkeram bokong, belahan pantat. Anton sudah bertekad dari tadi untuk mempertahankan persepsi Ida akan keluguan dirinya. Dikecupnya perut telanjang sang kakak, dibelainya pangkal paha bagian belakang, dan menyentuh menikmati hangatnya daging montok disana. Dengan sabar kedua tangannya membelai sekujur paha telanjang sang kakak, memaksanya mendesah, dan mendekap semakin erat. Ida ingat pelajaran tadi,dia tidak menahan diri, ‘Ton…enak Ton…mmm…’ Agak lega dirinya mengakui rasa nikmat, dirinya semakin rileks. Dijatuhkan dirinya kesofa, setengah bersandar, menyeret wajah anton terbenam di gundukan bukit yang dihiasi lebatnya bulu pepohonan, mengharapkan daerah pangkal pahanya untuk kembali dikecup. Anton tidak menyia-nyiakan undangan ini. Dia mulai sedikit-sedkit mengeluarkan keahliannya, sambil tetap bersimpuh, direnggangkannya kedua paha, mengangkang. Tubuhnya masuk kedalam kangkangan paha si kakak, memudahkan dirinya untuk mulai melakukan pembantaian. Lidahnya mulai menjelajahi sekujur paha kiri bagian dalam, mulai dari lutut naik keatas, menyentuh pangkal ppaha berbalik turun, berulang- ulang. Tangan kanannya memegang lutut agar tetap mengangkang lebar. Tangan kirinya mulai buas, meremas paha kanan, sesekali menggaruknya. ‘Ohhh…’ Ida tersentak setiap lidah itu menghampiri pangkal pahanya. Berkali-kali tersentak dan melenguh. Anton berdisiplin hanya menjarah area diluar liang kewanitaan. Deraan nikmat semakin membakar dirinya, dengan menguatkan diri, Ida mencengkeram rambut Anton dengan kedua tangannya, dan membenamkan wajah itu agar menyentuh daerah kewanitaannya. Kepala itu ditahannya untuk tidak lagi pergi kemana-mana, seolah berkata, cukup sudah kau merantau. Anton menyambutnya dengan serangan berat, lidahnya mulai membajak bibir kemaluan sang kakak, menjilat dan menghisap’ ‘Ahhhh….Anton….’ Ingat harus tetap bego ‘Kak kenapa sakit?’ Anton mendadak menghentikan serangannya’ ‘Ohhh…tidak Ton… enak… terus Ton..’ Anton kembali menyerang dengan lidah kasarnya membajak sisi dalam bibir kewanitaan, membuat pinggul itu meronta menerima nikmat. Ida mulai membiarkan tubuhnya menggelinjang setiap didera kenikmatan.’Ohhh,,,sayang…ohhh …’Sedikit-demi sedikit Ida menyadari semakin ia merespon, reaksi deraan nikmatnya semakin berlipat. Nafas Ida sudah terengah-engah tidak keruan, pinggulnya sudah bergejolak tak terkendali, dengan cepat birahinya menjelang puncak pendakian. Anton dengan sigap mengimbanginya dengan mulai menjulurkan lidahnya dalam-dalam ke liang kewanitaan. ‘Shhh…shhh…shhh…’Ida mengeluh tak kuat menahan, siksa birahi, setiap lidah kasar itu menyeruak rongga kewanitaannya, kekasaran lidah menimbulkan efek ganda tak terhanankan. Anton terpaksa mulai menahan kelojotan pinggul Ida yang semakin kuat tak terkendali. Anton hapal tanda ini, sang kakak menjelang tiba di puncak. Segera diangkatnya kedua paha sang kakak, ke atas bahunya, membuat pinggul itu terangkat keatas dengan tubuh selonjor di sofa. Punggungnya tertekuk disandaran sofa, hanya atas pinggulnya yang masih menumpu di dudukan sofa. Berat badannya menumpang di bahu siremajai. Ida mencari- cari pegangan diatas sandanra sofa. Anton menarik nafas dalam-dalam menyiapkan diri untuk melakukan pembantaian. Lidahnya mencari klit, dihajarnya seperti orang menjilat es krim, dengan jilatan panjang dan bertenaga, berulang-ulang ‘Aghhh….’ Ida menggelepar. Pinggulnya sulit menggelepar, dia hanya mampu mengejang kuat, pahanya hanya mampu dijepitkan kuat kuat dileher siremaja. ‘Nggggggg…..hhhhh’ Ida meledak, saat Anton semakin cepat menjilati klitnya. Seluruh tubuhnya mengejang keras, dihajar puncak kenikmatan. Tangannya mencengkeram keras ujung sofa menahan ledakan yang merasuki seluruh tubuh, pahanya menjepit dahsyat leher siremaja. Dengan lihai, Anton semakin buas melakukan pembantaian, lidahnya dcucukan sedalam- dalamnya keliang kewanitaan, perlahan tetapi kuat menekan dinding- dinding kewanitaan. Lidahnya merasakan betapa panasnya liang itu, walaupun dibanjiri cairan kewanitaan yang sedari tadi sudah luber kemana-mana. Ida sudah diawang-awang, tidak disadarinya tubuhnya kelojotan kesisi kiri, bak penggulat yang hendak membanting musuhnya dengan jepitan dileher, mengejang kuat. Anton kembali merasakan puas menyaksikan seorang wanita takluk diujung lidahnya. Dengan perlahan namun penuh tenaga lidah itu terus mengayuhkan birahi si wanita agar tetap dipuncak nikmat. Entah berapa lama berselang, tubuh Ida melemas dan lunglai tak berdaya, tersengal-sengal. ‘Ohhh anton, enak sekali sayang..hhh sudah…sudah…’ Ida ingat untuk tidak menahan diri, dinyatakan kepuasannya secara terbuka. ‘Iya kak…’ Anton beringsut menurunkan kedua paha telanjang itu dari bahunya, membuat siwanita terlonjor lemas dilantai, bersandar di kaki sofa. Anton duduk disisinya. ‘Anton…mmmphhhhh’ Ida mengecup bibir sianak dengan penuh kasih- sayang, berterima kasih dituntun sekian lama merasakan deraan nikmat sekaligus mengajarinya menjadi istri yang disukai suami.

