Thursday, June 14, 2012

Kakak Kekasihku

Namaku Rudi tinggal di Bandung . Aku baru saja menyelesaikan kuliah di salah satu universitas di Bandung . Saat ini aku mempunyai seorang pacar bernama Maya. Maya tinggal bersama orang tuanya dan seorang kakak wanita yang bernama Mbak Sylvia. Maya berusia 23 tahun sedangkan Mbak Sylvia berusia sekitar 25 tahun, atau lebih tua 4 bulan dariku. Ada peristiwa yang terjadi tanggal 20 November 2000 yang lalu, dan hal ini akan kuceritakan kembali. Dalam tulisan ini aku hanya akan menggambarkan tentang Mbak Sylvia karena memang dengan dialah peristiwa ini kualami.

Sama seperti aku, Mbak Sylvia pun baru saja menyelesaikan kuliahnya, kemudian bekerja di sebuah perusahaan swasta. Mbak Sylvia mempunyai seorang tunangan dan bekerja di sebuah BUMN di Surabaya. Mbak Sylvia itu orangnya cantik dan mudah bergaul sehingga enak diajak bicara. Mbak Sylvia memiliki tinggi sekitar 160 cm atau kira-kira 5 cm lebih pendek dariku. Kelebihan yang dimiliki oleh Mbak Sylvia dibandingkan wanita lain umumnya adalah kulit tubuhnya yang sangat putih dan juga sangat mulus dengan rambut lebat tergerai sebahu. Selain itu payudara dan pantatnya juga sangat indah menantang terutama jika kebetulan sedang mengenakan celana pendek dan kaos singlet yang ketat. Aku sering mencuri pandang jika Mbak Sylvia sedang mengenakan pakaian seksi tersebut. Sering aku membayangkan, betapa nikmat rasanya jika aku bisa menjamah tubuh mulusnya, tapi khayalan itu tidak pernah terwujud.

Suatu hari, saat itu hari minggu kira-kira jam 9 pagi, aku datang ke rumah pacarku dengan maksud hendak mengajaknya pergi untuk makan siang terakhir sebelum besoknya mau bersiap-siap untuk menghadapi puasa. Rencananya sih mau ngasih kejutan, tapi ternyata rencana tersebut gagal. Saat pertama datang, aku memang tidak melihat ada mobil yang biasa parkir di garasinya. Dan ternyata benar saja setelah di bell berkali-kali ternyata tidak ada seorangpun yang membukakan pintu rumahnya, bahkan tidak juga pembantunya. Setelah mencoba beberapa kali, karena tidak ada yang membukakan pintu juga aku memutuskan untuk kembali pulang, tapi saat akan masuk ke mobil tiba-tiba keluar Mbak Sylvia membukakan pintu, matanya kelihatan masih mengantuk, pasti baru bangun gara-gara terganggu suara bell.

"Lho, Rudi mau ketemu Maya ya... ayo masuk dulu," kata Mbak Sylvia.
"Iya Mbak, tapi kok kayaknya lagi nggak ada di rumah ya," sahutku sambil masuk ke rumah dan duduk di kursi ruang tamu. Sementara Mbak Sylvia menutup pintu. Saat itu Mbak Sylvia hanya mengenakan daster tipis yang pendek, sehingga bayangan celana dalamnya dengan jelas terpampang. Aku sempat bengong dibuatnya.
"Iya kan sekarang semuanya pada pergi ke Sumedang, ya biasa nyekar kan besok puasa," Mbak Sylvia menjelaskan.
"Emangnya nggak janjian dulu?" sambungnya.
"Nggak Mbak, tadinya sih mau ngasih kejutan, tapi gagal," kataku sambil tersenyum.
"Tapi kok Mbak Sylvia nggak ikut, sendirian dong di rumah?" tanyaku sambil memandang wajahnya, cantik sekali dia padahal baru bangun tidur.
"Iya soalnya Mbak baru tidur jam 3 pagi, abis chating, jadinya nggak ikut, soalnya ngantuk," katanya sambil tersenyum.
"Ya udah telpon aja dulu ke HP-nya Maya, kali aja lagi di jalan mau pulang, soalnya tadi perginya dari jam 6. Udah ya ditinggal dulu Mbak mau makan dulu, lapar nih. Eh, mau ikut makan nggak?" ajak Mbak Sylvia.
"Nggak Mbak, tadi udah." jawabku sambil beranjak hendak menelepon pacarku, sementara Mbak Sylvia pergi ke dapur untuk makan.