Setelah sekian lama dalam keheningan’ Ida berhasil meredakan nafasnya ‘Ton, tadi kakak sudah puas sekali, terus apalagi yaa yang disukai kaum lelaki? ‘Ooooo tadi itu kakak puas, saya kira kesakitan, sudah ketakutan dari tadi’ Konsisten bego. ‘Tidak Ton, tadi enak…sekali tidak nyangka kamu bisa begitu’ ‘Itu yang salah satu saya tahu cunning, nyiumin anu cewe, habis kalo dengerin ceritanya paling gampang, cuma cium dan jilat’ ‘Wah berarti kamu hebat dong, hanya dengar teori langsung bisa praktek, terus gimana lagi?’ ‘Ngg kayaknya sih, kakak nggak boleh berhenti puasnya, harus berusaha mencapai puas lagi, gituh’ ‘Gimana?’ ‘Kakak meraba-raba dengan hot, tetapi dengan niat supaya silelaki kembali galak’ Bingung Ida mendengarnya ‘Maksudnya gimana?’ ‘Yaa begitu…mana saya ngerti!’ ‘Tadi satu lagi apa, teratai? coba lagi, pasti kamu bisa, tadi saja bisa, ayo kita sama belajar, ayo Ton, terus gimana’ “oh iya…lupa, kakak harus agresip, jangan pasip’ ‘Maksudnya?’ ‘Nggak tau..’ ‘Ooo mungkin…’ Ida menyadari Anton masih mengenakan bajunya. Jemarinya mulai meraba dan melepaskan satu persatu kancin baju ‘Ton lepas ton’ Ida naik, duduk disofa, jarinya mengarah resleting celana, dibukanya ditariknya remaja itu agar berdiri, dipelorotinnya celana, dengan cepat jemarinya menurunkan cd Anton. Mendadak Ida merasa lega sudah sama-sama telanjang. Segera tampak dalam keremanangan alat vital siremaja yang masih layu. ‘Kalau teratai, yang saya lihat, ngggg, sini kakak duduk saya pangku’. Anton duduk menyandarkan diri disandaran sofa, dituntun kakaknya duduk menyamping dipangkuannya. Segera dirasakannya Kehangatan pantat Ida menekan pangkal kemaluannya. Pundak kanan Ida menempel di dada siremaja, kedua tangannya merangkul dibelakang kepala. Kaki Ida rapat selonjor sejajar sofa. Tampaklah seorang Ibu muda yang ayu dan seksi duduk menyamping dipangkuan remaja, keremangan malam dengan sinar seadanya membuat kulit ibu yang putih lembut bak berpendar lembut, indah menawan. Posisi ini, membawa tangan kiri Anton bebas membelai sekujur punggung, tangan kanannya bebas menjamah bagian depan tubuh Ida. Didekapnya tubuh telanjang itu dengan mesra. Dikecupnya pipi halus wajah yang cantik, dihembuskan nafasnya di teliga, diciuminya wilayah itu, membawa Ida menggeliat geli ‘Mmmm…’ Ida mempraktekkan kata agresif, dicarinya bibir anton, dilumatnya, dihisapnya dalam-dalam. ‘Kalo ini sih Ida sudah lebih dari lulus’ ‘Eee kak, saya pegang ya! Anton mempertontonkan kedunguannya. ‘Iya sayang, ayo jangan-ragu-ragu’ Yakin bahwa sang kakak sudah ‘pengungkapan penuh’ anton melepaskan kebuasannya. Membiarkan bibirnya dilumat, tangan anton, memulai perang gerilya. Tangan kirinya membelai ketelanjangan punggung, menjalar mulai dari leher menjelajah sampai ke belahan pantat. Tangan kanan mulai membantai payudara montok. Payudara ini sedari tadi sangat mengganggunya, menantang untuk minta dijamah, tetapi demi mempertahankan keluguan Anton mendisiplinkan diri menahan menyentuh sepasang bukit kenyal yang sangat menggairahkan. Dilepaskan kegemasannya dengan lembut dan bertenaga diremasnya sebelah susu itu, yang langsung membuat Ida disentak kembali rasa. Posisi teratai dimana Ida yang duduk dipangku dengan sebelah sisi tubuhnya rapat didada Anton, membuat seluruh kemolegan tubuh depannya terbuka bebas terhadap ancaman tangan kanan Anton. Tanpa tadeng aling- aling lagi tangan anton menjarah semua daerah suci wanita ini. Tangan kasarnya dengan buas mempermainkan kedua bukit montok seenaknya. Memeras, mencakar, memelintir pentil. Ida tidak sadar memejamkan matanya kuat-kuat menahan rasa nikmat yang kembali mendera dilampiaskannya dengan mendekap kepala Anak ini dengan erat. Kembali Ida sekuat tenaga menahan desahannya, walaupun tubuhnya sudah kembali menggelinjang. ‘Kak sakit?’ Anton masih pura-pura bego, kembali mengingatkan materi kuliah ‘Ohhh…nggak Ton…ohh ….enak…enak…’ ‘Kalau enak, kakak kasih tahu biar saya nggak khawatir, kan saya nggak ngerti kak? Kalo gini sakit nggak…’Kembali Anton memeras payudara itu’ ‘Hhhhh enak Ton…terus ton…terus…ahh’ Ida melepaskan desah nikmatnya ‘Yang keras…ahhh…yaaa’ Sesekali memberi komando. Ida kembali menyadari dengan melepas reaksi tubuhnya atas kenikmatan yang mendera, baik itu dengan mengerang maupun kata-kata, terasa sangat ..gimana yahh… sangat seksi, serasa mengharubiru sanubari kewanitaannya yang terdalam. Urutan, cakaran dipunggung, dan remasan, belaian dipayudara kembali membakar api birahi. Nafas Ida mulai tersengal-sengal, tubuhnya menggelinjang semakin sering. Anton meningkatkan intensitas aktivitasnya, dengan sedikit menundukkan kepala, mulutnya menyergap pentil yang tegak menantang dengan indah, sembari tangan kanannya menyiksa payudara kiri. ‘Shh….’ Ida melenguh disergap deraan nikmat yang makin tinggi. “Sayang…ohh…’ Anton sudah menginginkan tindakan lebih jauh, tetapi tetap menahan diri, menunggu komando. ‘Gimana yah caranya supaya seolah-olah disuruh’ Tangan kanannya turun kebawah, diselipkannya sela pangkal paha yang terkatup rapat. Ujung jarinya meraba bukit kecil yang dihiasi bulu- bulu halus yang terasa lembab ditangannya. Anton membagi wilayah serangnya, bibirnya berkonsentrasi menghajar seputar payudara yang indah menantang, tangan kanannya beralih pada pangkal kemaluan. Didera nikmat, sekujur tubuhnya merindukan penuntasan lebih dalam. Ida mulai tidak sabar menunggu, tapi dia tidak tahu harus bilang apa. Anton pun demikian menahan diri. ‘uhh…’ Ida terjengkit saat dirasakannya sebagian jemari menelusup liang pertahannya, ‘Anton…ya..gitu ton…ohh’ Desahannya menyemangati anak ini supaya tidak ragu-ragu menyeruak kedalam dirinya. Sekian lama menerima hajaran nikmat, Ida tidak tahan lagi ‘Sayang…ayo..sayang…ohhh… ’ Anton bersorak dalam hati mendengar perintah ini ‘OK baby..’ Sedari tadi dirasakannya kejantannya sudah tegang menuntut penugasan, tapi ditindas hingga tertekuk, akibat pantat Ida yang duduk dipangkuan. ‘Iya kak…gimana yaa?, ee..coba kakak naik sedikit’ Anton mengangkat sedikit bokong yang indah itu, Tuinggg.. membebaskan tongkanya mengacung tegak menantang pantat yang sedari tadi mendindasnya. Ida mengangkat tubuhnya merespon, menurut menggeser pantatnya kesatu arah, sampai dirasakannya segumpal daging keras menenmpel dimulut liang kewanitaanya. ‘Ohhh ini dia…’ dirinya menyadari akan dimasuki benda asing selain milik suaminya sendiri, tak terasa dadanya berdebar sangat keras, menanti apa yang akan terjadi, gerakannya berhenti, Tangan Anton yang tadi mengangkat bokongnya, sekarang mencengekram, menuntun Ida menurunkan badannya. Ida tersadar, ‘oh iya betul…begitu seharusnya’ bergumam dalam hati, dengan birahi yang membara diturunkan tubuhnya menekan daging keras yang mengganjal dimulut kemaluannya. Sepp, masuk sedikit. Nyangkut, terganjal, ohh hangat sekali anu si Anton. Yess.. anton bersorak dalam hati, ‘Kak…’ Anak itu mendesiskan kegundahannya. ‘Uhhh Anton…tahan yaaa” Anton geli mendengar sikakak mengkhawatirkan dirinya. Ida menarik nafas, Ditekannya kembali bagian bawah tubuhnya dengan kuat, slepp, berhasil memaksa daging itu memasuki kedalaman tubuhnya. ‘Ohh terasa menyesakan, daging itu kenyal menyumpat liang keanitaannya membuatnya sesak susah bernafas. Walaupun sesak, Ida merasakan lega kerinduannya terobati. ‘Kakak…aaaa…’ pura-pura Anton menyuarakan penderitaannya. ‘Hhhhh…sabar sayang…hhh’ ditengah kesesakannya didera ganjalan keras, Ida memohon anak itu menahan kesakitannya. Tubuhnya bergetar berusaha menekan lebih keras dengan mengedan panjang. Berhasil amblas sebagian besar. Ida terengah-engah kehabisan nafas, tidak kuat lagi untuk menekan lebih lanjut, seolah-olah tongkat keras itu mati-matian menolak, dibenamkan lebih lanjut. Tapi sebenarnya kewanitaannya belum sepenuhnya menyesuaikan diri, terasa penuh menyumpal. Ditambah lagi posisi pahanya yang rapat membuat hambatan semakin kuat.

Mencari pegangan dileher Anton, Ida mulai memacu diri, seolah menunggang kuda ala wanita bangsawan dengan kedua kaki terjuntai disisi kiri. Sedikit saja pinggulnya bergerak menghasilkan ledakan birahi yang hebat. Memaksanya merintih. Tertatih-tatih Ida memacu diri menunggangi kejantanan Anton, terangah- engah nafasnya, saat kewanitaannya dalam kesesakan berupaya merejam tongkat yang terpancang disana. Pinggulnya diputar sekuat tenaga, sesekali mengejan, menahan derita nikmat. ‘Shhh…shhh….shhh…’ perlahan tapi pasti kewanitaanya mampu mengerami kerasnya kejantanan siremaja. Dengan semangat luar biasa akibat ledakan birahi kewanitaannya akhirnya mulai mampu menandingi keperkasaan sang tongkat. Ida memutar pinggulnya, bila dibandingkan dengan alu menghantam lumpang, atau ulegan menggerus atau menguleg cobek, yang tampak adalah lumpang atau cobeg kemaluannya memutar atau menguleg alu kejantanan Anton. “Anton sudah merem melek sedari tadi sejak kejantanannya berhasil dibenamkan. Sekarang dirinya santai saja menikmati gerusan atau ulegan kewanitaan si kakak. Dengan mesra didekapnya tubuh telanjang erat-erat seolah memberi semangat, ‘ayo uleg…ayu uleg terus…’ Sesekali ditimpalinya dengan keluhan manja, yang terdengar bagai nyanyian pemompa semangat Ida yang memang sudah kepayahan dari tadi akibat dirinya menerima desakan kajantanan.

Sesaat berjuang menguleg alu kejantanan dengan kewanitaannya, Ida merasakan dirinya sangat lemas, serasa lepas sendi-sendi seluruh tubuhnya, memaksa kewanitaannya menggerus tongkat yang perkasa. Tetapi karena nikmat yang dihasilkan setiap geliatan pinggulnya mendorongnya tetap memacu kenikmatan. Lemas nian rasanya, tapi oh…oh..oh…

Ditepi puncak pendakiannya dalam sisa-sisa tenaganya, Ida menyentak- nyentakkan dengan buas, pinggulnya kekiri kekanan, menyeret tonggak itu merebah kekiri atau kekanan, sekaligus menghasilkan gesekan keras batang kajantanan dengan otot dinding kemaluannya. Dirinya tidak mampu mengamblaskan lebih jauh tongkat keras itu, tak kuat rasanya menahan kesesakan. Anton berdesis-desis keenakan merasakan gilasan dikemaluannya. Tetapi ebih dari itu dirinya sangat senang memangku sesosok tubuh indah telanjang yang kelojotan berjuang menggapai nikmat, dengan menggeliat- geliat memeras kejantanannya dengan kewanitaannya. Anton tidak perlu bekerja keras, dirinya cukup memangku dan memberikan dekapan mesra, membiarkan sendiri wanita itu tersengal- sengal menggapai puncak kenikmatannya.

Hingga akhirnya, ‘Hhhhh Tonhhhhh……..’ Dengan setengah menjerit panjang dan parau, Ida kembali meledak dalam luapan kenikmatan yang mengharubiru seluruh sel-sel daam tubuhnya. Sensasi yang luar biasa, mungkin dia belum pernah mengalami sensasi ini seumur hidupnya. Tubuhnya loyo ambruk dalam dekapan sianak, yang dengan penuh kasih memberikan dorongan semangat.

Dalam Mengarungi deraan nikmat dipuncak birahi, Ida merasakan kejantanan siremaja yang semakin kokoh tertanam, sekarang seolah- olah mengejek si liang kemaluan yang telah takluk, dengan berkedut- kedut. Anton dengan teknik kegelnya, membimbing kakaknya tetap bertahan dalam orgasmenya melalui denyutan-denyutan kejantanannya. Bagi Ida yang setengah mati liang kewanitaannya disesaki sitongkat jantan, kedutan itu bagai memeras dari dalam seluruh dinding kewanitaanya. Ida hanya mampu meresapi nikmat orgasme berkepanjangan dengan terengah-engah mendekap tubuh seremaja.

Anton yang tengah mempelajari teknik sex Tao, merasakan puncak kepuasan saat Ida menarungi orgasmenya yang panjang. Anton tidak memerlukan ejakulasi untuk itu. Kebahagiaan wanita telanjang yang didekapnya adalah kepuasannya. Dinikmatinya berlama-lama denyutan kejantanannya dalam kehangatan kewanitaan. Dengan penuh rasa empati kembali didekapnya tubuh telanjang Ida dalam pangkuannya, seolah-olah berbisik, ayo istirahat sayang

Tak rela melepaskan keindahan, Ida terlena, dan tertidur, telanjang dalam pangkuan siremaja. Anton dengan puas menikmati hal tersebut, menikmati setiap senti kulitnya yang bersentuhan dengan tubuh telanjang. Sampai pagi.

Seminggu dikampung, Indro telah diperkenalkan ke seluruh keluarga besar Hindun. Hindun bangga karena banyak yang mengagumi suaminya yang berkududukan lumayan kerja dikantoran di Jakarta. Bahkan Ada beberapa yang meminta bantuan anak atau keponakannya dibantu dicarikan kerja di Jakarta. Indro tak kuasa menolak, bahkan terlajur menyanggupi membantu Tara seorang keponakannya, yang sudah lulus D3 ekonomi tiga tahun lebih tapi tidak juga memperoleh kerja. Akhirnya diputuskan Tara ikut ke Jakarta, setelah mudik. Tara cukup ayu menawan, sehingga menjadi alasan Indro membawanya, untuk diupayakan melamar sebagai resepsionis di kantornya. Kalo penampilan kurang menarik, sulit untuk jadi petugas front office. Awalnya Hindun senang saja Indro bisa menolong sanak keluarganya, Orang tua Tara sepupu dekatnya sangat berterima kasih dan memohon padanya agar membimbing gadis itu sebagai ganti orang tua.

Suatu saat Indro sekeluarga melancong ke air terjun yang berjarak 6km dari kampung, Tara sebagai penunjuk jalan. Ternyata menjelang tiba dilokasi kedua anaknya sudah kelelahan dan tidak melanjutkan ke lokasi, karena harus sedikit memanjat. Indro yang merasa tanggung memilih meneruskan perjalanan bersama Tara. Hindun menemani kedua anaknya bermain air disungai. Kembali dari lokasi air terjun perasaan Hindun tidak enak, dia menduga terjadi sesuatu diantara keduanya, tapi dipendamnya erat- erat, karena tidak ada bukti, apalagi keduanya menunjukkan sikap yang wajar. Hindun berpikir keras, bagaimana mencegah bibit bencana ini. Dirinya kadung sudah janji, tapi tinggal bersama dengan anak gadis yang demikian ayu, sedikit banyak merupakan potensi keretakan rumah tangga. Hindun teringat Anton dan Pak supir. Kesan Hindun kepada keduanya sangat baik, keduanya telah menolong dirinya terhindar dari aib. Apakah mereka bisa meberi saran? Timbul masalah, Tara tidak punya tiket, dan sangat sulit mencari tiket dadakan saat lebaran.

Melalui percakapan di HP, Hindun dengan penuh perhatian menanyakan ‘kesehatan’ Anton, yang dijawab dengan geli ‘Sudah banyak sembuhnya’. Hindun sangat berharap bisa mengulangi terapi, sabagai rasa tanggung jawabnya. Hindun juga mencurahkan masalah, kekhawatiran suaminya tergoda oleh gadis cantik yang akan dibawa ke Jakarta, dia curiga telah terjadi sesuatu diantara suaminya dan Tara. Hindun juga menanyakan kemungkinan pesan tiket bis pulang tambahan. Rupanya bis Anton masih di luar kota dalam perjalanan kembali dari Jakarta.

Otak encer Anton berputar keras, bagaimana caranya dia bisa bersama Hindun, Bang Ridwan dipersembahkannya cewe cantik, sehingga dirinya selain tetap sebagai kenek yang merangkap supir serep juga merangkap suami serep. Setelah mematangkan rencana, Anton menghubungi Hindun, dan memintanya datang ke pool bersama cewe itu, Anton menjanjikan Abangnya, bang Ridwan ’sang supir’ punya rencana jitu. Melalui HP, Anton menguraikan rencana yang katanya ide Bang Ridwan

‘Mas Indro, saya ditemani Tara ke kota mesan tiket bus pulang, abang jaga anak-anak. Mudah-mudahnya kenalan kita kenek yang kemarin bisa bantu’ Hindun memperkirakan bis Anton sudah masuk lagi ke kota…’ Indro setuju saja. Lebih enak main ama anak dari pada kepasar.

Dalam perjalanan berdua Tara, Hindun menjalankan skenario yang dipaparkan Anton via HP ‘Tara, kamu mau merantau ke Jakarta punya simpenan ilmu tidak?’ Bagi orang daerah sana, hal tersebut sudah lumrah. ‘Eee tidak kak, kenapa?’ ‘Wah berat juga kalo tidak, persaingan di Jakarta sangat ketat, jaman sekarang tidak cukup lagi dengan suap dan koneksi, banyak yang main ilmu bahkan jual diri’ ‘Ooo, jadi gimana kak’ Tara memahami. ‘Lebih baik sebelum berangkat ke Jakarta kamu cari bekal ilmu’ ‘Wah Tara tidak paham kak, juga waktunya kan sudah mepet’ ‘Kebetulan kakak ada kenalan orang pintar, nanti kita temui saja’ ‘Ma kasih kak’

DIpool bis, karena ada Tara disisinya Hindun bersikap normal kepada Anton yang sudah menunggunya di kantor pool. ‘Pak kami sudah punya tiket 4, tapi perlu tambahan satu lagi, masih bisa?’ ‘Wah sudah habis sejak dua bulan lalu, dipesan orang’ Sahut Anton akting cuek. ‘Sama langganan tidak bisa dibantu? ‘Coba nanti ketemu Supirnya dibelakang, Kalau mau bangku darurat, bicarakan saja’ ‘Oh iya, Pak supir kan sistennya orang pintar, ini adik saya mau konsultasi’ ‘Nanti sekaligus saja, yuk saya antar’