Setelah tersambung ke HP pacarku, terdengar suara Maya.
"Hallo?"
"Hallo Maya... ini Rudi," jawabku.
"Lho kok ada di rumah Maya? Ada apa?" serunya kaget.
"Iya.. tadinya sih mau ngajak Maya jalan tapi taunya nggak ada.." sahutku.
"Kenapa nggak ngomong dari kemarin? Tau mau ke rumah, Maya kan nggak akan ikut pergi," suara Maya terdengar agak menyesal.
"Ya udah pokoknya sekarang tungguin sampe Maya pulang! Awas kalo Maya pulang udah nggak ada! Soalnya sekarang udah mau nyampe ke Sumedang kok, mestinya sih nyampenya dari tadi, tapi jalannya maceeet banget, jadi nyampenya telat padahal mestinya kan 1 jam juga udah nyampe," kata Maya dengan nada yang manja.
"Iya.. Tapi cepet ya.." kataku.
"Iya.. nanti si Papa disuruh ngebut nyetirnya," kata Maya sambil ketawa.
"Eh, tadi dibukain Mbak Sylvia ya..? udah bangun emang?" tanya Maya.
"Iya.. Sekarang lagi makan tuh," jawabku.
"Ya udah dulu aja ya... mahal tuh pulsa," katanya, "Tapi tungguin ya.. biar nggak kesel nonton film aja.. ada VCD Charlie Angel's tuh baru pinjem kemaren.." tambah Maya.
"Iya.. iya..." jawabku sambil menutup telepon.

Setelah itu aku duduk di sofa depan TV, kemudian menyalakan VCD dan menontonnya. Di rumah pacarku itu aku sudah seperti di rumah sendiri, ini dikarenakan aku sudah hampir 3 tahun berpacaran dengan Maya, jadinya aku sudah sangat akrab dengan keluarga Maya. Bahkan rencananya bulan maret ini kami mau tunangan.

Setelah beberapa saat menonton film, Mbak Sylvia keluar dari ruang makan.
"Gimana, udah nelponnya?" tanya Mbak Sylvia.
"Udah Mbak, terus disuruh nunggu nih," jawabku.
"Oh.. ya udah.. tunggu aja.. kalo mau minum atau makan ambil aja sendiri ya.. Mbak mau mandi dulu nih," kata Mbak Sylvia.
"Iya Mbak, makasih.." sahutku sambil menoleh ke arah Mbak Sylvia yang berjalan melintasiku hendak mandi. Pandanganku kembali terpaku menatap bayangan tubuhnya, pantatnya terlihat begitu ranum di balik daster tipisnya, sampai Mbak Sylvia menghilang di balik pintu kamarnya. Aku kemudian kembali menonton, sementara itu dari arah kamar Mbak Sylvia terdengar suara air mengalir, karena letak kamar mandinya memang ada di dalam kamar tidur Mbak Sylvia.

Setelah kira-kira 5 menit tiba-tiba terdengar telepon berbunyi, aku segera mengangkat telepon.
"Hallo," kataku.
"Iya.. bisa bicara dengan Sylvia?" terdengar seorang pria berkata.
"Oh, Sylvia-nya lagi mandi tuh... nanti aja telpon lagi," jawabku.
"Aduh.. gimana ya.. Saya ada keperluan penting nih.. tolong kalo bisa dipanggil aja.. mungkin mandinya bisa ditunda dulu.. bilang aja ada telpon dari Apin, tolong ya.." katanya, dari nada bicaranya keliatan orang tersebut agak panik.
"Oh iya.. kalo gitu saya coba panggilin," kataku sambil meletakkan gagang telepon.

Setelah itu aku beranjak menuju kamar Mbak Sylvia. Kudorong pintu kamar tidurnya yang memang agak terbuka, setelah di dalam aku memanggilnya beberapa kali. "Mbak.. Mbak Sylvia.. ada telpon..." kataku. Namun tidak ada jawaban, mungkin karena saat itu di kamar mandi airnya sedang mengalir sehingga Mbak Sylvia tidak bisa mendengarku. Setelah mencoba berkali-kali aku kemudian mencoba mengetuk pintu kamar mandinya. Namun saat kuketok alangkah terkejutnya aku karena ternyata pintunya terbuka sendiri, mungkin karena Mbak Sylvia tidak menutupnya dengan benar, sehingga dengan sedikit sentuhan saja pintunya jadi terbuka. Begitu pintunya terbuka terlihat Mbak Sylvia sedang membasuh tubuhnya yang putih mulus di bawah shower dengan posisi tepat menghadapku, sehingga dengan jelas terlihat sepasang payudara dan kemaluannya yang tertutup bulu lebat. Mbak Sylvia terlihat kaget, dia segera menutup payudara dengan kedua tangannya, sedangkan kaki kanannya agak disilangkan dengan maksud untuk menutupi kemaluannya, namun akibatnya kini terlihat bagian pantatnya yang padat dan seksi. Saat itu aku sangat kaget, senang sekaligus takut, takut Mbak Sylvia menyangka aku sengaja berbuat kurang ajar kepadanya.

"Eh.. ma.. maaf Mbak.. itu.. ee... ada telpon dari Apin, katanya penting sekali..." kataku terbata-bata sementara tubuhku seperti mematung tanpa bisa kugerakkan dengan mataku tetap manatap tubuhnya tanpa bisa kukendalikan. "Oh.. iya.. bilang tunggu sebentar," katanya sambil tetap menutupi payudara dan kemaluannya, sementara itu air dari shower terus mengguyur tubuh Mbak Sylvia, sehingga memantulkan segala keindahan yang dimiliki tubuh mulusnya.

Aku segera beranjak pergi dan kembali duduk di sofa dengan degup jantung yang sangat cepat. Aku memang sering membayangkan tubuh indah kakak pacarku ini jika sedang melamun, namun ternyata lamunanku salah, karena kenyataannya tubuh Mbak Sylvia jauh lebih indah dari lamunanku selama ini.

Sesaat kemudian terdengar langkah Mbak Sylvia keluar dari kamarnya dan berjalan melintasiku. Mbak Sylvia menutupi tubuhnya dengan selembar handuk, sehingga bagian pahanya dengan jelas terlihat begitu indah. Kemudian dia mengangkat telepon dan berbicara dengan orang yang mengaku bernama Apin itu. Dari pembicaraannya aku berkesimpulan Apin itu teman sekantor Mbak Sylvia dan menanyakan tentang file di komputer kantornya yang berisi catatan keuangan, karena kantor tempat mereka bekerja sedang diaudit menjelang akhir tahun. Mereka bicara selama kurang lebih 5 menit, sementara itu aku terus memandangi tubuh Mbak Sylvia yang membelakangiku. Aku memandangi paha mulusnya yang tertutup sekedarnya, jika saja Mbak Sylvia agak membungkuk pasti pantatnya akan terlihat cukup jelas. Aku terus menikmati pemandangan indah itu, rangsangannya begitu kuat sehingga kemaluanku terasa menegang. Jika saja tidak kutahan, ingin rasanya aku memeluk dan menciumi setiap jengkal tubuh mulus Mbak Sylvia. Namun ada juga rasa khawatir jika saja Mbak Sylvia memarahiku setelah kejadian tadi. Tapi kekhawatiranku ternyata tidak terjadi, karena setelah selesai bicara di telepon, Mbak Sylvia sambil tersenyum kecil kemudian berkata, "Kenapa Rud? kok bengong?"
"Nggak Mbak.. ee.. maaf tadi Mbak.. tadi nggak sengaja," kataku pelan.
"Iya.. udah.. nggak apa-apa..." sahut Mbak Sylvia sambil berlalu kembali ke kamarnya.