Didepan pintu kamar untuk para supir ‘Tunggu sebentar, saya bujuk dulu yaa’ Ridwan sudah menunggu didalam: ‘Bang pacar saya yang kemarin saya ceritakan sudah datang. Abang pura- pura jadi asistennya orang pintar, ngasih pengobatan minyak pengasih, seperti yang saya ajarin kemarin, abang nurut aja deh, pasti sukses’ “Rumit kali cara kau, apa nggak bisa yang lebih simpel seperti yang dulu’ ‘Bang ini kan pacar aku, masih baru, ingin segera kubagi sama abang, seperti abang ngebagi. Tapi karena masih baru perlu sedikit muter- muter biar aman, kalo tidak saya langsung diputusin’ ‘Ok lah, kau jangan jauh-jauh yaa, disebelah aja’

‘Pak kami perlu tambahan satu tiket untuk adik saya ini yang mendadak perlu ikut, mengejar batas akhir lowongan kerja, kata adik kenek tadi bapak bisa mengupayakan bangku darurat’ Hindun menahan jengahnya, teringat kejadian seminggu berselang ‘Bisa sih, tapi adik harus bergantian dengan kenek atau saya kalau sedang istirahat’. Ridwan juga kebingungan, Pacar simonyet yang mana sigadis cantik atau kakaknya yang ayu. ‘Oh tidak apa-apa’ Tara menyambut gembira

‘Ngomong-ngomong saya dengar Bapak punya kenalan orang pintar, apa bisa membantu sehingga adik saya ini dapat segera diterima kerja, maklum saja kata suami saya pesaingnya banyak, pintar-pintar, masing- masing punya beking dan yang parah sebenarnya sudah terlambat’ Hindun menguraikan masalah Tara

“Oh iya… orang pintar perusahaan kami sangat hebat, dan untuk urusan begitu perlu waktu, tidak bisa dadakan, lagipula dia diluar kota’ ‘Tolonglah pak’ ‘Eee sebenarnya ada cara lain, yaitu dengan minyak pengasih, kebetulan memang kami punya stok untuk bis-bis kami yang puluhan jumlahnya. Minyak itu sudah dimanterai oleh beliau, saya bisa memberikan ke adik…siapa namanya?…Tara? “Bagaimana caranya pak’ Tara menyahut sedikit curiga, maklumlah banyak beredar berita dukun cabul’ ‘Begini, adik mandi membersihkan diri, nanti diolesi minyak pengasih. Kebetulan ada kakaknya, biar dia yang ngolesi. Nanti saya membacakan manteranya’ Susah payah Ridwan melaksanakan skenario dari Anton. “Ooo, kayaknya bukan dukun cabul, kan kak Hindun yang ngolesi’ Tara berpikir positif, dan menyahut ‘Tergantung kakak, ngerepotin atau tidak’ ‘Gitu aja kok repot kok dik, kita harus berterima kasih kepada Pak Supir yang sudah mau membantu, kursi darurat dan minyak pengasih, bagaimana balas budinya ini pak?’ Respek Hindun kepada supir ini kembali meningkat. “Ah ibu, nasihat guru saya, kita hidup didunia mencari teman’ Ridwan berimprovisasi.

Ketiganya tidak sadar menjadi korban ‘grand skenario’ Anton sianak kecil

“Adik mandi sebersih-bersihnya didalam sana, setelah itu hanya mengenakan sarung ini, berbaring disitu, nanti mbak yang ngolesi, saya yang ngasih aba-aba sambil baca mantera. Saya menyiapkan minyak dan menyiapkan diri dulu’

Tara Keluar dari kamar mandi dengan rambut basah terurai dan hanya mengenakan sarung, tergulung sebatas dada, sungguh sangat menawan bak dewi venus turun dari kayangan. Menggairahkan dengan sebagian paha tak tertutup kain, yang menampakkan keindahan kaki langsing nan indah. Ridwan pura-pura tidak melihatnya, hanya melirik melalui ekor matanya’ ‘Wah hebat nian Anton mencari pacar secantik ini’

Hindun memperhatikan kecantikan Tara, menghela nafas dalam-dalam menahan kecemburuannya,’bibit masalah ini tidak boleh dibiarkan, bagaimanapun caranya Indro tidak boleh digaet olehnya, mudah-mudahan cara Anton bisa berhasil’

‘Pakaian dalamnya sudah dilepas? …silahkan telungkup dibale-bale, santai saja. Mbak duduk disampingnya, Ini minyaknya, siap-siap mengoleskan sesuai aba-aba, saya bersila dilantai, membelakangi, tidak usah malu, saya duduk menghadap kesana membelakangi jadi sama sekali tidak melihat. Lagi pula ruangan agak gelap, lampu saya matikan, hanya sebatang lilin untuk membantu saya konsentrasi.

“Oleskan mulai dari kepala, keleher,’ Ridwan bergumam seolah baca mantera, wesssewesssewesss “Oleskan ke..’Ridwan memerintah sambil pura-pura komat-kamit.

‘Sudah ujung jarinya? Adik berbalik berbaring, mbak lakukan lagi seperti tadi mulai dari rambut turun kedahi dan seterus’ Ridwan berkomat-kamit

Ketika olesan Hindun sampai diarea segitiga kewanitaan, sesusai skenario Ridwan menjerit tersentak kebelakang, seolah dihantam sesuatu ‘Hegg….aduhh’

Hindun dan Tara kaget, Tara sontak bangun duduk, Hindun berbalik, keduanya menatap Ridwan meringkuk dilantai seolah kesakitan ‘Kenapa Pak? Hindun bereaksi, Menjalankan skenario, sambil terengah-engah kesakitan Ridwan menjawab, ‘Adik tidak bersih, minyak pengasihannya menolak masuk ketubuh adik dan berbalik menghantam saya’ Tara terkesima ‘Maksud bapak?’ “Adik dalam tiga hari ini baru berhubungan dengan lelaki, yang parah lelaki ini tidak sah, di anu adik masih ada sisa lelaki, yang menjadi kotor karena tidak sah’ Anton merancang skenario ini setelah menyerap keluh kesah Hindun atas kecurigaannya di air terjun. Ridwan mengerenyitkan mata seolah menahan rasa sakit.

Tara kaget, ‘Oh betul kemarin lusa di air terjun dirinya merelakan Indro menyetubuhinya, hebat sekali orang ini’ Hindun meluap amarahnya menahan benci ‘Ooo betul kecurigaanku kemarin, berani mereka macam-macam padahal kami berada tidak jauh, hebat juga Bapak ini bisa menebak kejadian yang tidak dilihatnya’ Hormat Hindun sekarang pangkat tiga.

“Jadi bagaimana pak?’ Tara cemas, cemas karena gagalnya pengasihan, tapi lebih cemas lagi skandalnya diketahui Kak Hindun, mudah-mudahan dia tidak sadar, tapi kan tiga hari ini saya kan bersama keluarga mereka terus, waduh gimana ini? ‘Agghh panas…, mbak tolong cari Anton suruh dia menghubungi orang pintar lewat telepon agar membantu saya mengatasi masalah ini, mudah- mudahan bisa dari jauh, barangkali dia dikamar sebelah’ ‘Baik pak’ Hindun patuh keluar kamar. Adegan babak pertama berakhir dengan sukses.

“Sekarang terserah adik, ritual dilanjutkan atau tidak, tetapi sekarang situasinya sulit, kalau guru saya ada disini tidak masalah, tapi karena tidak ada jadi agak berabe’ ‘Berabe gimana pak? Tara agak lega Hindun pergi khawatir dia curiga. ‘Ritualnya menjadi sulit karena kotoran dalam tubuh adik menolak, sedangkan mantera sudah dilepaskan, harus ada yang kalah’ ‘Ya sudah, saya nurut saja kata bapak’ ‘Itu yang berabe dik, ritualnya menjadi berat, ilmu saya masih cetek sehingga harus kontak fisik. Kalau tidak ada masalah, saya mampu, tapi sekarang gimana yaa? Lumayan juga akting Ridwan sebagai dukun alim. ‘Saya nurut saja, tapi mohon pak jangan bilang sama kakak, saya berhubungan dengan lelaki tidak sah dalam tiga hari ini, tolong pak’ ‘Wah, adik ini benar-benar merepotkan, masa saya harus bohong? ‘Tolong pak, saya takut dimarahi’ ‘Ya sudah lihat nanti’

‘Sekarang lampu saya nyalakan, saya perlu melihat agar jelas masalahnya, kontak fisik tidak bisa dihindarkan’ ‘Iya pak’ Tara sudh pasrah ‘Yesss suksesssss’ Ridwan bersorak dalam hati, hebat nian si Anton, luar biasa rencananya’ ‘glegghhh’ Tak sadar dia menelan ludah, wuihhh dua kali dia dikasih cewe alim, cantik-cantik lagi.