Setelah itu terdengar kembali suara shower mengalir tanda Mbak Sylvia meneruskan mandinya yang sempat tertunda. Sementara itu aku tertegun di sofa, seolah tidak percaya akan semua kejadian yang baru saja kualami. Dan sungguh, setelah melihat reaksi Mbak Sylvia yang kelihatannya tidak marah, nafsu birahiku pun memuncak. Saat itu dalam pikiranku hanya satu, aku harus bisa menikmati tubuh Mbak Sylvia, tidak terpikir sama sekali pacarku Maya yang selama ini sangat kucintai, saat itu aku seoleh terbius oleh kemolekan tubuh Mbak Sylvia. Telingaku terus mendengarkan setiap bunyi yang terdengar dari kamar mandi Mbak Sylvia sambil mambayangkan kira-kira apa yang sedang dilakukan Mbak Sylvia saat itu. Sementara mataku sekali-sekali menatap pintu kamar Mbak Sylvia yang terbuka sedikit seolah melambai mengajakku untuk masuk.
Apa yang harus kulakukan? Batinku terus bertanya-tanya. Mataku melihat ke arah jam tanganku, jam 9:40, berarti Maya tidak akan pulang sedikitnya 1 jam dari sekarang. Akhirnya dengan nekad, kudekati kamar Mbak Sylvia dan aku kembali masuk ke kamarnya, saat itu ada perjudian di benakku, jika sedikit kudorong pintu kamar mandinya tetap tertutup berarti Mbak Sylvia tidak menginginkanku, sedangkan jika terbuka berarti Mbak Sylvia memang berharap aku untuk menyentuhnya.

Setelah menarik nafas panjang aku kemudian mendorong pintu kamar mandi Mbak Sylvia. Dan ternyata harapanku terkabul, ternyata kamar mandi tersebut tetap tidak terkunci, dengan sedikit dorongan pintu itupun terbuka. Kembali aku melihat pemandangan yang indah terpampang di hadapanku, Mbak Sylvia masih tetap telanjang dengan tangannya membasuh rambut dan tubuh mulusnya. Ketika melihat aku membuka pintu kamar mandinya, kali ini Mbak Sylvia tidak menutupi payudara dan kemaluannya, Mbak Sylvia hanya memandang ke arahku dan kembali membasuh tubuhnya seolah mempertontonkan keindahan tubuhnya dan mengajakku untuk mencumbunya. Aku kembali terdiam terpana seolah lupa akan niat semula, entah apa yang harus kuperbuat.

Tiba-tiba terdengar suara Mbak Sylvia membuyarkan lamunanku.
"Ada apa Rud? Ada telpon lagi? apa mau ikut mandi?" sapanya menggodaku.
Aku tertegun sejenak. "Eee... boleh ikut mandi Mbak?" kataku takut-takut.
Mbak Sylvia tidak menjawab, dia hanya terseyum sambil membalikkan tubuhnya membelakangiku, seolah ingin mempertontonkan pantatnya yang sangat indah.
"Tapi kunci dulu pintu keluar rumahnya, tadi belum dikunci," kata Mbak Sylvia.

Setengah berlari aku keluar kamar dan mengunci pintu depan rumah tersebut, setelah itu kembali masuk ke kamar mandi Mbak Sylvia. Aku segera membuka seluruh pakaianku dan melemparkannya ke atas tempat tidur Mbak Sylvia. Sementara itu Mbak Sylvia tetap dengan posisinya membelakangiku sambil mempermainkan air yang mengguyur tubuhnya. Perlahan aku menghampirinya, terasa percikan air menerpaku, setelah sangat dekat dengan penuh gairah aku meyentuh pantat Mbak Sylvia, padat dan ranum. Aku mengelusnya sesaat dan kemudian menciuminya. Mbak Sylvia terlihat agak menggerinjal kegelian. "Ih.. Rud.. geli..." katanya. Tapi aku tidak peduli, aku terus mempermainkan lidahku di permukaan pantatnya yang mulus sementara rambut dan kepalaku telah basah oleh air tetap mengalir.

Setelah puas aku kembali mundur dan memandangi tubuh Mbak Sylvia. Mbak Sylvia kemudian menoleh sambil tersenyum menantang. "Kok diem Rud..." katanya. Aku kembali menghampirinya dan dengan segenap perasaan aku memeluknya dari belakang sementara kemaluanku yang telah berdiri tegak menyentuh belahan pantatnya. Nikmat sekali rasanya. Tanganku pun mulai meraba setiap permukaan tubuh Mbak Sylvia yang dapat dijamah, sedangkan lidahku menjilati lehernya yang jenjang. Tanganku kemudian terpaku di payudara Mbak Sylvia, terasa lembut dan kenyal, sangat nikmat terasa. Aku segera meremas payudara Mbak Sylvia dengan penuh perasaan, sementara tubuh Mbak Sylvia menggerinjal- gerinjal bak penari yang membuat kemaluanku serasa dipermainkan oleh pantat Mbak Sylvia yang terasa hangat. "Oh.. Rud.. terus sayang... Oohhh..." Mbak Sylvia merintih manja sambil tetap meliuk-liukkan tubuhnya sementara tangannya diangkat ke atas, sehingga payudaranya semakin terasa nikmat disentuh.

Setelah puas menikmati bagian belakang tubuhnya dengan perlahan aku membalikkan tubuh Mbak Sylvia, sehingga kini dengan jelas terpampanglah keindahan tubuh seorang wanita cantik yang menggerinjal- gerinjal oleh sentuhan lembutku. Aku semakin bernafsu melihatnya, tanganku kembali meremas-remas payudaranya sementara mataku dengan liar menelusuri tubuh Mbak Sylvia. Mata Mbak Sylvia memandangku dengan penuh gairah dengan mulut terus merintih merasakan kenikmatan yang kuberikan. "Rud... oooh... ooohh..." suara itu terdengar berulang-ulang keluar dari mulutnya. Aku semakin bergairah dibuatnya, maka dengan penuh nafsu aku menciumi bibirnya dan melumatnya penuh birahi.

Sementara mulutku melumat bibirnya, lidahku kugunakan untuk menjelajahi rongga mulutnya, lidahku dan lidah Mbak Sylvia saling bersentuhan dengan dahsyatnya. Setelah itu aku menurunkan ciumanku ke arah leher Mbak Sylvia, aku menciuminya dengan penuh nafsu, terus turun dan akhirnya sampai di payudaranya. Aku menyedot puting payudaranya sementara tangan kananku terus meremas payudara yang sebelahnya. "Ruddd... oohhh... terus sayang... ooohhh enak sayang... ooohhh.." mulut Mbak Sylvia tidak henti-hentinya merintih kenikmatan.

Setelah agak lama, tiba-tiba Mbak Sylvia mengangkat kepalaku sambil berbisik lembut. "Rudd... masukin sekarang dong..." pintanya. Aku tahu apa maksudnya, maka kudorong tubuhnya menempel ke tembok sementara kedua tanganku meremas pantat Mbak Sylvia. Dan dengan hati-hati kuarahkan kemaluanku ke liang senggamanya. Setelah terasa pas maka dengan hati-hati aku mencoba memasukkan kemaluanku. Terasa agak seret, namun setelah beberapa saat mencoba, kemaluanku mulai memasuki liang kewanitaan Mbak Sylvia. Saat itu tubuh kami terasa sama-sama bergetar. Nikmatnya sangat terasa di sekujur tubuh kami. "Oohh... Ruddd..." rintih Mbak Sylvia. "Sylviaaa... oohh.. nikmat sekali sayaaang..." kali ini aku tidak menyebutnya Mbak, karena memang saat itu aku tidak peduli lagi dengan statusku sebagai calon adik iparnya.

Aku terus mengocok kemaluanku di dalam liang kewanitaan Mbak Sylvia yang hangat dan lembut. Otot liang kewanitaannya terasa meremas kemaluanku. Sementara kedua tanganku terus meremas pantat sintalnya sambil menarik ke arahku seirama dengan keluar-masuknya kemaluanku. Saat itu aku baru tahu, ternyata Mbak Sylvia sudah tidak perawan lagi, karena dia terlihat begitu menikmati kemaluanku tanpa sedikitpun ada rasa sakit, padahal kemaluanku telah menghujam sangat dalam.