“Dik saya ulangi ritualnya ya, kalau nanti terasa ada gejolak dari dalam tubuh jangan ditahan, mudah-mudahan kotoran bisa keluar lewat pori-pori’ Ridwan duduk bersimpuh disisi tubuh yang berbaring telentang lurus. “Cantik sekali wajah yang terpejam malu ini, betapa halus kulit remajanya, putih mulus. Betapa indah tubuh ramping yang hanya terbalut sarung, lekuk-lekuk tubuhnya tak mampu disembunyikan kain tipis. Pandangan matanya melahap kaki jenjang telanjang sampai dipertengahan paha, betapa beruntung dirinya’ Dibalurkan minyak itu kekedua telapak tangannya, dibalurkannya mulai dari kepala, kedahi, seputar mata, keseluruh bagian wajah yang cantik terpejam’ Tidak lupa Ridwan berkomat-kamit tidak karuan, wessewesssewsss.

Dilulurkan minyak oleh tangan perempuan dan tangan lelaki sungguh jauh berbeda. Muka Tara terasa panas, malu wajahnya disentuh tangan kasar. Dadanya mulai berdebar. Ada sedikit kecurigaannya orang ini dukun cabul, tetapi dari tadi dia kan memang tidak mau kontak fisik, dan dia sangat hebat bisa tahu dirinya baru bersetubuh dengan lelaki. Oh memang dirinyalah yang menimbulkan masalah.

Terasa minyak habis menyerap, dibalurkannya lagi, digosokkannya dengan lembut dikedua sisi telinga sang gadis, diperhatikannya mata terpejam itu sedikit berkejap, memang benar bagi kebanyakan wanita daerah telinga termasuk paling peka. Balurannya turun kekulit halus dileher jenjang, terus menurun ke sebelah tangan, dilihatnya leher gadis itu bergerak menelan ludah. Ridwan ingat benar-benar instruksi Anton, harus sabar dan disiplin, dipatuhinya seperti isi kitab suci. Dijangkaunya lengan gadis yang satunya, yang membuat dirinya terpaksa beringsut lebih merapat. Terasa kering tangannya, dituangkan lagi minyak, kembali dibalurkan dipangkal lengan, yang segera dirasakan ditumbuhi bulu-bulu halus. Ridwan menahan nafas, karena daerah itu merupakan salah satu daerah favoritnya, tidak sabar dia ingin melumatnya, tapi ditahannya, karena ingin sukses. Terasa jemari kasar itu menyentuh pangkal lengannya yang juga pangkal payudaranya, Tara tertahan nafasnya oleh munculnya gejolak birahi. ‘Ohh telapak tangan kasar itu meraba seluruh dadanya yang telanjang tidak terbalut kain, ohhh’ Sungguh berbeda saat tadi dibaluri oleh tangan halus Hindun’ Tara memejamkan matanya lebih kuat, tangannya mencengkeram bale-bale yang terasa keras dibawah punggungnya. Setengah berharap tangan itu agak sedikit kurang ajar. Ridwan yang sangat cermat memantau perkembangan, memahami bahasa tubuh tersebut, tetapi dia tetap disiplin. Balurannya pindah ke ujung kaki ‘Ahh sial…’ Tara sedikit gemas, padahal dia yakin susunya akan segera disentuh. ‘Bapak ini memang benar-benar sopan’ Tara mengatur nafasnya pelan-pelan mencoba tidak ketahuan, gejolak birahinya yang tadi meletup sekarang agak mereda. Dinikmatinya baluran minyak oleh tangan kasar menjalari telapak kaki, pergelangan, betis, naik kelutut. Berpindah kekaki sebelahnya, terasa badan supir ini semakin merapat karena harus menjangkau kaki sebelahnya. Tara segera menyadari bahwa silelaki sudah rapat disisi tubuhnya yang terbaring lurus. Saat mulai menjangkau daerah diatas lututnya, kembali dada Tara bergemuruh didera birahi. Bulu-bulu dikakinya bangkit ‘Wesssewessewesss…wesewesssewe sss… Dik saya merasakan penolakan mulai muncul, saya akan sedikit menekan, kalau ada apa-apa jangan ditahan, mudah-mudahan bisa lepas’ sambil berkomat-kamit Ridwan memberi aba-aba. Bila tadi hanya sekedar membalur, sekarang kedua jemari Ridwan melakukan gerakan mengurut, mulai dari atas lutut naik kepangkal pertengahan paha. Ridwan melihat tubuh itu menegang, saat urutan tangannya semakin naik keatas kepangkal paha yang telanjang tidak tertutup kain. Ridwan memindahkan urutannya paha sebelah, gadis itu mulai mendesah ‘Hhhh…’ tubuhnya menggelinjang pelan. ‘Wesewessewesss’ Diremasnya dengan perlahan tapi kuat, sambil diurut. Licinnya minyak melipatgandakan efek kenikmatan, urutan telapak tangan Ridwan disekujur paha yang telanjang. ‘Ahhh…’ Tara mulai mengeluh menahan deraan birahi. Sensasi paha telanjangnya diurut dukun sakti dengan tangan kasar berbalur minyak menghantarkan gadis itu ke angan-angan binalnya. Tubuhnya menuntut lebih. ‘Adik, eee yang tidak tertutup kain sudah, eee tinggal yang ditutup kain, eee gimana yahh, saya malu juga nih, soalnya tidak pernah sampai harus kontak fisik’ ‘Hhh… terus saja pak…jangan ragu…’ Tara membuka matanya melihat sesosok tubuh lelaki duduk disisinya menggaruk-garuk kepala dengan wajah kebingungan. Dalam diri Tara sudah bercampur antara ambisinya sukses di Jakarta dengan hausnya pemenuhan birahi’

(Penulis: kalau ada juri piala oscar, Ridwan pasti dapat nominasi karena kehebatan aktingnya’ ‘Eeee..malu dik…’ ‘Jangan pak, kasihan saya dong kalau sampai pengasihannya gagal’ Tara menangkap keraguan dukun ini, dibukanya lilitan sarung didadanya diturunkannya sampai keperut. Tuiiinggg, tersembullah sepasang bukit kembar, menjulang menantang. Bukit kembar mulus seputih salju dengan dihiasi puncak kemerahannya yang sudah menegang sedari tadi. Bukit kembar gadis muda yang nyaris tidak pernah disentuh lelaki, dengan bentuk yang sungguh sempurna. Sekuat tenaga Ridwan menahan dirinya untuk segera menyosor tubuh telanjang itu, bahkan dia pura-pura melengoskan mukanya sambil memejamkan mata. Tara sudah yakin 100% kealiman dukun ini, diraihnya tangan sang dukun, dengan sinyal jangan ragu-ragu. Sambil melengos dan memejamkan mata, Ridwan kembali menuangkan minyak ketangan, mulai membalurkan disekujur bukit kenyal yang indah. ‘Hhhhh….’ Tara tersentak merasakan jemari kasar membalurkan minyak dipayudaranya, birahinya meledak dengan intensitas semakin kuat. Tubuhnya menegang, matanya terpejam. Tidak sadar tangannya gemas menggenggam jemari yang sedang menjarah dadanya. Merasakan jemari halus meremas tangannya yang sedang bekerja, Ridwan mengintip dan segera membuka matanya lebar-lebar mengetahui Tara kembali terpejam. Matanya nanar melahap keindahan sepasang payudara gadis cantik ini. Ridwan menghayati perannya, berupaya tangannya hanya melakukan gerakan membalur minyak, ditahannya keinginan untuk meremas dan memelintir pentil keras itu. “Hhhhh….’ Sesak nafas Tara menerima belaian kuat dipayudaranya. Tubuhnya semakin bergelinjang, tak sadar jemari halusnya meremas tangan yang memberinya kenikmatan. Ridwan membalurkan minyak kepayudara sebelahnya, yang semakin menggeletarkan tubuh telentang gadis cantik ini. Kedua belah tangan gadis ini sekarang sudah memegang masing-masing pergelangan tangannya, menahannya untuk pindah membalur ketempat lain. ‘Ohhh….’ Tara sudah mulai mendesah, menginginkan ritual lebih dipayudaranya. Tangannya mencengkeram pergelangan tangan si supir yang dari tadi sangat nakal menjarah tubuhnya, menekannya kedadanya. Ridwan memenuhi harapan sigadis, kedua tangannya yang dicengkeram sigadis, memulai teknik massage, dengan bantuan minyak telapak tangnnya berputar dan menekan. Baluran minyak diseputar lereng masing- masing bukit kenyal, membuat tubuh si gadis begelinjang keras. “Ohhh…’ Tara mendesah, sepasang kaki yang tadi rapat lurus membujur mendadak kejang, terlipat, seolah menahan derita dera kenikmatan. Paha terangkat dan lutut yang kejang tertekuk rapat keatas memaksa sarung yang tadi menutup sebagian pahanya, melorot, menampakkan semakin banyak ketelanjangan paha dan pangkal pahanya. 