"Ruddd... kita pindah ke tempat tidur aja ya... biar lebih enak..." terdengar suara Mbak Sylvia memohon. "Ayo..." jawabku. Dan tanpa menyeka air yang membasahi tubuh, kami berdua berjalan sambil tetap berpelukan ke arah tempat tidur. Setelah sampai, Mbak Sylvia langsung berbaring telungkup mempertontonkan pantatnya yang terlihat semakin menonjol karena posisinya itu. Aku segera menindih tubuh Mbak Sylvia. Dan dari arah pantatnya aku kembali memasukkan kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya yang telah basah oleh cairan kental. "Aaahhh..." desah Mbak Sylvia saat kemaluanku kembali memasuki liang kewanitaannya. Aku kembali mengocok kemaluanku di dalam liang kewanitaan Mbak Sylvia. Pantatnya terasa lembut menyentuh pahaku. "Sylviaaa... nikmat sekali sayanng..." aku tak kuasa menahan mulutku untuk menggambarkan kenikmatan yang saat itu kurasakan.

Setelah beberapa saat Mbak Sylvia kemudian membalikkan badannya sehingga kemaluanku tercabut dari liang kewanitaannya. Mbak Sylvia kemudian mendorongku sehingga sekarang aku berada di bawahnya. Mbak Sylvia menindihku sambil bibirnya kembali menciumiku dengan liarnya. Setelah itu sambil menahan tubuh dengan tangannya, Mbak Sylvia memasukkan kemaluanku ke dalam liang senggamanya dan tubuhnya terdiam saat kemaluanku telah amblas semuanya. Mbak Sylvia seolah sedang meresapi kenikmatan yang saat itu sedang dirasakannya. Aku kembali meremas payudaranya yang menggantung indah di hadapanku.

Setelah beberapa saat Mbak Sylvia kemudian mulai menggerakkan tubuhnya turun naik menekan kemaluanku, matanya terpejam dengan mulut yang sedikit terbuka sambil tak henti-hentinya mendesah menambah nikmatnya suasana saat itu. "Ooohhh... Rudiii..." berulang-ulang Mbak Sylvia memanggil namaku. Sedangkan aku tetap meremas payudaranya sambil melihat pemandangan indah yang terpampang di depan mata. Tubuh Mbak Sylvia menggerinjal- gerinjal, meliuk-liuk seolah menari-nari di hadapanku. Kemaluanku terasa semakin nikmat merasakan remasan liang kewanitaan dan jepitan pahanya di atas pahaku.

Tiba-tiba tubuh Mbak Sylvia terdiam sejenak, matanya menatap penuh gairah ke arahku, dan sesaat kemudian dengan liarnya Mbak Sylvia memelukku dan tubuhnya menggerinjal- gerinjal dengan kuatnya, liang kewanitaannya terasa semakin meremas-remas kemaluanku. Aku tahu, saat ini Mbak Sylvia pasti sedang mencapai puncak kenikmatannya, maka dengan sekuat tenaga aku meremas pantat Mbak Sylvia dan menekannya ke arah kemaluanku, sehingga kemaluanku semakin dalam menghujam liang kewanitaan Mbak Sylvia. "Rudiii... oohh..." desah Mbak Sylvia. Aku mengikuti irama tubuhnya, sementara kemaluanku pun terasa berdenyut-denyut dengan hebatnya. "Ayo sayaaang..." aku membalas desahannya. Dan dengan sekuat tenaga aku menekan kemaluanku ke liang kewanitaannya dan menyemprotlah air spermaku di dalam liang kewanitaannya, sementara tubuh Mbak Sylvia menegang dan pahanya meronta-ronta seolah liang kewanitaannya ingin melumat kemaluanku. Perlahan-lahan tubuhnya mulai diam, sementara kemaluanku tetap tertancap di dalam liang senggamanya.