Nanar mata Ridwan menerima pemandangan hebat ini, dikomandoi tangan Tara yang mencengkeram masing-masing pergelangan tangannya, Ridwan mulai membantai kedua payu dara itu, balurannya ditekan lebih kuat. Masing-masing telapak tangannya menekan kuat dan memutar bak mengurut masing-masing susu yang berani kurang ajar menjulang dihadapannya. Tangan kiri memutar searah jarum jam, tangan kanan melawan jarum jam, bagai buldozer hendak meratakan bukit kenyal. ‘Ahhhh….’ Tubuh Tara bergetar menerima perlakuan ini, bagian bawah tubuhnya menggelinjang melengkung kejang menahan derita, mencoba merapat ketubuh lelaki yang disisinya. Lututnya yang terlipat berusaha menjangkau sia-sia tubuh dukun yang memberinya derita nikmat. Bagian bawah tubuhnya setengah meringkuk merapat, membuat Ridwan dihadiahi pemandangan ketelanjangan pinggul dan pangkal paha si gadis. Ridwan pura-pura sebelah tangannya hendak beranjak membalur bagian lain, segera ditahan oleh cengkeraman tangan Tara, seolah berkata ‘jangan…, jangan pergi’ ‘Wessewessewsss, Dik semua sudah, tinggal yang itu…’ dengan komat- kamit Ridwan bertanya, sambil memeras ganas kedua susu itu. ‘Ohhh…pak….iya pak…hhh’ Kacau sudah logika sigadis didera birahi nikmat yang ditimbulkan baluran minyak tangan ganas Ridwan yang lihai. Tapi tangannya tidak rela melepas kenikmatan yang mendera susunya, dicengkeramnya agar tidak pindah ke lain hati ..eh.. ke lain tubuh. ‘Wahh kebetulan’ pikir Ridwan, sambil terus memeras kuat tapi lembut, tubuhnya beringsut, beranjak, setengah berlutut, kebagian kaki Tara. Posisi tangannya sekarang menjangkau lurus payudara itu, sambil tetap memeras. Dengan hati-hati saat posisinya sudah OK, sambil kedua telapak tangannya menekan dan memutar susu, kedua pasang ibu jari dan telunjuknya memelintir pentil susu yang dari tadi mangganjal. ‘Ohh…pak..ohh..’ kesekian kalinya Tara mengeluh dan menggelinjang. Dengan lihai kedua siku Ridwan mencongkel kedua belah paha yang terkatup rapat, memaksanya membuka. Paha itu menolak, karena masih kejang menahan derita nikmat, dagu Ridwan turun membantu nyelip di lutut Tara, membongkar lipatannya, telapak tangan dan jemarinya bekerja sama memerah dan memelintir. Terkangkangklah paha itu dihadapan wajah Ridwan yang setengah telungkup dibagian bawah tubuh Tara. Tanpa ba..bu lagi Ridwan segera melumat pangkal kewanitaan sigadis, menuntaskan kegairahan yang sedari tadi ditahannya setengah mati. “aghhh…’ Tara merasakan ledakan nikmat dibagian tubuhnya yang lain, saat lidah Ridwan terasa mencucuk mulut kemaluannya. Kedua tangannya segera mencengkeram kepala yang begitu kurang ajar mejamah daerah kesuciannya.

Kalau sudah begini, Ridwan sangat pede (percaya diri), pelacurpun takluk pada kelihaian lidahnya, apalagi gadis kencur ini. Kedua tangannya sudah diistirahatkan, diselipkan dibawah bokong sigadis, mengganjalnya agar lebih terkangkang, sekaligus membantu sigadis agar lebih mudah menggelinjang. Lidahnya sekarang mulai bekerja. Desahan Tara sudah mulai tak terkendali, kepalanya terhentak kekiri dan kekanan, nafasnya tersengal-sengal.

Santai saja Ridwan menjarah pangkal paha sigadis, santai saja lidah itu menjilati, mengecup, mengulum, mencucuk, bahkan mengemut daerah kewanitaan. Pinggul Tara menggeliat meronta mecoba melarikan diri, setiap saat lidah yang kasar dengan buas menyentuh bagian tubuhnya yang paling intim. Kedua belah tangan Ridwan yang mencengkeram kedua belahan bokong sigadis, membantu Tara mengelinjangkan pangkal pahanya. Bak sedang makan separuh buah semangka yang dibelah, Ridwan sepuasnya melahap hidangan liang kewanitaan Tara. Mulutnya menjilat, mengecap dan menghirup kelaparan, kedua belah tangannya membantu bokong sigadis bergetar-getar. Tara tak berdaya dilanda arus birahi hingga tiba dimuara puncaknya. Tangannya hanya mampu mencengkeram kepala dengan rasa tak tertahan, jepitan pahanya tidak mampu meredakan sedikitpun dera nikmat.

Saat itulah tanpa disadari keduanya, Anton masuk keruangan. Pandangan Ridwan terhalang kedua paha yang menjepit kepalanya, Sedangkan Tara, boro-boro melihat, sadarpun tidak, matanya terpejam terus, kadang terbeliak hanya putihnya saja. Kalau ditanya berapa satu tambah satu, jawabannya pasti ‘terus…ohh teruss’. Dengan diam-diam Anton menggunakan kamera digital perusahaan mengambil beberapa foto adegan menggairahkan tersebut, diupayakannya wajah cantik Tara yang terengah- engah melonjak menahan nikmat, tertangkap jelas kamera digital murahan yang cuma 3,2mega pixel. Selanjutnya diambilnya juga gambar dalam mode movie, sampai kapasitas memorinya habis.

Tak lama kemudian Tara meledak dalam puncak kenikmatannya’ ‘Pak…..arghhhh…ohhh’ , mendesahkan berkali-kali nafas panjang, karena lidah silelaki terus saja dengan santai melumat bagian tubuhnya yang paling peka. Tara merasakan tubuhnya kembali meledak dan meledak, bahkan menggelinjangpun dia tak kuasa. Kedua belah tangan Ridwan senaknya saja memutar-mutar bokongnya, bak tangan ibu menampi beras untuk dimasak. Santai saja Ridwan memutar-mutar bokongnya sesantai lidahnya mengemoti bibir kemaluannya, selama itu Tara lupa diri terbang keawang-awang. Semenit berlalu, puncak nikmat itupun berlalu, meninggalkan jejak nafas tersengal-sengal, dan tubuh lunglai tak berdaya. Tak pernah Tara merasakan kepuasan sedemian intens dan sedemikian panjang. Berapa kali persetubuhan dengan pacarnya, sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan saat ini. Hujaman kejantanan Indro dua hari lalu di puncak air terjun, walaupun banyak memberikan nikmat tapi tidak intens karena bagian dari upayanya menyogok Indro membantunya menggapai ambisi.

Melihat sigadis sudah lunglai, dengan penuh kepuasan, Ridwan menghentikan siksaannya, dia berpikir menganalisa, untuk langkah selanjutnya dia mengikuti saja skenario Anton . Dibaringkannya tubuhnya miring disisi Tara yang lunglai tertelentang telanjang, terpejam. Sarung yang tadi dikenakan kini hanya menutup sebagian kecil perutnya saja. Dikaguminya kedua bukit kembar yang indah menjulang bergetar-getar akibat nafas yang tersengal-sengal. Dirangkulnya tubuh telanjang sigadis, tangannya meraih botol minyak, dituangkannya sedikit di bagian dada yang menantang, kembali dibalurinya dada yang telanjang. Lembut dan penuh kesopanan.

Sekian menit, akhirnya kembali juga Tara kealam sadarnya walaupun masih sedikit, kalau IQ normalnya 105,sekarang mungkin baru 85. Perlahan-lahan dirasakannya baluran lembut minyak di dadanya, ‘ohhh…kok bisa ya ritual berbuah kenikmatan seperti ini?’ Lupa diri didekapnya tubuh sidukun, seolah berterima kasih dan gemas’

Sembari terus melaburi dada dan payudara dengan minyak, Ridwan dengan cermat membaca bahasa tubuh sigadis. “Anu dik…, ilmu saya masih cetek…kayaknya saya tidak mampu membersihkan dengan tuntas, Minyak pengasihannya tidak juga berhasil menyatu sempurna ditubuh adik, mungkin karena masig ada sedikit kekotoran itu yang tertinggal di bagian-bagian sulit.’ ‘Ngg jadi gimana pak…hhh’ kembali nikmat menyentuh dadanya. ‘Ohh bapak ini benar-benar baik, walaupun saya sudah telanjang bulat, dia tidak melakukan apa-apa’ Tara sudah percaya 100% kepada dukun ini. Pacarnya dan Indro sama saja, buru-buru masukin anunya kekewanitaanny, enak sih’.