"Rudiii... enak sekali sayaang..." dari mulutnya terdengar kembali suara desahan Mbak Sylvia.
"Iya sayang... Mbak juga enak sekali..." jawabku, ementara tanganku tetap mengelus-elus pantat Mbak sylvia yang lembut.
Mbak Sylvia kemudian turun dari tubuhku dan terlentang di sampingku, matanya terpejam.
"Rud... barusan dikeluarin di dalam ya," tanyanya dengan suara setengah berbisik.
"Iya Mbak..." jawabku pelan.
Mbak Sylvia terdiam. Kemudian turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi. Aku hanya melihat saja, tidak tahu apa yang harus kuperbuat. Aku baru tersadar, bagaimana kalau ternyata saat ini Mbak Sylvia sedang dalam masa suburnya? Aku memang tahu kalau masa subur wanita itu sekitar 14 hari sebelum masa haidnya, tapi hal itu kadang bisa salah. Dan bagaimana kalau hal tersebut terjadi pada Mbak Sylvia? Aku kemudian mengikuti Mbak Sylvia yang kembali mengguyur tubuhnya di bawah shower.

Aku menghampirinya, dan dengan hati-hati kembali kusentuh tubuhnya dan menyabuni seluruh permukaan tubuhnya. Mbak Sylvia hanya diam saja, matanya terpejam. Kami kemudian mandi bersama tanpa berkata-kata. Setelah selesai aku terlebih dahulu keluar kamar mandi, dan berpakaian kembali. Setelah itu Mbak Sylvia masuk sambil mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Aku melihat saja tanpa bisa berkata-kata, namun dalam hati aku berkata, "Cantik sekali wanita ini, dan betapa indah tubuhnya."

Mbak Sylvia duduk di kursi depan cermin sambil memandangi bayangan tubuhnya. Aku menghampirinya dan dengan lembut mencium lehernya. "Maapin Rudi Mbak... Tadi Rudi nggak bisa nahan... abisnya Mbak enak sih.." aku berbisik di belakang telinganya. Mbak Sylvia hanya tersenyum kecil, cantik sekali. "Ya udah... mudah-mudahan Mbak nggak hamil... nanti mbak beli obat KB aja," ujarnya lirih. "Iya... Mbak nggak akan hamil kok," kataku menenangkannya. Aku memandang matanya yang sayu di cermin. Sesaat kami berpandangan. Kemudian aku mencium pipinya dan keluar meninggalkan Mbak Sylvia sendirian di kamarnya. Kulihat saat itu telah jam 11 lebih. Aku kembali menonton TV, sementara pikiranku terbang entah ke mana.

Setelah kejadian itu, setiap malam menjelang tidur bayangan indah dan kenikmatan tubuh Mbak Sylvia senantiasa memenuhi pikiranku. Pikiranku selalu dipenuhi khayalan bersetubuh dengan Mbak Sylvia. Tidak pernah lagi aku membayangkan Maya saat akan tidur. Aku selalu ingat Mbak Sylvia. Namun aku pun dipenuhi rasa takut yang sangat. Takut jika saja Mbak Sylvia hamil olehku. Aku menjadi bingung sekali.

Itulah pengalamanku, setelah kejadian itu aku belum pernah kembali ke rumah Maya. Kami paling hanya berhubungan lewat telepon atau kadang Maya datang ke rumahku. Sementara dengan Mbak Sylvia aku belum bertemu lagi. Aku tidak tahu apakah Mbak Sylvia hamil atau tidak. Dan aku takut untuk menanyakan langsung kepadanya. Rencananya hari lebaran besok, keluarga Maya mau datang ke rumahku, Mbak Sylvia pasti ikut. Aku tidak tahu harus bertanya apa kepadanya. Aku takut. Dan ketika Hari Raya Lebaran itu tiba, disaat saya mendatangi rumah Maya, saya sungguh terkejut sekali ketika dalam suatu kesempatan ketika Maya sedang mandi, Mbak Sylvia berbisik kepadaku, "Rudi, kapan kita mau main lagi?"

sumber:www.krucil.com

No comments:

Post a Comment