Ridwan terus melabur, berupaya melenakan kembali sigadis ‘Saya coba lagi, mudah-mudahan berhasil, coba dilepas sarungnya’ Tara mengangkat pinggulnya, memudahkan Ridwan meloloskan sarung itu. Tara merasakan kembali nikmatnya tangan itu melaburi tubuhnya dengan minyak, gairahnya kembali meletik. ‘Mmmmm …’ Tara mendesah kecil Laburan Ridwan semakin bebas, mengarah di segitiga kemaluan naik atas berputar diperut, naik lagi, merambah payudara, memerah keras, menuruni lereng, merambah payudara sebelahnya, memerah keras disana, memelintir mencoba menggusur pentil, turun kebawah, berputar dipusar, menjamah gundukan daging lembut dibawah pusar, ketiga ujung jarinya telunjuk, tengah dan manis, mencongkeli lembut sisi bibir kemaluannya. ‘Shhh…’ Tara menggelinjang Kembali Ridwan mengulangi ritualnya “Shhh…shhh…’ semakin menggelinjang Dengan penuh kesabar Ridwan mengulangi berkali-kali ritualnya.

Kedua tangan tara sekarang dikalungkan dileher sidukun, mendekap,mencari kekuatan menahan dera kenikmatan yang datang kembali, wajahnya dibenamkan dileher. Ridwan membantu mengganjal leher sigadis dengan lengan kirinya, merangkulnya dengan mesra. Tangan kananya bergerilya kemana-mana. ‘Pak…ohhh…ohh’ kembali Tara mengeluh, saat telapak tangan sidukun tidak lagi melaburi, tetapi ketiga jari, telunjuk tengah dan manis, merambah hutan lebat disekitar gua kewanitaannya. ‘Shhhh…hhhh’ Tara menggeliat ketika jemari itu dengan sengaja memutar klitnya dan sesekali memelintirnya

Ridwan mencermati bahasa tubuh sigadis, ‘yesss doi sudah balik lagi gairahnya’ Dengan semakin bersemangat, ketiga jemari Ridwan melaksanakan ritual dengan penuh disiplin. Menghantarkan kembali tubuh sigadis kealam bawah sadarnya. Tubuh telanjang itu kembali menggelinjang-gelinjang. Tapi sekarang tangan Tara sudah bisa memeluk erat tubuh sidukun, melampiaskan dera nikmatnya. Wajah Tara yang terpejam merapat kewajahnya sambil memeluk mesra, seolah dirinya adalah kekasihnya tercinta, disengajanya jari tengah menelusup agak dalam kegua kewanitaan si gadis, yang membuat matanya berkerenyit menerima sentakan nikmat. Tak sadar sigadis melumat bibirnya mencari penuntasan nafsu. Ditariknya kembali sijari dan ditelusupkannya lagi, beberapa kali. Dirasakannya pinggul sigadis menggeliat menggerakkan liang kewanitaannya mengejar selusupan jemari, ‘Pak ohh..ohh..pak…ohh…’ Tara mulai menceracau

‘Wah kayaknya sudah bisa nich’ Ridwan memutuskan untuk melakukan penetrasi Dengan meningkatkan keahlian jemarinya menggusur mulut dan liang kewanitaan, Ridwan berspekulasi ‘Dik jari saya tidak bisa melaburi kotoran yang didalam’ ‘Pak ohh..pak…ohh ter..ohh.terserah ..hhh bapakhhh’ Susah payah Tara menyahut, pasrah 100%, tidak peduli lagi dengan ritual, dirinya kembali terbuai arus birahi.

Dengan sigap Ridwan melepaskan kaus dan celananya, wuihh kalau bisa diukur kecepatannya, barangkali bisa masuk Musium Rekor Indonesia atas kecepatan menelanjangkan diri. Tangan kirinya kembali memeluk leher sigadis, jemari tangannya kembali melakukan pembantaian yang sejenak tertunda di pangkal paha si gadis .

‘Shh …hhh’ hanya kurang dari 7 detik rabaan dikewanitaanya hilang, kerinduan menyesak akan jamahan jemari itu, terpuaskan, lega. Bahkan melipatgandakan intensitas kenikmatan. Seolah memahami kerinduan sigadis, Ridwan semakin sering dan semakin dalam menyelusupkan jemarinya kelubang itu.

‘Adik, jarinya nggak sampai, pakai yang lain yaa..’ Ridwan menelusupkan jarinya lebih dalam ‘Ahhh…pak..ahhh…iya ahhh…iya…’ Hilang kembali kesadaran sigadis. Sambil tetap dengan lembut berulang-ulang menelusupkan jarinya, tangan kiri menggapai botol minyak ‘Dik, mana tangannya …’ dituangkannya sedikit ditangan kiri Tara ‘Nggg..dik laburkan minyak ke anu saya’ kali ini jarinya agak keras menggosok klit

‘Ohh….’ Tara tersentak, seolah mendapat pencerahan tangannya turun kebawah menggapai sesuatu yang hangat mengganjal perutnya, digenggamnya dengan gemas. ‘Laburi dengan minyak dik…’ Ujar Ridwan sembari menelusupkan jarinya agak dalam Yang terjadi tangan Tara membetot agak keras, Bagi Tara yang masih kencur, ukuran penis sikondektur yang sedikit lebih kecil dari kejantanan Indro yang dua hari lalu dinikmatinya, tidak jadi masalah. Dia tidak bisa membedakannya. Seumur hidup Tara belum pernah memegang benda seperti ini, persetubuhannya dulu dengan pacarnya dan Indro selalu dalam kondisi terburu-buru, tancap, genjot dan lemas.

‘Saya coba lagi ya dik…’ Ridwan bertanya dengan menyamarkan maksud pertanyaanya, mulutnya sekarang membantu dengan mengulum sedalam- dalamnya payudara sigadis, dikemotnya kuat-kuat, sembari jarinya menekan kuat klit ‘hhh…iya…hhh pak..shh’ Tara asal sahut, tidak sadar apa yang akan terjadi. Dengan sigap Ridwan mengambil posisi, dkangkangkannnya lutut sigadis, setengah berlutut diposisikan pinggulnya dikangkangang paha, diarahkannya si tongkat keras ke sasaran mulut kemaluan, ditempelkannya, dirasakannya pada kepala meriamnya liang yang basah dan hangat, tanpa tadeng aling-aling ditekannya dengan lembut tapi kuat. Slepp…masuk setengah ‘Yess soraknya dalam hati, memang hebat si Anton, untung bener aku dibuat monyet itu’

‘Ohhhhh….’ Tara mendesah panjang, matanya terbelalak, wajahnya terpana, kalau boleh dibilang melongo, merasakan sesuatu masuk kedalam sanubarinya. Birahi sudah memutar balikan otaknya, membuat seluruh tubuhnya berusaha menggapai kembali kenikmatan birahi. Ridwan menarik tongkatnya perlahan, yang ditimpali Tara dengan cengkeraman keras dipinggulnya, ditekankan kembali perlahan namun lebih kuat, dirinya menemui hambatan lebih kuat, Ditariknya perlahan, sampai kepala meriamnya hampir lepas, ditekannya kembali, slepp, masuk dengan cukup baik. ‘Aduhhhh….’ ‘Saya coba lagi ya.. Tahan sebentar dik, agak sulit letaknya, ‘Ridwan menarik kembali perlahan kejantanannya, sampai hampir lepas, membuat wajah gadis cantik itu terkesima menahan rasa. Kuku jarinya dicengkeram keras ke bokong supir yang telanjang, mencegahnya pergi. Ridwan menekan kembali perlahan tapi lebih keras kali menekan keras sisi bawah liang kewanitaan’ ‘Ahhhhh…pak…’ Tak tahan Tara mendesah melepas nikmat. Dengan sistematis Ridwan menghujamkan kejantanannya perlahan, tapi keras menekan sisi-sisi dinding kemaluan digadis, yang selalu membuat tubuh indah itu menggelinjang-gelinjang diiringi desahan nikmat dan sengalan nafas. Tak lama kemudian menghantarkan Tara ke titik akhir pendakiannya. ‘Shh..shhh…’ tubuh telanjang Tara kelojotan dibawah penindasan kejantanan sang dukun. Tara tak sadar kedua belah kakinya yang terkangkang merangkul pinggang sidukun, menjepit keras, menyuarakan tuntutannya agar hujaman kejantanan itu semakin buas dan buas.

Dengan terkejang-kejang Tara kembali meraih gelombang puncak birahinya. Ridwan sungguh puas menikmati sensasi, tubuh gadis cantik telanjang kelojotan dibawah hujaman kejantanannya. Dihantarnya sang gadis sejauh mungkin melayari dera kenikmatan, melalui tekanan kuat tongkat kerasnya yang perlahan-lahan digesekkan di sisi atas pangkal kewanitaan sigadis. Hingga akhirnya fisik Tara tidak mampu lagi bergelinjang, lemas tak berdaya. Mencoba menanamkan kesan sepositif mungkin, Ridwan menghentikan hujamannya, saat tubuh sigadis sudah lunglai, terlentang, walaupun kejantanannya masih keras menginginkan perlombaan itu dilanjutkan. Ridwan memang tidak menyukai menghantami gedebong pisang, kepuasannya adalah membuat perempuan terlonjak-lonjak. Seolah akan memberi bantuan dorongan hidup, Ridwan dengan tongkat yang masih keras tertancap, menelungkupkan tubuhnya diatas tubuh Tara, merapatkan tubuhnya dengan mengandalkan berat tubuhnya, berupaya memberi semangat dan tenaga. Tara menyambutnya dengan pelukan mesra, seolah-olah menumpahkan kasih sayang demikian mendalam.

Selang beberapa saat, Tara sudah mulai kembali kealam sadarnya, Ridwan melepaskan dekapannya dan bangkit duduk disisi Tara, dengan kaki terjuntai ke lantai. ‘Dik, sisa kekotoran sudah berhasil diserap, maaf ya karena ilmu saya cetek terpaksa harus kontak fisik. ‘Iya pak terima kasih pak’ Tara sangat meyakini kejadian sedari tadi adalah benar-benar ritual pemberian minyak pengasihan Adik harus ingat pantangannya, jangan sekali-kali berhubungan dengan lelaki yang buat adik tidak sah, seperti istri orang. Pengasihannya akan menjadi tidak manjur, kalau dengan pacar tidak masalah, demikian juga dengan duda.’ ‘Iya pak’ ‘Wah adik jangan anggap enteng syarat tersebut, misalnya adik numpang dirumah mbak Hindun, terus Suaminya datang menghampiri dengan janji dimasukkan kerja, bisa tidak menolak, ingat kemarin lusa adik sudah …’ ‘Ooo, terus gimana pak’ ‘Sebenarnya gampang, kalau ada lelaki yang minta hubungan sex, danadik takut menolak ada beberapa trik khusus’ ‘Eee gimana pak? ‘Kalau sudah telanjang dan segera bersetubuh, adik berupaya agar barang lelaki tidak memasuki barang adik, dengan cara kocok saja diluar, kalau sudah puas pasti loyo, aji pengasihannya aman, tanpa dia tersinggung. Bahkan ada kemungkinan semakin senang’ ‘Gimana itu pak, saya kurang jelas’ ‘Wah gimana ya, barangkali lebih jelas dipraktekkan saja’ ‘Betul pak, tolong dong jangan ragu mengajari saya’ ‘Ok” Ridwan kembali membaring badan disisi Tara, kali ini disebelah kiri

‘Ngg gini dik, misalnya bos adik memaksa dilayani, adik tak kuasa menolak, dan adik berdua sudah telanjang seperti kita sekarang, barang bos adik siap masuk, tangan adik kesini…ya…..adik memasturbasi barang ini’ Ridwan meraih tangan Tara untuk menyentuh tongkatnya yang tetap bertahan dalam kekerasannya menunggu penyelesan’ ‘Gini pak’ Tara menggenggam daging panas itu, kenyal keras dan berdenyut. ‘Adik remas dan digosokkan perlahan-lahan, seperti ini’ Tangan RIdwan menuntun jemari halus Tara mempraktekkan ‘Yaa..hhhh…betul’ ‘Remas keras…hhhh…gosok….lepashhh…’ Ridwan sedikit kesulitan menuntun Tara, karena birahinya kembali melonjak-lonjak, setelah diinterupsi sesaat.’ Tara tekun memprakekan seni rahasia ini, gembira dapat bekal baru. “Adik perhatikan reaksinya’ Ridwan menahan nafas’ saat anunya kembali dibetot ‘Apa yang diperhatikan pak?’ ‘Kalau semakin keenakan dan sudah hampir sampai, adik maksimalkan gerakannya’ Ridwan merasakan puncak gairahnya hampir tiba ‘Yang bagaimana itu pak’ ‘Ehhh, sshh… kira-kira kaya begini…adik perhatikan…’ Ridwan menggeliat nikmat ’sshhh…enak dik…shhh’ tubuhnya menggelinjang- gelinjang, paha kanannya ditumpangkan dipaha telanjang sigadis, merapatkan diri. Tara merasakan batang keras kenyal meronta-ronnta dalam genggam tangan kirinya, terasa merapat dipangkal pahanya, panas, “Maksimalkan bagaimana pak gerakaknya?’ Sambil berbaring telanjang dan tangannya membetot-betot kejantanan lelaki yang berbaring rapat disisinya. ‘Ahh..adik pintar…, saya tidak tahan lagi….hhhh…terserah adik’ Ridwan memeluk erat tubuh telanjang dihadapannya, menahan nikmat, kejantanannya dibetot-betot. Tara asal-asalan membetot-betot semakin keras dan semakin cepat, ‘Shhh…dik saya tak tahan, ‘ RIdwan menggeliatkan tongkat kerasnya dipangkal paha telanjang sigadis, terasa sangat nikmat, sekaligus dijepit keras jemari halus ‘Hhhh saya terpaksa mengeluarkan, shhh keko…shhh…toran yang…hhh…tadi terseraphhh, ayo dik…terus…yang keras…” Susah payah Ridwan berakting diujung ejakulasinya Perasaan aneh menyeruak diri Tara merasakan tubuh lelaki telanjang menggelepar telanjang diatas tubuh telanjangnya. Bak Newton menemukan teori apel jatuhnya, Tara menemukan betapa lelaki bisa melonjak- lonjak bila tingkat kerasnya dibetot-betot, oh ilmu baru. Terasa ditelapak tangannya, yang sudah kelelahan meremas dan membetot, daging kenyal keras itu berdenyut-denyut, dan memuntahkan sesuatu yang terasa panas di pangkal pahanya. Ohh pak dukun mendekapnya kuat-kuat, oh betapa mesranya, ohh pahanya keras sekali menekan pahaku. Tak sadar tangannya terus membetot hingga akhirnya batang daging itu mulai lunglai dan semakin lunglai, dan lemas, lunak menyerah digenggaman tangannya.

“Adik maaf yaa, karena mengajari tadi, terus adik pegang, saya tidak tahan, adik mulai pintar. Kebetulan juga saya perlu membuang kekotoran yang tadi saya serap. Jadi kalau nanti ada lelaki yang adik tidak berani menolaknya, lakukan saja seperti tadi’ ‘Ah bapak saya yang harus terima kasih, teknik itu apakah selalu manjur?’ ‘Mudah-mudahan, kalau adik sudah di Jakarta nanti, kalau kebetulan saya pas disana, nanti saya coba periksa apakah pengasihnya masih manjur’ ‘Oh terima kasih pak…terima kasih…budi bapak rasanya sulit sekali terbalas, pertama kesempatan bangku, minyak pengasih, terus jurus tadi. Tapi bagaimana dengan saya dianuin Bang Indro, saya takut Kak Hindun…’ Ridwan bersorak mendengar gadis ini sangat berterima kasih sudah disantapnya, sukses skenario Anton. Kalau sukses Anton janji pacarnya akan di sharing jangka panjang (penulis: buset dah…) ‘Jangan takut nanti saya cari alasan, adik yang penting menyangkal saja pernah digituin sama suaminya, dan juga jangan sampai suaminya ngaku’ ‘Terima kasih pak…’cup Tara mengecup mesra pipi sisupir ‘Gimana balas budinya pak, saya belum punya uang’ ‘Tidak usah adik pikirkan, bagi kami uang tak ada artinya, saya sudah menerawang tadi, adik nanti akan sukses menjadi karyawan dengan kedudukan bagus, kurang dari tiga tahun, asal pantangan tadi dipatuhi. Nah kalo sudah nyetir mobil bagus, gaji besar, bahkan nantinya punya suami baik, ganteng dan kaya, adik tidak boleh lupa sama saya supir bis antar provinsi. Disitu baru adik dituntut imbalannya, itu konsekuensi ilmu ini’ ‘Iya pak, pasti pak’


sumber:www.krucil.com

No comments:

Post a Comment